Rabu, 24 Januari 2018

Zulhasan dan Pat Gulipat Pasal LGBT

Zulhasan dan Pat Gulipat Pasal LGBT
Hersubeno Arief  ;  Konsultan Politik
                                                   REPUBLIKA, 22 Januari 2018



                                                           
Pernyataan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli  Hasan soal adanya lima fraksi di DPR RI  mendukung gerakan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) bikin heboh. Muncul pro kontra yang sangat keras.

Banyak yang kebakaran jenggot. Ada yang menuduh Zulhasan menyebar sensasi, kabar bohong (hoax), sembrono,  bahkan ada yang berencana membawa kasus tersebut ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI.

Namanya juga pro kontra, yang mendukung juga tak kurang pula banyaknya. Pernyataan Zulhasan dipandang sebagai  peringatan serius bahwa gerakan LGBT sudah mulai memasuki fase akhir perjuangan panjang menuju  legalisasi, yakni  melalui proses legislasi di DPR. Praktik LGBT  dijamin undang-undang.

Alih-alih para pelaku LGBT dipidanakan, siapapun yang menentang, bisa dihukum. Mau nangis gulung-gulung sambil garuk-garuk tanah, bila itu sudah terjadi, semuanya sudah terlambat.

Lepas apakah wartawan salah kutip, atau ada yang menyebut “keselip” lidah, sebagai Ketua MPR, Zulhasan pasti punya informasi yang tidak banyak diketahui oleh kalangan awam. Dia tampaknya “sengaja” membuka wacana ini agar publik sadar ada bahaya besar yang sedang mengancam bangsa ini.

Sikap Zulhasan soal LGBT sangat konsisten. Dalam roadshow keliling Indonesia,  dia selalu mengingatkan bahaya LGBT.
PAN sangat  tegas menolak LGBT. Ketua DPW PAN DKI Eko Hendro Purnomo, atau lebih dikenal sebagai Eko Patrio malah sudah mengambil sikap tegas menolak masuknya pelaku LGBT dalam pencalonan anggota dewan.

Dengan mengangkat isu ini ke permukaan, Zulhasan tampaknya ingin agar publik  peduli, ikut mengawal proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU)  Hukum Pidana yang kini sedang di bahas di DPR. Dalam RUU tersebut pasal  LGBT masuk dalam pembahasan.

Proses legislasi/pengesahan undang-undang di DPR selama ini terbukti sangat rawan penyelundupan maupun penghilangan pasal. Publik barangkali sudah lupa pada tahun 2010 ada beberapa orang anggota DPR yang menjadi tersangka dalam kasus penghilangan ayat soal rokok dalam Pasal 113 UU Kesehatan.

Ayat  tersebut tiba-tiba hilang  ketika UU yang telah disahkan DPR tersebut akan dimasukkan ke Lembaran Negara. Sekretariat Negara dan DPR saat itu beralasan ada kesalahan teknis. Namun para aktivis anti rokok menduga ada tangan-tangan kotor industri rokok yang bermain. Mereka main mata dengan sejumlah anggota DPR.  Media menyebutnya saat itu sebagai “skandal korupsi ayat rokok.”

Kecurigaan adanya pihak tertentu yang mencoba bermain dalam proses legislasi di DPR, bukanlah hoax.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Subagyo mengakui banyak NGO dan aktivis LGBT dari dalam dan luar negeri  melakukan lobi bahkan tekanan, agar masalah tersebut segera masuk dalam pembahasan undang-undang.  Apalagi pasca-keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak  mengkriminalkan praktik kumpul kebo dan LGBT. MK melempar persoalan tersebut ke DPR.

Dalam draft awal RUU KUHP  dirumuskan bahwa praktik LGBT bisa dipidana bila dilakukan di bawah usia 18 tahun.  Artinya secara hukum,  praktik tersebut  legal bagi mereka yang berusia di atas 18 tahun.  
Tim perumus RUU juga menyepakati bahwa praktik LGBT  dapat dipidana, apabila dilakukan secara terbuka. Sementara yang dilakukan secara klandestin (tertutup) tidak bisa dipidana. Tentu menjadi pertanyaan apakah dengan begitu pesta sex para LGBT yang belakangan marak di berbagai kota, tidak bisa dipidana? Sebab dilakukan di ruang tertutup.

Empat  tahapan menuju legalisasi

Banyak kalangan yang selama ini tidak begitu menyadari bahwa kampanye LGBT merupakan gerakan global yang sangat terencana.  Indonesia bersama beberapa negara menjadi sasaran utama. Gerakan tersebut bahkan didukung oleh PBB.

Seperti halnya kampanye sebuah produk, kampanye pemasarannya digarap sangat serius. Tahap pertama berupa awareness. Sebuah tahapan yang dimaksudkan untuk membangun kesadaran publik. Ada organisasi besar yang dibentuk, dan ada dana besar pula yang digelontorkan.
PBB melalui Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia (OHCHR) pada bulan Juli 2013 meluncurkan sebuah program yang diberi nama UN Free & Equal. Sebuah program global yang mengkampanyekan dan mempromosikan persamaan hak dan perlakuan yang adil terhadap pelaku LGBT (https://www.unfe.org).

Sejumlah publik figur terutama dari dunia hiburan di berbagai dunia dilibatkan dalam kampanye ini. Di Indonesia, sejumlah akademisi, penulis, dan publik figur juga terlihat secara masif  mengkampanyekan gerakan LGBT, namun mereka melakukan secara halus, sedikit terselubung dengan balutan HAM.

Penyadaran yang mereka bangun dengan mencoba menyajikan fakta seputar LGBT hanyalah mitos. Misalnya LGBT bukanlah penyakit, tapi lebih kepada kelainan gen. LGBT bukan penyakit menular, hal itu telah dibuktikan oleh asosiasi psikolog, psikiatri, maupun klinis.

Karena itu kelainan gen, maka hendaknya kita bisa toleransi, seperti halnya kita bisa bertoleransi kepada umat yang beragama lain. Masih banyak argumentasi lain yang kesannya didukung oleh riset oleh berbagai lembaga kredibel. Mereka tidak menyajikan fakta bahwa lembaga lain yang juga tak kalah kredibelnya menyatakan hal sebaliknya.

Agar program tersebut dapat berjalan sukses digelontorkan dana sebesar USD 8 juta melalui lembaga United Nation Development Pragramme (UNDP). Dana tersebut ditujukan untuk mendukung komunitas LGBT di Indonesia, Cina, Filipina dan Thailand.  

Program itu, seperti diakui dalam situs resmi  UNDP, berlangsung dari Desember 2014 hingga September 2017. Proyek dukungan LGBT ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan organisasi-organisasi LGBT di Indonesia untuk secara efektif memobilisasi, menyokong, dan berkontribusi dalam dialog-dialog kebijakan dan aktivitas pemberdayaan komunitas LGBT.

Selain berbagai program tersebut, kampanye LGBT didukung dengan kampanye melalui budaya dan gaya hidup. Mereka bahkan menyasar anak-anak melalui film kartun  dan berbagai games.

Sejumlah film kartun besutan Disney  antara lain The Beauty and The Beast mengandung konten homoseksual. Sementara untuk film dewasa Hollywood lebih banyak lagi yang mengandung konten LGBT. Boys Don’t Cry (1999), Brokeback Mountain (2005), The Imitation Game (2014), The Danish Girl (2015), dan Carol (2015) adalah beberapa contohnya.

Jaringan kedai kopi internasional Starbuck secara terbuka menyatakan sebagian keuntungan perusahaan didonasikan untuk mendukung kampanye LGBT. Bos Starbuck Howard Schultz malah menantang mereka yang menentang LGBT tidak usah minum kopi di kedainya.

Tahapan kedua interest. Dengan melalui berbagai kampanye yang massif diharapkan muncul ketertarikan. Lalu setelah itu coba-coba, dan kemudian ketagihan.

Dari berbagai penelusuran yang dilakukan media di berbagai komunitas gay di beberapa kota di Indonesia,  banyak anak-anak usia sekolah yang menjadi gay karena bujuk rayu gay senior. Ada juga yang sekedar coba-coba karena terpengaruh film, atau games. Mereka melihatnya sebagai gaya hidup yang trendy. Lama-lama mereka menjadi ketagihan.

Tahap ketiga commitment. Dalam tahap ini menurut teori kampanye pemasaran, mereka telah menjadi pelanggan yang loyal. Mereka inilah kemudian bisa memperluas pasar, dengan testimoni maupun kampanye mulut ke mulut (word of mouth). Publik figur mengambil peran penting di tahap ini.

Tahap keempat legalisasi. Tahap inilah yang kini tampaknya tengah dicoba dilakukan di DPR. Anggota DPR RI dari Gerindra Sodik Mujahid mengakui banyak anggota DPR yang menyetujui dan mendukung LGBT. Namun sikap mereka belum tentu mencerminkan sikap fraksi.

Anggota DPR yang setuju dengan LGBT ini rentan untuk disusupi, baik karena pandangan dan sikap pribadinya, maupun karena lobi kepentingan dari LSM dalam dan luar negeri. Mereka bisa bermain pat gulipat pasal LGBT.

Secara simultan PBB juga mencoba beberapa kali mendesak Indonesia agar mengakui eksistensi LGBT. Dalam  Sidang Dewan HAM PBB untuk Universal Periodic Review di Jenewa pada 3-5 Mei 2017, PBB mendesak Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Menkum HAM Yasonna Laoly untuk menerima sejumlah rekomendasi, salah satunya adalah soal LGBT. Rekomendasi tersebut dengan tegas ditolak pemerintah.

Fakta-fakta tersebut membuktikan Zulhasan tidak asal ngomong tanpa 
dasar. Dia sengaja “keselip” lidah, karena tahu ada bahaya besar yang sedang mengancam. Dia sengaja membuat bangsa Indonesia tersentak bangun, dan take action. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar