Jokowi dan Mimpi Sekolah Kejuruan
Agus Wibowo ;
Penulis Buku Manager &
Leader Sekolah Masa Depan;
Dosen FE Universitas Negeri
Jakarta
|
MEDIA INDONESIA,
13 Juni 2016
BADAN Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas, 2016), menyebut kebutuhan akan tenaga
terampil dan kompeten guna menggarap sektor unggulan pembangunan amat
mendesak. Bappenas juga menyarankan agar perguruan tinggi (PT) lebih adaptif
dengan kebutuhan pembangunan, di antaranya dengan memaksimalkan
jurusan/program studi yang relevan dengan sektor unggulan pembangunan.
Memang tidak salah
saran dari Bappenas. Namun, hal ini perlu diikuti dengan upaya revitalisasi
pendidikan menengah. Artinya, sejak di level pendidikan menengah, tenaga
terampil dan kompeten itu sudah harus di siapkan. Salah satunya dengan
optimalisasi peran sekolah kejuruan (SMK). Terkait dengan optimalisasi SMK,
dari jauh hari Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah punya harapan lebih.
Sejak menjadi Wali
Kota Solo, Jokowi bahkan berani pasang badan dengan memilih mobil rakitan
siswa SMKN 2 Surakarta--yang diberi merek Kiat Esemka--sebagai tunggangan
resminya. Keberpihakan Jokowi pada SMK, di satu sisi merupakan kritik
terhadap banyak pejabat di pusat dan kota lain, yang kurang peduli pada hasil
kreasi anak bangsa.
Keberpihakan Jokowi
terhadap SMK ini paling tidak menunjukkan visi dan misi sekaligus road map yang bersangkutan bagi
pendidikan bangsa ke depan. Bahkan, di berbagai kesempatan, Jokowi menyatakan
jika diurus dengan manajemen efektif, SMK bisa menjadi harapan mengurangi
angka pengangguran sekaligus pilihan tepat pendidikan di tingkat menengah.
Berbenah
Terlepas dari mimpi
Jokowi, animo masyarakat terhadap SMK sampai dengan tahun ajaran 2013/2014
mengalami peningkatan amat signifikan.
Menurut Direktur
Pembinaan SMK Ditjen Pendidikan Menengah Kemendikbud M Mustaghfirin Amin,
pada tahun ajaran 2013/2014, lulusan SMP yang mendaftar ke SMK sekitar
1.921.919 orang. Namun, ketersediaan SMK hanya mampu menampung 1.527.778
siswa, sedangkan sisanya 400 ribu ditolak. Dengan asumsi kenaikan rata-rata
11%, tahun ajaran 2016/2017 dipastikan SMK akan kelebihan anak didik baru.
Animo masyarakat
terhadap SMK mengalami peningkatan tiap tahunnya. Itu tidak berlebihan,
mengingat output lulusannya sebagian besar terserap dunia usaha/dunia
industri. Di sisi lain, sistem kurikulum dan filosofi SMK menurut Sukamto
(2011) dan Sundji Munadi (2012), memang didesain mampu menyiapkan peserta
didik yang kreatif, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki
kompetensi yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
Kelebihan SMK lainnya,
menurut Finch & McGough (1981), mampu menyiapkan peserta didik yang
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, kreatif, memiliki jiwa
kewirausahaan (entrepreneurship)
yang tinggi, serta memiliki kompetensi sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
Dampak positif yang
bisa dirasakan wilayah atau masyarakat sekitar SMK juga luar biasa.
Meski kaya dengan
kelebihan, SMK perlu bertahap memperbaiki beberapa kelemahan yang ada selama
ini. Misalnya, dari aspek perangkat keras (hardware) selama ini tidak semua SMK memiliki fasilitas bengkel
atau laboratorium kerja (workshop)
yang layak dan modern. Di Yogyakarta saja, dari sejumlah SMK yang ada, hanya
beberapa yang memiliki bengkel memadai dan standar untuk praktikum siswa.
Selebihnya, banyak menggunakan peralatan tidak layak pakai dan workshop yang sangat memprihatinkan.
Dari aspek tenaga
pengajar, banyak guru SMK ketinggalan dalam meng-update keahlian agar sesuai dengan perkembangan zaman. Meski
program sertifikasi guru sudah dilaksanakan, baru sebagian kecil pendidik
yang lulus dan berhak mengajar SMK. Program-program yang ditawarkan SMK saat
ini juga belum efektif dan efisien. Ini dapat dilihat dari kualitas lulusan
yang belum mampu menjawab tantangan dunia industri. Ketika lulusan SMK masuk
dunia kerja, ternyata teknologi industri sudah berkembang pesat.
Kelemahan lainnya,
pendirian SMK di beberapa daerah tidak sesuai dengan kondisi dan potensi yang
ada. Misalnya, sebuah daerah sebenarnya cocok dan potensial untuk
dikembangkan usaha di bidang maritim. Idealnya daerah itu didirikan SMK
dengan program maritim, tetapi karena mengikuti tren, didirikanlah SMK
program mesin dan elektronik.
Kelemahan-kelemahan
tersebut perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak. Menurut Wardiman
Djojonegoro (2007), jika selama ini tujuan pendidikan di SMK hanya mengejar
ijazah, kini harus diganti mengejar kompetensi. Konsekuensinya, sekolah harus
paham standar dunia kerja dan harus membangun kerja sama yang baik dengan
banyak pihak, terutama dunia industri dalam arti luas.
Kepala sekolah unggul
Mengingat
karakteristik, tanggung jawab, dan capaian keluaran yang unggul, manajemen
SMK haruslah dibenahi. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kepala sekolah
masih memegang peran penting bagi efektif tidaknya manajemen di sekolah--baik
tingkat dasar maupun menengah. Kepala sekolah motor utama keberhasilan
sekolah. Sebagaimana pendapat Sergiovanni (1984:4-13), kepala SMK mestinya
merupakan pemimpin yang menitikberatkan pada mutu pendidikan kejuruan. Kepala
SMK tidak saja pemimpin yang ahli di bidang pendidikan, tetapi juga fokus
pada pendidikan yang disebut clinical practitioner.
Menurut Finch, McGough
dan Husaini Usman (2012), kepala SMK dituntut untuk selalu berorientasi jauh
ke depan (visioner). Dengan kemampuan visioner, ia akan berpikir,
berperasaan, dan bertindak untuk kepentingan jangka panjang.
Selama ini, kepala SMK
lebih banyak memiliki sifat manajer ketimbang leader (pemimpin pendidikan kejuruan) karena cenderung menganut
paham filsafat pragmatisme. Mestinya, kepala SMK merangkap sebagai manajer
sekaligus leader.
Pada dimensi tugas,
kepala SMK selain mengembangkan sekolahnya juga dituntut mengembangkan
keprofesiannya secara berkelanjutan melalui program yang dibuatnya sendiri
dan/atau Program Keprofesionalan Berkelanjutan (PKB) yang disusun dan dibuat
pemerintah. Adanya program PKB ini diharapkan mampu meningkatkan kompetensi
kepala SMK secara berkelanjutan dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya sesuai dengan yang diharapkan.
Esensi kepemimpinan
ialah kepercayaan. Maka, kejujuran menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan
kepala SMK. Tidak kalah pentingnya, kepala SMK di masa depan harus memiliki
kemampuan menggunakan dan mengembangkan information
communication technology (ICT), agar senantiasa dapat mengikuti
perkembangan iptek.
Problem solver, negosiator ulung, dan pekerja keras
merupakan sifat wajib bagi kepala SMK. Tujuannya agar yang bersangkutan mampu
menyelesaikan masalah secara kreatif, inovatif, dan berani mengambil risiko. Selain
itu, dia mampu berunding dengan dunia usaha/dunia industri, terutama dalam
penempatan PKL anak didik, magang guru dan anak didik, pertukaran instruktur
dan teknisi, serta yang utama penyerapan lulusan di dunia usaha dan dunia
industri.
Keberhasilan SMK
sangat ditentukan keberpihakan stakeholder,
baik di tingkat pusat maupun daerah. Sudah saatnya, Presiden Jokowi
mewujudkan keberpihakan terhadap SMK agar mendorong lahirnya
wirausaha-wirausaha baru yang terampil dan kompeten. Kita berharap Presiden
Jokowi tak melupakan komitmen awalnya dahulu terhadap SMK. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar