Darurat
Global Wabah Cacar Monyet Tjandra
Yoga Aditama: Direktur Pascasarjana Universitas
Yarsi/Guru Besar FKUI; Mantan Direktur WHO Asia Tenggara; Mantan Dirjen P2P
dan Kepala Balitbangkes Tjandra Yoga Aditama |
KOMPAS, 26 Juli 2022
Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) pada 23 Juli menetapkan wabah cacar monyet (monkeypox) sebagai
situasi kedaruratan kesehatan global. Pernyataan sebagai situasi kedaruratan kesehatan global (public
health emergency of international concern/PHEIC) merupakan semacam alarm agar
dunia melakukan berbagai upaya maksimal agar situasi terkendali dan jangan
meluas menjadi pandemi. Kita tahu sebenarnya penyakit cacar monyet sudah dikenal sejak
lama. Kasus pertama terjadi di Denmark pada 1958 ketika ada dua kasus seperti
cacar muncul pada koloni kera yang dipelihara untuk penelitian. Virus
monkeypox sendiri merupakan anggota genus Orthopoxvirus, genus yang sama
dengan virus variola penyebab penyakit cacar/smallpox dan virus vaccinia yang
digunakan dalam vaksin cacar/smallpox. Penyakit cacar sudah dieradikasi dari muka bumi pada 1980. Sejak
awal ditemukan, memang selalu ada kasus cacar monyet dari waktu ke waktu
walau hanya pada beberapa negara tertentu. Akan tetapi, sekitar Mei 2022, ada
fenomena baru, yaitu ditemukannya penyakit ini pada negara-negara yang
tadinya tidak ada kasus atau setidaknya sudah lama tidak ada laporan kasus.
Sejak awal Mei 2022, sudah dilaporkan lebih dari 15.000 kasus cacar monyet di
lebih dari 60 negara. Gejala penyakit ini biasanya dimulai dengan demam selama
beberapa hari dan pembengkakan kelenjar getah bening, yang kemudian diikuti
dengan bercak kemerahan di kulit yang dapat meninggalkan bekas dalam bentuk
jaringan parut. Sejauh ini, sebagian besar kasus dapat sembuh tanpa harus
dirawat di rumah sakit. Sampai 7 Juli 2022, tercatat ada tiga orang yang meninggal
akibat cacar monyet, semuanya di Afrika. Sebagai perbandingan, ketika
Covid-19 dinyatakan sebagai PHEIC pada 30 Januari 2020, ada 83 kasus di 18
negara dan ketika itu belum ada kematian. Badan internasional Center for Infectious Diseases Research and
Policy (CIDRAP) pada 24 Juni 2022 menurunkan artikel berjudul ”Virus Causing
Monkeypox Outbreak Has Mutated to Spread Easier”. Diungkapkan, berdasarkan
artikel ilmiah di jurnal Nature Medicine, terungkap bahwa virus penyebab
cacar monyet di negara non-endemik sekarang ini ternyata berbeda dari asalnya
di beberapa negara Afrika. Virus yang sekarang ini sudah bermutasi dan juga
lebih mudah menular. Artikel itu dibuat berdasarkan data sequencing 3.000 kasus di
Eropa dan Amerika. Dari sini, peneliti menemukan perbedaan di 50 tempat
single nucleotide polymorphisms (SNPs), dan ditemukan pula beberapa mutasi.
Peneliti juga menyebut peran superspreader sebagai salah satu penyebab
mudahnya penularan di masyarakat. Sementara itu, jurnal ilmiah Lancet Microbe (24/6/2022)
melaporkan, hasil penelitian modeling penyebaran kasus jika negara tidak
melakukan penanganan kesehatan masyarakat dengan tepat. Diperkirakan, jika
ada tiga kasus, akan terjadi penularan menjadi 18 kasus. Kalau ada 30 kasus,
akan menjadi 118 kasus, dan seterusnya. Kalau dilakukan penanggulangan dengan
baik melalui proses identifikasi, penelusuran kontak, isolasi surveilans, dan
vaksinasi sekitar (ring vaccination), jumlah kasus sekunder akan turun sampai
81 persen. Darurat kesehatan masyarakat Istilah PHEIC tercantum dalam International Health Regulation
(IHR) yang sudah disahkan pada 2005 dan menjadi pegangan dunia sampai saat
ini. Saat menjadi dirjen di Direktorat Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan,
saya memperkenalkan istilah Indonesia dari PHEIC, yaitu ”kedaruratan
kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (KKMMD)”, yang mengandung empat
aspek. Pertama, harus secara formal dideklarasikan oleh WHO. Kedua,
merupakan kejadian luar biasa. Ketiga, menimbulkan risiko kesehatan
masyarakat karena penularan antarnegara. Keempat, memerlukan koordinasi
penanganan secara internasional. Ada tiga area dari definisi PHEIC ini. Pertama, penyakit/keadaan
yang serius, mendadak, tidak biasa, atau tidak diperkirakan sebelumnya.
Kedua, punya implikasi kesehatan masyarakat pada negara lain. Ketiga,
memerlukan tindakan segera untuk penanganan secara internasional. Sesuai aturan yang ada, dalam menetapkan PHEIC, dirjen WHO
membentuk emergency committee (EC). Saya pernah menjadi anggota komite
seperti ini saat pembahasan tentang MERS CoV. Ketika itu, kami memutuskan
MERS CoV bukan sebagai PHEIC. Dari pengalaman selama ini, biasanya anggota EC
sepakat untuk menyatakan suatu kejadian adalah PHEIC atau tidak, lalu dirjen
WHO meresmikannya. Untuk kasus cacar monyet ini, para anggota EC sudah bertemu dua
kali dan belum juga sepakat. Akan tetapi, karena kompleksitas masalahnya,
dirjen WHO tetap menyatakannya sebagai PHEIC. Perlu diketahui, yang kini dideklarasikan sebagai PHEIC bukanlah
semata-mata penyakitnya karena cacar monyet memang bukan penyakit baru, tak
seperti Covid-19 yang memang penyakit benar-benar baru. PHEIC dinyatakan pada
wabah cacar monyet yang terjadi di beberapa negara (multi-country outbreak of
monkeypox) karena penyakitnya ada di beberapa negara, lengkap dengan
spesifikasinya. Hal yang sama pernah terjadi pada virus zika yang juga bukan
penyakit baru. Pada zika, yang dinyatakan sebagai PHEIC adalah keadaan
kluster mikrosefali dan gangguan neurologik lainnya dan kemungkinan
hubungannya dengan virus zika. Penetapan suatu penyakit/keadaan sebagai PHEIC tidak lantas
berarti kemudian menjadi pandemi. Deklarasi PHEIC yang kemudian disusul
dengan deklarasi pandemi terjadi pada Covid-19 dan influenza A(H1N1).
Covid-19 dinyatakan sebagai PHEIC pada 30 Januari 2020 dan disusul dengan
deklarasi pandemi pada 11 Maret 2022. Influenza A(H1N1) dinyatakan sebagai
PHEIC pada 25 April 2019 dan dideklarasikan sebagai pandemi pada 11 Juni
2009. Di sisi lain, ada beberapa deklarasi PHEIC yang kemudian tidak
menjadi pandemi, misalnya zika, polio, dan ebola. Pernyataan sebagai PHEIC
merupakan semacam alarm agar dunia melakukan berbagai upaya maksimal agar
situasi terkendali dan jangan meluas menjadi pandemi. Dalam hal cacar monyet,
WHO menyatakan, salah satu alasan dinyatakan sebagai PHEIC adalah mereka
melihat adanya kemungkinan (window of opportunity) situasi bisa dikendalikan
dengan baik kalau ada upaya bersama yang memadai. Rekomendasi WHO Untuk itu, WHO sudah membuat rekomendasi yang cukup rinci pada
empat kelompok negara. Pertama, untuk negara yang tidak/belum ada riwayat
kasus cacar monyet pada manusia atau tidak mendeteksi kasus cacar monyet
dalam 21 hari terakhir. Kalau Indonesia memang benar belum ada kasus akan
masuk kategori ini. Untuk kelompok ini, ada sepuluh rekomendasi tindakan yang perlu
dilakukan, mulai dari koordinasi multisektoral, surveilans epidemiologi,
kemampuan deteksi, dan komunikasi risiko yang tepat. Pemahaman masyarakat
perlu ditingkatkan, antara lain tentang tanda dan gejala penyakit serta upaya
pencegahan dan perlindungannya. Juga sejak sekarang perlu segera dilakukan
persiapan sehingga jika nanti ada kasus, semua sistem kesehatan sudah siap
untuk menanggulanginya. Kelompok kedua, negara yang mengimpor kasus cacar monyet
dan/atau menunjukkan adanya penularan antarmanusia, termasuk di populasi
kunci dan masyarakat dengan risiko tinggi. Untuk kelompok ini, ada enam
rekomendasi utama dan berbagai jabarannya, termasuk bagaimana menangani pasien
di klinik, obat yang digunakan, pencegahan penularan di masyarakat, dan
rekomendasi terkait perjalanan internasional. Kelompok ketiga, negara yang diduga atau memang sudah ada
penularan cacar monyet dari binatang (zoonotik). Di sini, koordinasi One
Health (Kesehatan Satu Semua) yang melingkupi kesehatan manusia, hewan, dan
lingkungan harus ditingkatkan. Kelompok keempat, negara yang punya kemampuan
membuat obat dan vaksin cacar monyet. Mereka diminta meningkatkan kapasitas
produksi. Kesimpulannya, kita perlu meningkatkan kewaspadaan nasional
terhadap kemungkinan munculnya kasus di Indonesia, baik dari dalam negeri
maupun kemungkinan penularan antarnegara. Persiapan yang baik akan
menghasilkan program pengendalian yang tepat jika nanti cacar monyet masuk ke
Indonesia. Saat ini kasus cacar monyet sudah ada di Singapura, Malaysia, dan
Thailand. ● Sumber :
https://www.kompas.id/baca/opini/2022/07/25/darurat-global-wabah-cacar-monyet |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar