Menjadi Kapolri Pilihan Rakyat
Emerson Yuntho ;
Anggota Badan Pekerja Indonesia
Corruption Watch Jakarta
|
JAWA POS, 17 Juni
2016
POLEMIK mengenai siapa calon kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Kapolri) mendatang akhirnya selesai sudah.
Presiden Joko Widodo pada Rabu lalu (15/6) resmi menunjuk Komisaris Jenderal
Polisi Tito Karnavian sebagai calon tunggal Kapolri untuk menggantikan
Jenderal Badrodin Haiti.
Lepas dari semua keterkejutan yang muncul,
keputusan Presiden Jokowi memilih Tito Karnavian sebagai calon Kapolri harus
dihormati dan layak diapresiasi. Tito sosok ideal sebagai Kapolri. Sebab, dia
memiliki keunggulan pada aspek kepemimpinan (leadership), integritas, rekam jejak, kapasitas, serta komitmen
yang kuat dalam mendorong agenda reformasi dan antikorupsi di tubuh Polri.
Tito merupakan lulusan terbaik Akpol tahun
1987 dengan menerima penghargaan Adhi Makayasa, menyelesaikan pendidikan di
University of Exeter Inggris pada 1993, dan terakhir pada 1996 menjadi
lulusan terbaik Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian dengan mendapatkan Bintang
Wiyata Cendekia.
Mantan Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Papua
itu juga termasuk polisi yang berprestasi cemerlang untuk tugas di bidang
reserse kriminal maupun penanganan terorisme. Selama bertugas, Tito pernah
menangkap Tommy Soeharto (putra mantan Presiden Soeharto) dalam kasus
pembunuhan serta membongkar jaringan Noordin M. Top dan menangkap Azahari
Husin dalam kasus terorisme.
Dari aspek integritas, hingga saat ini belum
pernah ada laporan atau bukti tentang dugaan korupsi maupun kepemilikan
rekening tidak wajar atas nama Tito Karnavian maupun keluarga. Tito juga
rutin melaporkan kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Surat penunjukan Tito Karnavian sebagai calon
Kapolri telah disampaikan Jokowi kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Seminggu mendatang komisi hukum DPR dijadwalkan melakukan uji kelayakan dan
kepatutan (fit and proper test)
calon Kapolri.
Namun, seperti kebiasaan sebelumnya, calon
Kapolri yang diusung presiden dipastikan bakal disetujui oleh parlemen.
Artinya, jika tidak ada gejolak politik, tidak lama lagi Tito Karnavian
menjadi Kapolri baru.
Di negara ini jabatan Kapolri adalah jabatan
paling strategis dan merupakan tangan kanan presiden di bidang penegakan
hukum. Meski demikian, tugas yang diemban Tito sebagai Kapolri pada masa
mendatang bukanlah suatu yang ringan. Sejumlah tantangan dan pekerjaan rumah
untuk membenahi Polri telah menanti orang nomor satu di korps Bhayangkara.
Pertama, konsolidasi di internal Polri.
Sebelum melangkah ke luar, penting bagi Tito selaku Kapolri untuk melakukan
konsolidasi di internal Polri serta membentuk tim kerja yang solid. Tito
perlu membangun komunikasi dan koordinasi yang baik dengan sejumlah jenderal
polisi yang senior dan masih aktif maupun petinggi Polri lainnya.
Kedua, mendorong reformasi di kepolisian.
Persoalan mengenai integritas aparat, perekrutan dan pendidikan, serta
pengawasan yang dinilai menghambat reformasi di kepolisian perlu dijawab
dengan pembenahan secara menyeluruh. Diperlukan sosok Kapolri yang tegas
untuk memastikan bahwa agenda reformasi di tubuh Polri berjalan baik.
Ketiga, memperbaiki citra institusi Polri di
mata publik. Sudah banyak survei maupun laporan resmi lembaga lain yang
menilai institusi kepolisian masih memiliki persoalan serius tentang
independensi, praktik mafia peradilan, pelanggaran hak asasi manusia (HAM),
serta pelayanan kepada masyarakat. Dalam praktiknya juga masih ditemukan
intervensi pihak tertentu dalam sejumlah penanganan kasus. Citra Polri juga
semakin merosot ketika ada oknum polisi yang terlibat kasus korupsi,
pencucian uang, narkotika, maupun kejahatan lain.
Komnas HAM dalam peringatan Hari HAM Sedunia
pada 2015 menyebutkan, selama lima tahun terakhir institusi yang paling
sering dilaporkan karena melanggar HAM adalah kepolisian. Pada awal 2016
Komisi Ombudsman menyebutkan, kepolisian merupakan salah satu institusi -selain
Badan Pertanahan Nasional dan Kepegawaian Negara- yang dinilai paling sering
dilaporkan karena buruknya pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Agar tidak selalu dilaporkan sebagai institusi
yang banyak melanggar HAM, untuk kerja-kerja penegakan hukum sebaiknya Polri
perlu mengubah pendekatan yang biasanya menggunakan cara kekerasan. Juga,
menggantinya dengan pendekatan lain yang lebih humanistis. Meningkatkan
kualitas pelayanan dan profesionalitas staf juga harus jadi prioritas untuk
menjawab keluhan masyarakat yang terkait dengan layanan yang diberikan
polisi.
Keempat, menjadikan Polri sebagai bagian
penting bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Membangun dan menegakkan
zona antikorupsi dan antisuap di lingkungan kepolisian secara konsisten
menjadi prioritas yang harus dilaksanakan oleh Kapolri baru.
Juga, memastikan seluruh agenda pencegahan dan
pemberantasan korupsi sebagaimana dimandatkan presiden, termasuk pelaporan
kekayaan ke KPK, dilaksanakan seluruh jajaran Polri. Polri dan KPK juga perlu
memperkuat kerja sama dan koordinasi dalam upaya penindakan terhadap kasus
korupsi.
Hal lain yang lebih penting, keharmonisan
antara dua lembaga penegak hukum itu perlu dijaga agar tidak muncul lagi
kegaduhan dan perseteruan yang pernah terjadi. Pada akhirnya jutaan rakyat di
Indonesia punya harapan besar di bawah kepemimpinan Tito Karnavian: Semoga
performa institusi kepolisian menjadi lebih baik dan lebih profesional.
Tito perlu bekerja keras mewujudkan harapan
tersebut sekaligus membuktikan bahwa dirinya memang layak bukan hanya sebagai
Kapolri pilihan presiden maupun DPR, tapi juga Kapolri pilihan rakyat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar