Senin, 01 Februari 2016

Bunga

Bunga

Trias Kuncahyono  ;  Penulis Kolom “KREDENSIAL” Kompas Minggu
                                                      KOMPAS, 31 Januari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

“Kita semua bunga-bunga di kebun Tuhan." Begitu kata Presiden Iran Hassan Rouhani (67). Di Vatikan dan di hadapan Paus Fransiskus, tokoh reformis, yang kerap menyerukan moderasi, rasionalitas, dan perlunya membuka perundingan dengan Barat, mengungkapkan hal itu.

Memang, bukan Rouhani yang pertama kali membuat rumusan begitu indah itu. Dramawan dan produser film asal Inggris, John James Osborne (1929-1994), dalam puisinya Flowers In God's Garden menulis We all are flowers in God's Garden. Dalam rumusan yang lain, Yesaya, sekitar 2.700 tahun silam, menulis, "...engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan."

Maksud Rouhani jelas. Ia ingin mengungkapkan bahwa umat beriman, baik itu Kristen, Yahudi, maupun Muslim, harus hidup berdampingan secara damai, bagaikan bunga yang aneka ragam warna di taman Tuhan. Begitu indah. Pertemuannya dengan Paus Fransiskus di Vatikan, beberapa hari lalu, adalah gambaran tentang keinginan itu.

Keinginan Rouhani itu gayung bersambut. Vatikan-di tengah keberagaman budaya yang ada-memberikan tekanan yang tegas tentang perlunya membangun kesadaran akan kebersatuan sebagai keluarga umat manusia agar perbedaan budaya bukannya memecah-belah, melainkan semakin mau membuka diri satu sama lain untuk bisa saling menerima dalam perbedaan. Dengan demikian, "kebun bunga" itu menjadi nyata, mewujud.

Bukankah tidak mungkin manusia sanggup membangun "hidup bersama" jika tidak mampu menerima fakta, kenyataan kemajemukan, keanekaragaman, baik dalam hal agama maupun kebudayaan? Itu sebuah keniscayaan yang harus diterima bagi siapa yang saja yang mendamba akan perdamaian dan kedamaian.

Dalam rumusan yang sudah populer, Hans Kung, seorang tokoh post-orientalis, menyatakan, tidak ada perdamaian dunia tanpa perdamaian antaragama. Perdamaian hanya bisa terwujud jika ada dialog antaragama, antarumat beragama dan kepercayaan, dan tidak ada dialog antaragama tanpa mengkaji fondasi agama-agama.

Karena itu, Paus Fransiskus mengembangkan tiga dialog. yakni dialog dengan negara, dialog dengan masyarakat-termasuk dialog dengan budaya dan ilmu pengetahuan, dan dialog dengan umat beriman yang beragama lain. Pertemuan antara Paus Fransiskus dan Rouhani di Vatikan adalah pertemuan dua saudara yang sama-sama mendambakan perdamaian. Keduanya ingin mengembangkan dialog konstruktif untuk mencari perdamaian.

Dialog, itulah kata kuncinya. Dialog menuntut kerendahan dan kelembutan hati untuk saling mendengarkan. Selain itu, diperlukan juga kepercayaan dan kebijaksanaan. Dalam dialog, kepercayaan akan menumbuhkan persahabatan dan kebijaksanaan meneguhkan persahabatan. Itulah "nilai dialog".

Dalam bahasa lain, pendahulu Paus Fransiskus, yakni Paus Yohanes Paulus II, menyebut, dialog adalah suatu perjumpaan, saling percaya, dan saling hormat satu sama lain. Perjumpaan memang kadang mengagetkan dan menimbulkan banyak kesan, bisa positif dan bisa negatif. Namun, perjumpaan yang dilandasi saling percaya dan saling hormat satu sama lain akan menghasilkan kesadaran baru tentang makna hidup dan bagaimana hidup bersama seharusnya.

Hal itu pula yang disarankan Paus Fransiskus kepada pemimpin AS dan Kuba. Bagi Paus Fransiskus, dialog adalah satu-satunya jalan mengakhiri isolasi Kuba dan permusuhan Kuba terhadap agama. Upaya memulihkan hubungan antara AS dan Kuba sudah dilakukan oleh Paus Yohanes XXIII (1962) untuk mengakhiri krisis rudal. Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI melakukan hal yang sama. Semua dilakukan bagi terciptanya perdamaian.

Usaha untuk perdamaian itu dilakukan oleh Paus Fransiskus lewat diplomasi religius, yakni diplomasi yang diinspirasi oleh prinsip-prinsip religius dan dapat bersama-sama membuat rencana untuk memerangi kekejaman dan ekstremisme di dunia dan mengakhiri perang. Diplomasi Paus Fransiskus mengikuti jejak diplomasi Paus Yohanes Paulus II yang mampu membantu meruntuhkan Tembok Berlin dan mengakhiri komunisme di Polandia dan seluruh Eropa (Samuel C Baxter dan Stacey l Palm: 2015).

Teheran melihat semua itu. Teheran tidak hanya melihat Tahta Suci, Vatikan, sebagai persimpangan global agama Abrahamik yang lain selain Islam dan Yudaisme, tetapi Teheran juga melihatnya sebagai pusat geopolitik independen dan otoritatif yang berbeda dengan Washington dan negara-negara Eropa. Karena itu, perjalanan Rouhani ke Eropa-Italia dan Perancis-dimulai di Vatikan sebagai pintu gerbang masuk Barat. Hubungan baru bisa berkembang dan berbuah jika ada saling percaya percaya di antara yang berhubungan. Teheran mempercayai Vatikan.

Paus Fransiskus pun percaya bahwa Iran bisa memainkan peran lebih besar, lebih penting untuk mengusahakan perdamaian di Timur Tengah, dan memerangi terorisme, radikalisme. "Doakan saya," kata Rouhani menirukan pernyataan yang selalu dikatakan Paus Fransiskus ketika menanggapi harapan pemimpin umat Katolik sedunia itu.

Bukan tanpa dasar jika Paus Fransiskus dan Rouhani minta "didoakan". Doa bukanlah pelarian dari realitas historis dan problem riil yang tengah dihadapi. Doa bagi perdamaian dipilih sebagai tindakan karena kekuatan nyata untuk menegakkan perdamaian dan keadilan hanya datang dari Yang Ilahi.

Perdamaian, dengan demikian, merupakan sesuatu yang memiliki dimensi spiritual karena doa juga merupakan tindak perdamaian. Perdamaian bukan hanya hasil dari perundingan, kompromi politik atau ekonomi. Perdamaian bukan hanya hasil dari para perunding, melainkan hasil bersama, termasuk berdoa.

Itulah sebabnya, pada 2014, Paus Fransiskus mengundang Mahmoud Abbas dan Presiden Israel Shimon Peres untuk berdoa bersama di Vatikan. Beberapa hari lalu, Rouhani ke Vatikan untuk bersama Paus Fransiskus menyirami "kebun bunga di ladang Tuhan" yang di banyak tempat mengering.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar