Jumat, 31 Januari 2014

Pemilu Kada Asimetris Jadi Model Ideal

           Pemilu Kada Asimetris Jadi Model Ideal          

Ridwan Mukti  ;   Bupati Musi Rawas, Sumsel; Doktor pada FH Unsri
MEDIA INDONESIA,  29 Januari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                      
KRITIK terhadap penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) kepala daerah (kada) secara langsung sangat sering disuarakan. Sebagai sebuah antitesis dari model pemilu kada dipilih DPRD, model pemilu kada langsung memiliki banyak kelemahan, sehingga mendorong banyak pihak untuk mencoba mencari model ideal bagi Indonesia yang memang sangat majemuk, dan memiliki karakteristik berbeda-beda. 

Di antara kritik yang sering diungkapkan mengenai pelaksanaan pemilu kada langsung karena seringnya berujung pada kerusuhan, yang disebabkan mulai dari politisasi birokrasi, politisasi anggaran, hingga pada masalah netralitas penyelenggara serta money politics. Pascapemilu kada pun banyak meninggalkan masalah, misalnya saja, politik berbiaya tinggi yang berujung pada korupsi, disharmoni dengan wakil, dan mayoritas berujung sengketa di pengadilan. Lihat saja kasus suap terhadap Ketua MK.

Dalam pemilu setidaknya setiap warga negara bisa 9 kali ke TPS, dengan asumsi pemilu presiden dua putaran, legislatif satu putaran, gubernur dua putaran, bupati/wali kota dua putaran, atau kepala desa dua putaran. Implikasi pemilihan langsung one man one vote dengan menjunjung tinggi prinsip kebebasan dan kesetaraan individu, mengakibatkan bangsa ini semakin sulit menemukan tokoh-tokoh anutan yang merupakan refleksi kesadaran hukum masyara kat adat yang gotong royong dan kekeluargaan. Bahkan, pemilu kada langsung juga telah menghasilkan kepemimpinan yang kurang bermutu, dan terbukti ada 295 dari 908 kepala daerah tersandung kasus hukum. Sejumlah kepala daerah itu melalui 961 kali pelaksanaan pemilu kada langsung hasil pemilihan Juni 2005Juni 2013.

Pergeseran perilaku `yang dipilih' atau `pemilih' dalam proses pemilihan langsung dapat juga diukur dengan munculnya gejala pelemahan terhadap sistem pemerintahan presidensial, bahkan mengancam keutuhan NKRI. Misalnya, pembangkangan gubernur terhadap presiden, bupati/ wali kota terhadap gubernur, para kepala desa terhadap bupati, kendati konstitusi dengan tegas mengatur mereka berada dalam hierarki pemerintahan tertinggi di bawah presiden. Belum lagi perilaku siap menang tidak siap kalah.

Tidak tepat

Dari hasil penelitian saya, pemilu kada seyogianya dilakukan secara beragam sesuai dengan karakter setiap daerah. Pemaksaan secara seragam hanya akan menuai konflik yang berkepanjangan. Hasil penelitian itu juga menunjukkan bahwa Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 telah ditafsirkan secara tidak tepat, parsial, dan restriktif oleh UU No 32 Tahun 2004, sehingga konsekuensinya pemilu kada bermasalah, baik secara praktik atau perilaku, maupun norma, serta bentuk aturannya.

Ketidaktepatan UU No 32 Tahun 2004 ketika melakukan tafsir secara parsial terhadap Pasal 18 ayat (4), yaitu dengan tidak mempertimbangkan 16 pasal lain dalam UUD 1945 menjadi penyebab utama kenapa pemilu kada tersebut diselenggarakan secara langsung dan diseragamkan, karena dibentuk terburu-buru dan setengah diam-diam.

Sesuai latar belakang perumusannya, frasa `Dipilih secara demokratis' dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 dapat dilakukan baik secara langsung oleh rakyat, secara tidak langsung oleh DPRD maupun melalui sistem lainnya. Yang terpenting adalah pemilu kada dilakukan secara jujur dan adil, sesuai prinsip-prinsip demokratis. Karena itu, dalam putusan MK No 072 dan 073/PUU-II/2004 dinyatakan bahwa wewenang pembentuk UU un tuk menentukan apakah pemilu kada dilakukan secara langsung atau tidak. Pembuat UU sesungguhnya juga dapat menentukan sistem pemilu kada berbeda-beda sesuai dengan daerah masing-masing.

Itu sebabnya model pemilu kada ke depan merupakan condition sine quanon harus beragam yang mencerminkan kebinekaan dalam kerangka NKRI. Implementasinya tergantung pada kesiapan tiap-tiap daerah untuk memilih salah satu model yang sesuai karakteristik tiap-tiap daerah yang diatur dalam UU tentang Pokok Pokok Penyelenggaraan Pilkada Indonesia. Konkretnya, pemilukada itu dapat dipilih DPRD, langsung, atau campuran, yakni a) pemilihan oleh DPRD diperluas, b) pemilihan langsung dipersempit (popular vote), atau c) pemilihan oleh adat.

Pemilu kada langsung paling tepat dilaksanakan di Jawa dan Sumatra, kecuali Kepulauan Riau yang cocok menggunakan sistem perwakilan diperluas. Bali, Sulawesi, dan Kalimantan semodel dengan Kepulauan Riau. Adapun model pemilu kada dengan sistem langsung di persempit, cocok diterapkan di NAD. Untuk model forum adat, cocok di Kabu paten Buleleng (Bali), Kabupaten Baubau (Pulau Buton), DIY, dan kabupaten-kabupaten di Provinsi Papua. Untuk model pemilu kada dengan sistem perwakilan DPRD, cocok diterapkan di Sumatra Selatan termasuk untuk Provinsi Papua.

Aturan Hukum

Mengenai aturan hukumnya, ke depan dilakukan melalui UU yang bersifat umum dan dilaksanakan secara teknis oleh perda tiap-tiap daerah provinsi atau kabupaten/kota. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemilu kada di pusat atau daerah didesain efektif dan efisien. Selain itu, juga dirumuskan dalam kerangka pokok-pokok untuk men dukung penguatan sistem politik demokrasi Indonesia, mendukung penguatan negara hukum Pancasila, mendukung penguatan kekuasaan pemerintahan di bawah presiden, tujuan pembangunan berkelanjutan dalam rangka pembentukan masyarakat demokratis Pancasila, memantapkan konsensus bahwa NKRI adalah harga mati, menghasilkan akuntabilitas tertinggi dari sebuah legitimasi sosial di daerah, dan mengedepankan kearifan lokal, tetapi responsif terhadap perkembangan global.

Penempatan perda sebagai landasan hukum dapat dilihat dari perjalanan sejarah desentralisasi. Selanjutnya terjadi pergeseran paradigma dari desentralisasi administratif ke arah desentralisasi politik, dan lanjut mengarah ke desentralisasi hukum, yaitu pengaturan pemilu kada melalui perda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar