Rabu, 24 Januari 2018

Haruskah Harga BBM Dinaikkan?

Haruskah Harga BBM Dinaikkan?
Fahmy Radhi  ;  Pengamat Ekonomi Energi UGM
                                            MEDIA INDONESIA, 23 Januari 2018



                                                           
SEJAK 2017 hingga memasuki awal 2018, harga minyak dunia cenderung mengalami kenaikan signifikan, yang puncaknya mencapai US$70,37 per barel, harga tertinggi sejak Desember 2014. Meskipun sempat turun, tetapi harga minyak dunia masih bertengger cukup tinggi mencapai US$63,61 per barel pada perdagangan 16 Januari 2018.

Tingginya harga minyak dunia itu memang berpotensi menambah beban Pertamina dalam mendistribusikan BBM Penugasan. Pasalnya, pemerintah sudah memutuskan untuk tidak menaikan harga BBM penugasan hingga Maret 2018.

Sejak dua tahun lalu, pemerintah sesungguhnya sudah menghapus subsidi premium. Sedangkan subsidi solar masih diberikan subsidi tetap, berkisar antara Rp500 per liter hingga Rp1.000 per liter. Kendati subsidi premium sudah dihapuskan, namun keputusan penetapan harga premium dan solar masih ditetapkan oleh pemerintah.

Pada saat harga minyak dunia sedang rendah dan pemerintah menetapakan harga BBM di atas harga keekonomian, Pertamina dapat meraup kentungan besar. Sebaliknya, pada saat harga minyak dunia sedang melonjak dan Pemerintah menetapkan harga BBM di bawah harga keekonomian, Pertamina memang menanggung potensi kerugian (opportunity loss)

Direktur Pertamina Elia Massa menglaim bahwa dengan harga acuan Indonesian Crude Price (ICP) pada kisaran US$59 per barrel, potensi opportunity loss bisa mencapai sekitar Rp19 triliun. Dengan kenaikkan harga ICP mencapai US$70 per barrel, maka potensi opportunity loss Pertamina akan semangkin membengkak, kalau pemerintah berkukuh tidak menaikan harga BBM.

Pertaanyaannya, di tengah kenaikan harga minyak dunia saat ini, haruskah Permintah menaikkan harga BBM?

Keputusan Pemerintah untuk tidak menaikan harga BBM, selain untuk menekan laju inflasi, juga untuk meringankan beban rakyat sebagai konsumen, yang daya belinya sedang melemah.

Namun, pemerintah sesunguhnya tidak membiarkan Pertamina begitu saja dalam menanggung potensi opportunity loss sebagai dampak keputusan pemerintah untuk tidak menaikan harga BBM.

Dalam formula penetapan harga jual BBM, pemerintah sebenarnya sudah memasukkan komponen biaya penugasan sekitar Rp550 per liter dan memberikan margin kepada Pertamina sekitar Rp250 per liter.

Selain itu, pada saat penetapan harga BBM di atas harga keekonomian, Pertamina menikmati keuntungan besar sebagai wind fall. Pada saat harga ICP merosot pada kisaran US$38 per barel pada 2016, pemerintah memutuskan tidak menurunkan harga jual BBM, sehingga Pertamina maraih keuntungan sekitar Rp40 triliun.

Kalau potensi kerugian penjualan harga BBM pada 2017 sebesar Rp19 triliun dikompensasikan dengan keuntungan pada 2016, Pertamina masih mengantongi selisih keuntungan sekitar Rp21 triliun (Rp40 triliun – Rp19 triliun). Sisa keuntungan itu masih sangat memadai untuk menutup potensi kerugian Pertamina, akibat kenaikan harga minyak dunia pada 2018.

Di luar wind fall yang dinikmati Pertamina, pemerintah juga memberikan beberapa kompensasi kepada Pertamina. Salah satunya ialah pemberian hak pengelolaan Blok Mahakam terhitung sejak 1 Januari 2018. Dengan pemberian non-cash asset Blok Mahakam, aset Pertamina bertambah sebesar US$9,43 miliar atau sekitar Rp122,59 triliun. Adanya tambahan aset sebesar itu, total aset Pertamina kini naik menjadi US$ 54,95 miliar atau sekitar Rp714,35 triliun.

Dengan keputusan Pemerintah menetapkan share down 39% saham Blok Mahakam, Pertamina akan memeproleh cash inflow dalam bentuk fresh money sekitar US$3,68 miliar atau sebesar Rp47,84 triliun. Berdasarkan data produksi sebelumnya, potensi pendapatan netto, setelah dikurangi cost recovery, selama tahun 2018 diprediksikan akan mencapai sebesar US$317 juta atau sekitar Rp4,12 triliun.

Kalau diperhitungkan cash inflow dari wind fall 2016 sebesar Rp40 triliun, dari share down saham Blok Mahakam pada awal 2018 sebesar Rp47,84 triliun, dan potensi pendapatan bersih pengelolaan Blok Mahakam pada akhir 2018 sebesar Rp4,12 triliun, maka total cash inflow pada 2016-2018 sebesar Rp91,96 triliun.

Jumlah itu masih sangat mencukupi untuk menutup potensi opportunity lost akibat tidak dinaikkan harga BBM pada 2017-2018. Bahkan sepanjang 2019 tidak perlu ada penaikan harga BBM, lantaran total cash inflow itu masih sangat memadai untuk menutup potensi opportunity lost Pertamina hingga akhir 2019.

Berdasarkan hitungan tersebut, pemerintah harus istiqomah dengan keputusan yang sudah diputuskan untuk tidak menaikkan harga BBM hingga Maret 2018. Bahkan pemerintah masih punya cukup ruang untuk tidak menaikkan harga BBM hingga akhir 2019 lantaran Pertamina masih memiliki bantalan cash inflow, yang sangat cukup untuk menutup kerugian Pertamina. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar