Jumat, 31 Januari 2014

Momentum Pendidikan Karakter

                 Momentum Pendidikan Karakter                

Thio Hok Lay  ;   Guru SMA Kebon Dalem Semarang
SUARA MERDEKA,  30 Januari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                      
BAGI etnis Tionghoa, perayaan Tahun Baru Imlek, tahun ini peringatan ke-2565, ibarat bel pengingat atau lonceng kesadaran. Lewat momentum itu, baik yang beragama Khonghucu maupun bukan, serasa kembali dipanggil, diingatkan, dan disadarkan untuk mengevaluasi dan merefleksi diri atas peziarahan perjalanan hidup, baik secara pribadi maupun komunal dalam berelasi dengan sesama, lingkungan, dan Tuhan.

Karena itu, Imlek merupakan saat tepat untuk mengakui kekurangan dan kelemahan diri pada masa silam. Sekaligus saatnya bangkit, menemukan resolusi guna memperbaiki dan meningkatkan kualitas kehidupan.

Dalam konteks kebangsaan, merupakan momentum tepat untuk mengingat, memaknai, dan menghidupi nilai-nilai (karakter) luhur dan semangat pluralisme yang terkandung di dalamnya. Nilai dan spirit itu adalah bagian dari unsur perekat kehidupan berbangsa kita yang bineka.

Andai tak mewaspadai, nilai luhur itu terancam meluntur, terkikis fenomena gaya hidup hedonis dan konsumtif. Menyedihkan, andai perayaan Imlek yang sejatinya sarat nilai dan makna luhur, tereduksi dengan diidentikkan hanya gebyar festival, pameran busana, pesta kembang api, lampion, dan bagi-bagi angpau.

Imlek merupakan momentum tepat untuk mengedukasi masyarakat dan bangsa Indonesia perihal nilai-nilai luhur kebangsaan. Ikhtiar itu supaya nilai-nilai tersebut makin mengakar, tertanam kuat, dan tumbuh menjadi karakter, yang nantinya berbuah nyata dalam peri kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Bila proses transformasi nilai-nilai luhur dan upaya mendidik itu dilakukan dengan baik dan benar maka pernyataan bijak Kuan Tzu (551-479 SM) bahwa melalui proses mendidik manusia, hasil panen melimpahruah, jadi benar adanya. Pernyataan itu dapat diartikan bahwa hanya melalui proses pendidikan nantinya kehidupan manusia akan menjadi bahagia dan sejahtera.

Confucius, filsuf paling berpengaruh sepanjang sejarah, mendefinisikan pendidikan sebagai sarana pembelajaran tentang cara berperilaku, bukan semata-mata untuk memahami pengetahuan tertentu. Minimal ada lima sikap perilaku yang jika diterapkan oleh siapa pun niscaya bisa menjadikan perilaku sosial atau karakter moral dalam ruang lingkup publik menjadi lebih baik.

Lima sikap itu adalah rasa hormat, toleransi, dapat dipercaya, ketekunan, dan kemurahan hati. Sikap hormat, murah hati, dan toleransi merupakan karakter yang acap dijumpai, dihidupi, dan dimaknai pada saat perayaan Imlek. Semisal anak-anak muda diajarkan rendah hati lewat cara mendahului memberi hormat dan meminta maaf kepada orang yang lebih tua atas segala sikap dan perilaku yang tidak terpuji.

Sementara, orang tua yang sudah berkeluarga dan bekerja, belajar lebih bermurah hati dengan cara memberikan angpau kepada generasi yang lebih muda dan belum bekerja. Antara yang satu dan yang lain saling mendoakan supaya senantiasa dalam keadaan sehat, panjang umur, dan banyak rezeki. Ekspresi sikap seperti itu hakikatnya nilai-nilai dasar kemanusiaan yang berlaku universal.

Tak satu pun hukum atau dalil di dunia ini yang bisa menyangkalnya. Bahkan bila diproyeksikan dengan Pancasila sebagai asas dasar kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka karakter luhur yang melekat dalam perayaan Imlek dapat berjalan beriringan secara sinergis. Pasalnya, keduanya sama-sama menempatkan dan mengakui adanya semangat toleransi dan sikap saling menghormati.

Tahun Kuda

Tahun 2014, Imlek jatuh pada shio kuda kayu. Menurut mitologi China, kuda menyimbolkan daya tahan menakjubkan, siap bekerja keras, mampu memikul beban berat, dan tak kenal lelah.

Selain itu, punya watak riang dan cenderung ''hiperaktif'' dalam segala hal, terutama kegiatan sosial. Bertolak dari deskripsi itu, kita layak berharap pada tahun ini bangsa Indonesia dikuatkan memikul berbagai problem kebangsaan yang kompleks.

Kita bisa melihat pada ranah politik dan hukum, perlawanan dan pemberantasan terhadap korupsi masih terus diperjuangkan dan ditegakkan. Pada bidang ekonomi, harga gas yang melambung tinggi serasa membelit dan mencekik masyarakat. Belum lagi semuanya tuntas tertangani, saat ini sebagian bangsa kita ditimpa bencana alam dan lingkungan yang dahsyat, berikut dampak ikutannya.

Dirangkum jadi satu, dalam kondisi problematis semacam itulah, kita memperingati dan merayakan Imlek. Kita berharap pemimpin bangsa ini dikuatkan untuk memikul, mengurai dan menemukan solusi bagi tiap problem kebangsaan.

Semoga tiap elemen masyarakat berlomba-lomba untuk menjadi teladan nyata dalam mengembangkan sikap perilaku dan karakter yang altruis, yang peduli dan berpihak terhadap sesama yang lemah, miskin, dan tersisih. Gong Xi Fat Cai. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar