Rabu, 24 Januari 2018

Memetakan Permasalahan Cantrang

Memetakan Permasalahan Cantrang
Dedi Gunawan Widyatmoko  ;  Siswa Program Master of Maritime Policy di ANCORS (The Australian National Centre for Ocean Resources and Security),
University of Wollongong, Australia
                                                   DETIKNEWS, 23 Januari 2018



                                                           
Dalam beberapa hari ini kembali publik disuguhi berita tentang cantrang. Ribuan nelayan mendemo pelarangan cantrang ini sehingga Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti akhirnya menemui para pendemo dan membatalkan (sementara) pelarangan penggunaan cantrang.

Apabila kita analisis, konflik berkaitan dengan cantrang ini sudah berlangsung sejak lama. Sejak kemunculannya, cantrang sudah menjadi kompetitor nelayan kecil tradisional yang melaut dengan perahu dayung ataupun ketinting dengan alat tangkap pancing yang menyasar jenis ikan yang sama dengan cantrang, yaitu ikan karang/ pesisir (Kakap, Kerapu, Baronang, dll). Di berbagai daerah muncul demo menentang keberadaan cantrang oleh nelayan-nelayan kecil tradisional.

Pukat cantrang yang dioperasikan oleh kapal ikan dengan tonnage sekitar 20 GT menjadi pesaing perahu-perahu nelayan tradisional tersebut. Dalam persaingan ini, jelas saja kapal cantrang lebih dominan. Nelayan-nelayan tradisional mengeluhkan bahwa hasil tangkapannya menurun drastis dengan kehadiran cantrang di wilayahnya. Dapat ditarik kesimpulan bahwa isu cantrang ini selain menyangkut kelestarian lingkungan juga merupakan permasalahan ekonomi antara nelayan tradisional superkecil berhadapan dengan nelayan kecil dan menengah.

Kebijakan Kementerian

Pada sekitar tahun 2008, kebijakan mengenai cantrang tidak seragam antarprovinsi. Ada beberapa provinsi yang membolehkan beroperasinya cantrang, dan ada beberapa provinsi yang melarang. Hal ini mengakibatkan sering berpindahnya wilayah operasi cantrang dari satu provinsi satu ke provinsi yang lain.

Permasalahan ini kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 2 tahun 2011. Pasal 23 ayat 6 Peraturan Menteri ini secara khusus mengatur cantrang berkaitan dengan daerah izin pengoperasianya, kualifikasi cantrang itu sendiri, dan kapal yang digunakan. Untuk syarat pukat, mesh size (mata pukat) harus di atas 2 inch (5,08 cm). Mengenai kapal yang digunakan, harus di bawah 30 GT. Wilayah operasi cantrang juga hanya meliputi Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI): 711 (Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan), 712 (Laut Jawa), dan 713 (Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali).

Selain itu, jalur penangkapan untuk cantrang hanya diizinkan pada jalur penangkapan II yang berarti harus di luar 4 Nm dari pantai, dan jalur penangkapan III yang berarti di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri ini, maka penting adanya patroli untuk menegakkan aturan demi terlaksananya sustainable fisheries (penangkapan ikan ramah lingkungan dan berkelanjutan).

Apabila peraturan mengenai lebar mata pukat dilanggar, maka yang terjadi ikan-ikan kecil akan ikut terjaring yang dampaknya akan mengganggu proses perkembangbiakan ikan. Apabila wilayah penangkapan dan jalur penangkapan dilanggar, maka yang terjadi adalah rusaknya terumbu karang dan adanya singgungan kepentingan dengan nelayan kecil tradisional yang menggunakan ketinting dan perahu dayung yang beroperasi di radius 4 Nm dari pantai. Apabila nelayan cantrang melanggar aturan tonnage kapal hingga di atas 30 GT, maka yang mungkin terjadi adalah adanya over fishing (penangkapan ikan secara berlebihan).

Susi Pudjiastuti yang dilantik sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan pada Kabinet Presiden Joko Widodo kemudian mengambil kebijakan yang berbeda terhadap permasalahan cantrang ini. Pada 2015, terbitlah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 2 tahun 2015 yang melarang penggunaan pukat hela (trawl) dan pukat tarik (seine nets). Cantrang termasuk dalam bagian pukat tarik berkapal (boat or vessel seine). Pada pasal 6 Peraturan Menteri ini diberikan kebijakan untuk SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) yang masih berlaku terhadap kapal yang menggunakan pukat hela dan pukat tarik untuk tetap beroperasi sampai SIPI-nya berakhir.

Sejak pertama kali terbit, peraturan ini sudah menimbukan kontroversi dan demo oleh nelayan terutama nelayan cantrang di Pantai Utara Jawa (Tegal, Rembang dll). Demonstrasi terakhir digelar di depan Istana Merdeka dan ditemui oleh Presiden Joko Widodo yang didampingi Menteri Susi Pudjiastuti yang akhirnya berhasil menyuarakan aspirasinya, dan cantrang diizinkan beroperasi kembali.

Dari berita yang dilansir detikcom, Menteri Susi Pudjiastuti memperbolehkan penggunaan kembali cantrang dengan syarat: ukuran kapal harus sesuai dan tidak ada penambahan jumlah kapal. Akan ada upaya berkelanjutan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan selaku pembina industri perikanan agar nelayan beralih ke alat tangkap ikan yang lebih ramah lingkungan.

Kesimpulan dan Saran

Menyikapi fenomena ini, harus segera ada kejelasan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan berkaitan dengan aturan yang pasti tentang cantrang ini. Opsi yang bisa diambil adalah kembali ke Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 2 tahun 2011 yang sudah dijelaskan di atas. Peraturan Menteri Perikanan ini sudah mewakili upaya-upaya penangkapan ikan ramah lingkungan apabila aturan-aturan yang ada di Peraturan Menteri Perikanan ini dilaksanakan secara tegas dan sungguh-sungguh.

Dalam hal ini, fungsi pengawasan dan penegakan hukum menjadi sangat signifikan. Dengan adanya penegakan hukum yang tegas, nelayan cantrang akan benar-benar mematuhi aturan-aturan yang ada. Dengan dipatuhinya wilayah dan jalur penangkapan, maka tidak akan ada lagi konflik kepentingan antara nelayan kecil tradisional dengan nelayan cantrang.

Sosialisasi mengenai sustainable fisheries juga perlu untuk terus dilaksanakan di kalangan nelayan sehingga kesadaran mereka untuk menangkap ikan tidak secara merusak dan berlebihan sehingga bisa mewariskan ke anak cucu menjadi semakin tinggi. Upaya pemberian izin sementara kepada nelayan dengan alat tangkap cantrang ini dengan kurang kuatnya dasar peraturan akan menimbulkan gejolak lagi apabila suatu saat kembali dilarang. Hal tersebut hanya akan menjadi "bom waktu". ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar