Rabu, 02 Mei 2018

Pertaruhan Para Pemimpin

Pertaruhan Para Pemimpin
Haedar Nashir ;   Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015-2020
                                                     REPUBLIKA, 29 April 2018



                                                           
Ikan busuk dimulai dari kepala. Demikian pepatah Italia tentang betapa penting posisi dan peran para pemimpin di negeri dan umat mana pun. Merah, putih, dan hitamnya umat serta bangsa bergantung pada pemimpinnya. Pemimpin itu jantung dan kepala dari tubuh manusia!

Jika pemimpin itu baik maka baiklah umat dan bangsa. Sebaliknya, nasib umat dan bangsa akan nestapa manakala para pemimpinnya berperangai dan bertindak buruk, khianat, dan ugal-ugalan, padahal yang dipertaruhkan nasib manusia yang banyak dengan segala urusannya.

Para nabi, Umar bin Khattab, Umar bin Abdul Azis, Iskandar Dzulqarnain, Mahatma Ghandhi, Nelson Mandela, dan para pemimpin dunia lainnya yang menggoreskan tinta emas dalam kepemimpinannya merupakan anugerah Tuhan dari keteladanan para pemimpin yang mencerahkan dunia. Rakyat, negara, dan umat manusia menjadi aman, damai, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat karena kemuliaan para pemimpinnya.

Sebaliknya, karena ulah tangan Firaun, Hitler, Mussolini, Pol Pot, serta sederet para diktator dan pemimpin tiran, kehidupan manusia dan lingkungannya porak poranda dan mengalami kehancuran. Kehidupan menjadi anarki dan kacau karena jiwa, pikiran, dan tindakan sewenang-wenang para pemimpinnya yang haus kuasa, rakus, dan semaunya sendiri.

Pemimpin Pencerah

Muhammad Rasulullah adalah uswah hasanah dari pemimpin umat dan bangsa sejagat raya sebagaimana predikat yang diberikan dan dipersaksikan Tuhan kepada seluruh umat manusia (QS al-Ahzab: 21). Akhlak Nabi bahkan disebut Tuhan sebagai perangai agung (QS al-Qalam: 4). Kesaksian Aisyah malah membuktikan Nabi sebagai Alquran yang hidup, yang keteladanannya terus berjalan dalam segala zaman dan keadaan. Inilah sang pemimpin pencerah nan sejati.

Nabi uswah hasanah dalam dirinya, tiada habis kalam untuk menuliskannya. Hal yang terpenting ialah bagaimana setiap umat Muhammad mengikuti uswah hasanah Nabi Agung itu dalam seluruh gerak hidupnya. Lebih-lebih yang mengaku atau didisposisikan sebagai tokoh atau pemimpin umat dan bangsa, bagaimana membuktikan diri selaku pemimpin teladan. Adakah kata sejalan tindakan?

Para pemimpin umat dan bangsa bukan hanya jiwa dan pikirannya yang menjadi teladan terbaik, bahkan ujaran atau lisan dan tindakannya pun niscaya memancarkan keteladanan utama. Dari lisannya lahir ujaran damai, halus kata, menenteramkan, dan memancarkan pencerahan bagi umat dan sesama; bukan sebaliknya, mengirim ujaran-ujaran yang meresahkan semesta.

Para pemimpin umat dan bangsa juga bertindak yang jujur, amanat, tablig, dan fatanah sebagaimana akhlak utama Muhammad sang teladan. Dari perbuatan para pemimpin umat dan bangsa dibuat bajik lahir dan batin, aman sentosa, makmur, dan segala martabat kemuliaan hidup. Lebih-lebih dalam masyarakat partrimonial yang menempatkan figur pemimpin segala-galanya, maka hadirkan perangai para pemimpin nan mencerahkan.

Para pemimpin tidak memperbodoh dan membiarkan umat serta bangsanya terus bodoh dengan cara memimpin menara gading yang bersinggasana di atas takhta tinggi tanpa menginjak bumi. Tidak pula bak burung merak yang mengepak-ngepakkan sayap dan bulunya yang indah hanya untuk meninabobokan dan bangsanya dalam segala mimpi millenari yang membuat umat dan bangsa terbuai tak kenal henti oleh keagungan semu para pemimpinnya.

Para pemimpin ketika hadir di tengah-tengah umat dan bangsa niscaya tulus dan tepercaya, tidak semu bermain citra dan umbar janji palsu. Ketika itu dilakukan maka aura dan respons alamiah yang akan berbalik pun lama kelamaan akan palsu dan sarat topeng dari umat dan bangsa. Aura kepemimpinan seperti itu layaknya buih di lautan, yang menggumpal seketika tetapi rapuh dan tak bermakna. Pemimpin citra hanya menjual pesona.

Para pemimpin pun tak patut ugal-ugalan dalam ujaran dan tindakan. Segala yang dilakukan para pemimpin akan memantul pada umat dan bangsa yang dipimpinnya. Ketika umat dan rakyat garang, keras, dan pemarah, maka boleh jadi pantulan dari gestur dan tampilan para pemimpinnya. Maka, betapa penting posisi dan peran pemimpin dalam meneladankan dan memandu umat serta bangsanya. Hadirlah sebagai para pemimpin yang mencerahkan umat dan bangsanya sejalan fitrah dan autentik.

Memajukan Kehidupan

Umat dan bangsa di negeri mana pun memerlukan teladan para pemimpin yang menjadikan kehidupannya makin baik, aman, damai, adil, makmur, bermartabat, berdaulat, dan berkemajuan utama. Cita-cita kehidupan umat dan bangsa yang selalu menjadi dambaan utama itu harus diwujudkan oleh para pemimpinnya bersama seluruh warga umat dan bangsa agar tidak berhenti dalam ranah ideal dan menjadi komodiasi lima tahunan para pengejar kursi kuasa.

Umat dan bangsa di negeri yang alamnya subur makmur ini masih diimpit banyak beban berat di punggungnya. Ratusan ribu hingga jutaan anak-anak negeri harus mengais nasib di luar negeri dengan segala beban dan derita hatta harus merenggang nyawa, meski banyak yang sukses tetaplah rindu rumah kampungnya sendiri.

Jika di negerinya sendiri terbuka lapangan kerja yang leluasa maka mereka tidaklah akan pergi mengadu nasib di negeri orang. Sementara anak-anak bangsa di Tanah Air harus mulai bersaing dengan tenaga asing yang berbondong-bondong membanjiri negeri ini dengan segala kemudahannya.

Umat dan bangsa ini masih tertinggal secara ekonomi, dari yang di bawah garis kemiskinan hingga ambang batas hidup yang pas-pasan. Jumlah mereka mayoritas tetapi rentan dalam kedhuafaan, dikalahkan oleh segelintir penduduk yang menguasai mayoritas aset dan kekayaan negeri nyaris tak terbatas tanpa kehadiran negara. Memang, umat dan rakyat di negeri ini pandai hidup prihatin dan tahan menderita, tetapi bukan berarti mereka nyaman dalam derita kemiskinannya.

Umat dan bangsa ini marginal secara sosial dan politik. Mereka memang mayoritas dan menjadi pendulang suara elite untuk takhta sosial dan politik yang menggiurkan. Akses mereka sebatas tangan sejengkal yang pendek, dikalahkan oleh tangan-tangan rakus yang berdiaspora ke seluruh sudut negeri dengan dukungan elite kuasa dan pemegang takhta yang tak memihak nasib rakyat dan negerinya kecuali diri dan kepentingannya.

Umat dan bangsa ini pun masih jauh tertinggal dalam banyak hal dari negeri-negeri jiran. Potensi anak-anak umat dan bangsa ini sungguh luar biasa, bahkan banyak yang berkarya kreatif luar biasa dan menang segala lomba di mancanegara.

Namun, negara dan para elitenya seolah tidak hadir secara nyata dan optimal untuk memotong mata rantai ketertinggalan menuju keunggulan karena disibukkan oleh segala ritual sosial dan politik yang tak berkesudahan. Demokrasi dan kontestanku politik hanya menjadi ajang paling atraktif bagi para petualang politik dan pemilik modal yang rakus dan nirkenegarawanan.

Lalu, bagaimana umat dan bangsa ini terbebas dari kedhuafaan, marginal, dan ketertinggalan guna meraih kemajuan dan keunggulan mengejar tetangganya yang bersebelahan manakala para elite dan pemimpinnya asyik-masyuk dalam pesona dan hiruk pikuk ritual sosial politik yang sarat beban berat? Apakah para elite dan pemimpin negeri itu sedang mempertaruhkan nasib umat dan bangsanya atau nasib dirinya? Hati jernih para pemimpin layak menjawab pertanyaan elementer ini, bukan lewat kata-kata dan retorika indah.

Para pemimpin itu sejatinya memiliki kemuliaan posisi dan peran dalam membawa nasib umat dan bangsanya menuju tangga kemajuan. Jangan biarkan nasib umat dan rakyat menjadi pertaruhan tak berguna dan tak bermakna di tengah kegaduhan politik yang disebar oleh para aktor yang haus kuasa dan takhta minus pertanggungjawaban moral politik nurani yang luhur.

Ketika kontestasi politik makin memanas dengan segala hasrat dan kepentingan para elite serta pemimpin yang tumpah ke segala arah, sesungguhnya umat dan bangsa ini tengah menanti jaminan ubahan nasib hidupnya ke tangga terbaik di pundak para pemimpinnya. Jangan biarkan mereka seolah menunggu godot! ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar