Minggu, 27 Oktober 2013

PR untuk Kapolri Baru

PR untuk Kapolri Baru
Budi Prasetyo  ;    Peneliti yang sedang studi Ketahanan Nasional di UGM
SINAR HARAPAN, 25 Oktober 2013


Setelah melalui fit and proper test, akhirnya melalui sidang paripurna DPR menyetujui pencalonan Komjen Sutarman menjabat sebagi Kapolri baru. Sebelumnya banyak pihak menyangsikan pencalonan Sutarman yang menuai kontroversi ini.

Sebagian kalangan mempertanyakan kredibilitas dan profesionalitas Sutarman jika nanti menjadi seorang Kapolri. Tentunya karena saat ini dalam tubuh Polri masih banyak permasalahan yang belum bisa diselesaikan, baik secara hukum maupun kelembagaan.

Sutarman menjawab semua keraguan tersebut dengan membuat pernyataan-pernyataan yang menantang, salah satunya dengan keinginannya membentuk Detasemen Khusus Anti-Korupsi di tubuh Polri.

Pertanyaan yang terlontar setelahnya apakah satuan tersebut dibutuhkan Polri. Setidaknya pemimpin Polri ini jangan latah terhadap satuan-satuan khusus yang juga banyak dibentuk di negeri ini. Bukankah tidak lebih baik Kapolri baru nantinya mengoptimalkan kinerja satuan yang sudah ada untuk
kasus korupsi ini. Memang ketika negeri ini semakin akut terjerembat dalam nista korupsi perlu ada lembaga-lembaga yang bergerak di luar struktur untuk menangani kasus-kasus tersebut. Dalam hal ini KPK adalah jawabannya.

Akan lebih produktif ketika Sutarman mengeluarkan statement untuk semakin mengeratkan hubungannya dengan KPK dalam memerangi korupsi.

Meningkatkan Profesionalitas

Selain menuntut Polri agar profesional, publik atau masyarkat menuntut akuntabilitas dari lembaga ini. Untuk mewujudkan profesionalitas dan akuntabilitas Polri banyak pihak berpendapat bahwa Polri harus benar-benar menyelesaikan reformasi dalam tubuhnya.

Tujuan reformasi Polri adalah membentuk lembaga kepolisian yang profesional dan bertanggung jawab atas setiap tindakan yang diambil serta menghormati HAM. Opini masyarakat yang terbentuk saat ini lebih banyak menyangsikan keprofesionalan Polri. Semua ini merupakan reaksi atas apa yang masyarakat rasakan terhadap keberadaan Polri.

Masyarakat adalah komponen yang paling berhak menilai kepolisian. Alasannya karena masyarakat pihak yang menjadi subjek sekaligus objek dari keberadaan Polri. Mereka merupakan komponen yang setiap hari dan setiap waktu behubungan langsung bersinggungan dengan polisi. Baik buruknya kinerja polisi akan sangat terasa dampaknya pada masyarakat.

Profesionalisme polisi bukan merupakan hal yang abstrak. Ada beberapa acuan yang bisa dijadikan penilaian atas kinerja kepolisian agar bisa dikatakan profesional. Selama ini acuan-acuan tersebut adalah nilai kepuasan masyarakat yang sangat rendah sehingga mengindikasikan profesionalitas yang rendah pula.

Polri juga harus memiliki lembaga kontrol atas kinerjanya. Memang saat ini ada lembaga kontrol tersebut yakni Kompolnas. Namun, lembaga ini ibarat macan ompong yang dipotong lidahnya, sudah tak bisa berteriak apalagi menggigit.

Polri harus benar-benar menjadi lembaga yang profesional. Pasalnya, polisi merupakan ujung tombak dari penegakan hukum dan penjaga ketertiban di masyarakat. Jika terus saja kondisi Polri seperti saat ini, niscaya meski dibentuk Densus Anti-Korupsi, Tim Pemburu Preman, dan seribu satuan-satuan lainnya, kondisi Indonesia tetap tidak akan membaik.

Menguatkan Akuntabilitas

Akuntabilitas juga menjadi tuntutan saat Polri akan mengatakan dirinya profesional. Akuntabilitas ini bisa ditandai oleh kesediaan polisi menerima pengawasan atas wewenang yang diberikan undang-undang kepada institusi ini.

Tiga elemen akuntabilitas yang perlu diterapkan pada lembaga kepolisian saat ini masih jauh dari harapan. Aspek pertama adalah transparasi (answeribilty), mengacu kepada kewajiban polisi memberikan informasi dan penjelasan atas segala apa yang mereka lakukan.

Hal ini belum sepenuhnya dilakukan Polri. Konferensi pres yang dilakukan Kadiv Humas Polri selama ini masih sebatas lips service belaka. Bahkan, untuk kasus-kasus sensitif semisal rekening gendut yang menimpa anggotanya, terkesan menguap begitu saja.

Kini harapan masyarakat terhadap profesionalisme Polri berada di pundak Komjen Sutarman. Harapannya adalah membersihkan setiap pembuat onar, koruptor, dan penjahat di negeri ini. Bukan malah polisi yang melindungi pelanggaran-pelanggaran hukum dan para pelakunya.


Semua masyarakat sama kedudukannya di muka hukum, termasuk polisi. Namun, polisi mempunyai tanggung jawab lebih terhadap hukum yakni menjadi garda depan penegakannya. Semoga Kapolri baru kali ini benar-benar menghayati amanah yang diembannya tersebut, sehingga mampu membawa Polri menjadi lembaga yang dicintai seluruh rakyat Indonesia.  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar