Bjorka dan Saatnya
Publik Menggugat Kebocoran Data Pribadi Opini Tempo : Redaktur Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 18
September 2022
HANYA keledai yang
terperosok dua kali ke dalam lubang yang sama. Faktanya, dalam kasus
kebocoran data, pemerintah bahkan berkali-kali terjerembap karena hal serupa.
Pemerintah tak mengambil pelajaran dari berbagai kejadian bocornya data
pribadi warganya. Karena kebebalan pemerintah, publiklah yang kemudian
menanggung akibatnya. Jutaan penduduk Indonesia
tak lagi punya privasi setelah data pribadi mereka beredar di dunia maya.
Tiada lagi rasa aman karena data tersebut bisa diakses siapa saja. Akibat
buruk lain, masyarakat kian rentan menjadi korban kejahatan siber. Kebocoran
data yang terus berulang tersebut mencerminkan kegagalan pemerintah
melindungi hak asasi warganya yang dijamin konstitusi. Sejak Januari hingga
September tahun ini, sedikitnya ada sembilan peristiwa kebocoran data. Dari
data pelanggan PLN hingga IndiHome, dari data peserta Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan hingga pemilih pada Pemilihan Umum 2014. Tiap kali
data bocor, pemerintah lepas tangan dengan menuding pengelola data sebagai
biang kerok lemahnya perlindungan. Bahwa data tersebut bocor
karena diretas, itu tak melepaskan pemerintah dari tanggung jawab. Peretas
tentu harus berhadapan dengan hukum karena telah membobol data dan
menyebarkannya. Namun pemerintah tetap berkewajiban mengawasi, mencegah, dan
menindak kebocoran data. Namun, pada serangkaian kasus kebocoran data
belakangan ini, pemerintah terkesan meremehkan masalah, sehingga menjadi
bulan-bulanan peretas semacam Bjorka. Pemerintah pun tak bergigi
berhadapan dengan para pengelola data. Pengelola data yang buruk seharusnya
dijatuhi sanksi karena tidak bisa melindungi data yang mereka kelola.
Kenyataannya, tiap kali data diduga bocor, investigasinya tak transparan.
Sanksinya, kalaupun ada, hanya terdengar lamat-lamat. Dalih Kementerian
Komunikasi dan Informatika bahwa belum ada Undang-Undang Perlindungan Data
Pribadi untuk menindak pengelola data yang ceroboh jelas mengada-ada. Meski
tak sekuat undang-undang, tatakan hukum untuk bertindak sudah tercantum dalam
Peraturan Pemerintah tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dan
Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik. Dalam aturan
tersebut, pemerintah bisa menjatuhkan sanksi administratif, dari teguran
hingga pencabutan izin. Ketegasan pemerintah teramat penting agar pengelola
memperbaiki sistem perlindungan data dan mencegah berulangnya kebocoran. Karena pemerintah tak
serius berbenah dan data pribadi terus-menerus merembes, kini saatnya pemilik
data menggugat secara perdata. Pengelola data yang buruk, baik korporasi
maupun instansi pemerintah, layak dituntut mengganti kerugian. Pemilik data
yang dirugikan bisa menggugat sendirian atau bersama-sama lewat class action. Masyarakat pun berhak
meminta pertanggungjawaban instansi pemerintah yang berwenang mengawasi
keamanan data dan mencegah kebocorannya. Gugatan juga bisa dilayangkan
kepada, di antaranya, Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan
Siber dan Sandi Negara yang tidak menjalankan kewenangan sebagaimana
mestinya. Abainya mereka jelas merupakan pembiaran yang merugikan publik. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar