Minggu, 29 November 2015

Ssst, Ini Politisi Kuat Lho...

Ssst, Ini Politisi Kuat Lho...

M Subhan SD  ;  Wartawan Senior Kompas
                                                     KOMPAS, 28 November 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Lengkap sudah cerita muram politisi DPR. Lebih dari sepekan ini publik terperangah sekaligus geram menyaksikan rekaman pertemuan Ketua DPR Setya Novanto—bersama pengusaha minyak Riza Chalid—dan bos PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, yang kemudian menjadi topik panas ”papa minta saham”. Nama Presiden dan Wakil Presiden diduga dicatut dan juga beberapa nama pejabat, termasuk Menkopolhukam Luhut B Pandjaitan. Dan, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), penjaga martabat anggota DPR itu, sempat gamang. Memilukan dan memalukan!

Lebih setahun menduduki kursi empuk di Senayan, DPR cuma bikin gaduh dan mempertontonkan perangai tidak terpuji: mulai dari ribut-ribut rebutan jabatan, berkelahi di ruang sidang, minta gedung baru berfasilitas lengkap, menjadi pialang/makelar proyek, bertemu kandidat calon presiden Amerika Serikat, hingga rekaman ”papa minta saham” PT Freeport. Sebaliknya, kinerjanya jeblok. Politisi yang seharusnya hidup bertiang etika dan akhlak cuma ”manis di bibir”, tetapi terasa pahit di sekujur tubuh kehidupan nyata.

Pengaduan Menteri ESDM Sudirman Said ke MKD adalah bagian dari upaya mencegah praktik gelap perdagangan pengaruh (trading in influence) pemilik kekuasaan. MKD seharusnya proaktif sebagai penjaga marwah DPR. Bukan malah mempersoalkan legal standing. Ini persoalan etika, bukan soal hukum. Polemik awal hampir saja persoalan teknis mengalahkan substansi pengaduan Sudirman yang pejabat negara.

Terbongkarnya rekaman itu mengonfirmasi masih banyak kegiatan aneh-aneh yang dilakukan politisi DPR. Reformasi yang menentang korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) telah dikhianati dalam dua windu ini. Jika kutipan dialog ”Freeport jalan, Bapak itu happy, kita ikut happy, kumpul-kumpul, kita golf, kita beli private jet yang bagus dan representatif” dianggap cuma becanda, sungguh keterlaluan. Jadi, ini persoalan praktik percaloan yang dilakukan politisi, bukan sekadar pencatutan nama Presiden dan Wapres. Praktik percaloan tampaknya ibarat gunung es, sedikit saja yang diketahui publik. Sisanya tersembunyi di kedalaman lautan.

Pencatutan nama hanya mereduksi praktik kolusi yang hingga kini masih merajalela. Dengan kekuasaan yang besar, mereka tetap saja memainkan agenda tersembunyi demi kepentingan sendiri. Dan, rakyat sudah muak menyaksikan perilaku para pejabat yang tak terpuji dan tak punya malu. Kasihan politisi lain di DPR yang berusaha benar-benar bekerja untuk rakyat.

Menurut Machiavelli (The Prince, 1513), penguasa itu dua tipe: singa (lion) yang keras, berbahaya, tetapi mudah terperangkap; dan rubah (fox) yang licik dan rakus, tetapi sulit menghadapi serigala. Jadilah rubah untuk jeli melihat jeratan dan jadilah singa untuk menakut-nakuti serigala. Singa dan rubah sama-sama buas. Singa dan rubah hidupnya berkelompok. Ciri-ciri kehidupan berkelompok adalah kerja sama (tepatnya persekongkolan), saling menjaga, saling melindungi.

Tak heran jika ada anggota kelompoknya terancam, kawan-kawannya pasang badan membela mati-matian. Tak peduli lagi masuk akal atau tidak. Mereka sangat defensif. Tipe makhluk seperti ini sangat egois. Andaikata mereka politisi, mereka suka berwacana, tidak fokus pada persoalan. Mereka menggiring ke persoalan lain, menjauh dari persoalan yang tengah diperbincangkan. Padahal, adagium hukum terkenal menyatakan ”bukti atau fakta itu lebih kuat, tak ada gunanya lagi kata-kata (cum adsunt testimonia rerum, quid opus est verbist).

Inilah babak belurnya politisi yang mengelola negeri ini. Partai politik gagal menjadi ”rumah penyadaran” yang menyemai benih-benih watak altruistik. Transparency International (Money, Politics, Power: Corruption Risk in Europe, 2012) mengevaluasi tiga serangkai pemain terlemah dalam pemberantasan korupsi di Eropa, yaitu parpol, lembaga administrasi publik, dan kor- porasi. Integritas politisi, khususnya di parlemen, sangat rendah. Lobi-lobi menjadi permainan rahasia antara pengusaha, politisi, dan pejabat. Di sekitar markas Uni Eropa di Brussels, Belgia, diperkirakan ada 3.000 entitas pelobi yang targetnya memengaruhi proses legislasi. Maka, di sejumlah negara, lobi pun diatur dan harus terdaftar: nama, nomor pajak, alamat, nama kantor, dan lain-lain.

Negara-negara yang politisi dan partainya menjaga marwah mereka, sebagian besar menjadi negara maju yang rakyatnya sejahtera, seperti di wilayah Skandinavia. Namun, di negara-negara korup, tidak efisien, dan salah kelola, seperti di Eropa selatan, menjadi beban negara lain karena hidup dari utang.

Di negeri ini, jangankan pelobi, pejabat resmi saja lebih memilih mengendap-endap seperti siluman. Merekalah yang buas seperti singa, licik seperti rubah, dan juga licin seperti belut. Mumpung sedang panas kasus ”papa minta saham”, saatnya membongkar semua gerak-gerik rahasia politisi kita. Siapa saja geng yang bermain-main di saham Freeport atau saham lainnya. Sekalian juga membersihkan politisi yang ngaco-ngaco. MKD pun jangan sampai masuk angin. Tetapi, ssst ini para politisi kuat lho.... Ah, dalam sejarah, politisi sekuat apa pun, apabila busuk dan tak amanah, telah ditumbangkan oleh rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar