Rabu, 02 Mei 2018

Urgensi Percepatan Proyek Listrik 35 Ribu Mw

Urgensi Percepatan Proyek Listrik 35 Ribu Mw
Fahmy Radhi  ;  Pengamat Ekonomi Energi UGM;
Mantan Anggota Tim Antimafia Migas
                                              MEDIA INDONESIA, 28 April 2018



                                                           
DI tengah keraguan beberapa pihak, PLN (persero) justru berusaha keras untuk mempercepat realisasi pencapaian Proyek Listrik 35 Ribu Megawatt (Mw). Usaha yang dilakukan ialah menguatkan soliditas dan integrasi dengan berbagai pihak terkait.

Salah satunya dengan menggandeng Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mempercepat realisasi Proyek Listrik 35 Ribu Mw. Tidak tangung-tangung, penandatanganan kerja sama PLN dan Kejagung dilakukan Direktur Utama PLN Sofyan Basir dengan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Republik Indonesia, Loeke Larasati, yang dihadiri Jaksa Agung HM Prasetyo dan Menteri BUMN Rini M Soemarno.

Dalam kerja sama tersebut, Kejagung akan memberikan bantuan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum lainnya, yang merupakan kewenangan kejaksaan di bidang perdata dan tata usaha negara.

Tujuannya ialah memulihkan dan menyelamatkan keuangan, kekayaan, aset, serta menyelesaikan permasalahan lain di bidang hukum perdata dan tata usaha negara yang dihadapi PLN, termasuk permasalahan pembebasan lahan yang sering terjadi. Kerja sama tersebut menunjukkan komitmen PLN untuk lebih transparan dan akuntabel dalam proses pembangunan Proyek 35 Ribu Mw.

Dengan transparansi dan akuntabel, PLN berkomitmen meminimkan potensi korupsi yang merugikan negara, baik dilakukan pengambil keputusan maupun kesalahan prosedur dalam pengambilan keputusan, yang bermuara pada potensi korupsi, seperti yang terjadi sebelumnya. Dengan meminimkan potensi korupsi, diharapkan tidak ada lagi pembangkit listrik yang mangkrak dalam pembangunan Proyek 35 Ribu Mw.

Soliditas dan integrasi

Upaya percepatan Proyek 35 Ribu Mw memang sangat urgen pasalnya pencapaian selama 3 tahun ini masih sangat rendah. Megaproyek 35 Ribu Mw itu mencakup 109 proyek. Sebanyak 35 proyek pembangkit dibangun PLN dengan total kapasitas 10.681 Mw.

Sementara itu, 74 proyek dengan total kapasitas 25.904 Mw dibangun perusahaan swasta dalam skema independent power producer (IPP).

Hingga memasuki tahun ketiga capaian pembangkit listrik yang sudah beroperasi secara komersial (commercial operation date) masih sangat rendah, yakni 1.584 Mw atau sekitar 0,05%. Namun, capaian tahap konstruksi sudah cukup besar, yakni 17.024 Mw atau sekitar 48,64%. Sementara itu, kontrak proyek IPP sudah mencapai 31.298 Mw atau sekitar 89,42%.

Rendahnya capaian pembangkit yang sudah beroperasi secara komersial itu menjadi alasan bagi berbagai kalangan untuk mendesak agar dilakukan revisi proyek 35 Ribu Mw, baik revisi terhadap besaran 35 Ribu Mw yang dianggap terlalu besar maupun revisi terhadap target waktu penyelesaian.

Revisi terhadap waktu penyelesaian barangkali masih bisa ditoleransi. Namun, revisi dengan memangkas 35 Ribu MW barangkali akan menimbulkan permasalahan serius di kemudian hari dalam penyediaan listrik.

Penetapan 35 Ribu Mw sebenarnya sudah didasarkan pada sisi kebutuhan (demand based) untuk memenuhi 100% tingkat elektrifikasi, yang saat ini masih mencapai 93,8%. Selain itu, kapasitas listrik 35 Ribu Mw juga dibutuhkan untuk memasok peningkatan permintaan industri di kemudian hari, yang menopang pencapaian pertumbuhan ekonomi double digit.

Memang selama 3 tahun terakhir ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih stagnan rata-rata sekitar 5,02 per tahun. Namun, masih stagnannya pertumbuhan ekonomi tersebut jangan dijadikan sebagai alasan untuk mengurangi kapasitas Proyek Listrik 35 Ribu Mw hingga menunggu pertumbuhan ekonomi tinggi.

Pada saat pembangunan infrastruktur--bendungan, tol, pelabuhan, dan bandara--sudah selesai, pada saat itulah diperkirakan pertumbuhan industri akan meningkat pesat. Kalau pasokan listrik tidak dapat memenuhi peningkatan permintaan industri, pertumbuhan industri akan terhambat, yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi tidak akan bisa mencapai double digit.

Bahkan, pertumbuhan ekonomi 7% saja sulit dicapai karena akan terjadi heated economic akibat kekurangan infrastruktur dan pasokan listrik, seperti yang pernah terjadi pada saat Pemerintahan Orde Baru.

Dengan demikian, percepatan pencapaian Proyek Listrik 35 Ribu Mw tetap urgen untuk direalisasikan. Kalau pembangunan infrastruktur dan Proyek 35 Ribu Mw selesai, pada saat itulah pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai double digit growth.

Selain soliditas, PLN harus mengintegrasikan pembangunan pembangkit listrik dengan pasokan energi primer, dalam suatu integrated supply chain. Untuk penggunaan gas sebagai energi primer, PLN harus mengintegrasikannya dengan PGN dan Pertagas. Tidak hanya dalam menjamin ketersediaan pasokan gas, tetapi juga dalam penyediaan jaringan pipa yang dibutuhkan untuk mengalirkan pasokan gas, dari hulu hingga pembangkit listrik.

PLN harus memastikan ketersediaan jaringan pipa sehingga gas yang dibutuhkan sudah dapat disalurkan pada saat pembangkit listrik dioperasikan. Integrasi serupa juga harus dilakukan PLN dengan para pengusaha batu bara, utamanya dalam memastikan pasokan batu bara sesuai dengan kebutuhan.

Soliditas PLN dengan berbagai pihak terkait, Kementerian BUMN, Kementerian ESDM, Kejaksaan Agung, termasuk pemerintah daerah, sangat diperlukan untuk mempercepat proses pembangunan Proyek 35 Ribu Mw.

Integrasi antara PLN dan pemasok energi primer juga sangat dibutuhkan. Tanpa ada soliditas dan integrasi, jangan harap pencapaian Proyek 35 Ribu Mw dapat dicapai sesuai dengan target yang ditetapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar