Kamis, 07 Oktober 2021

 

Sejarah Sedang Ditulis

Budiman Tanuredjo  ;  Wartawan Senior Kompas

KOMPAS, 18 September 2021

 

 

                                                           

Perang melawan pandemi Covid-19 dan perang melawan endemi korupsi sedang berlangsung. Ibarat terowongan, sudah tampak titik terang dalam perang melawan Covid-19. Semua indikator mengarah ke hal yang lebih baik. Memang tidak boleh euforia dengan capaian penanganan Covid-19 karena kelalaian bisa menghancurkan semua capaian.

 

Sejarah sedang ditulis. Meskipun di awal terasa ada inkonsistensi, perang melawan pandemi yang dipimpin Presiden Joko Widodo mulai menunjukkan terang meski belum berderang. ”Panglima perang” lapangan, Luhut Pandjaitan dan Airlangga Hartarto, sedang menulis sejarah mengendalikan pandemi.

 

Luhut, untuk sementara waktu, bisa membuktikan pernyataannya, belum ada operasi yang dipimpinnya gagal. Semoga operasi menanggulangi pandemi berhasil dan bangsa ini bisa jadi bangsa pemenang.

 

Di balik itu, ada peranan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, yang menjalankan diplomasi guna mendapatkan akses vaksin global untuk kepentingan bangsa. Tahun 2022, Indonesia juga memegang tongkat estafet presidensi G-20. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang tanggap dengan prinsip challenge and response berhasil membawa Indonesia keluar dari krisis kesehatan. Budi menggandeng Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mempercepat vaksinasi.

 

Tak boleh lupa juga menyebut peran Menteri BUMN Erick Thohir. Peranan profesional bisa bergerak cepat—tanpa hambatan—birokrasi dan partai bersama mengendalikan Covid-19. Erick kadang mengambil langkah tak biasa membantu negeri menanggulangi Covid-19. Sejarah sedang ditulis sejumlah kepala daerah, Gubernur Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, yang daerahnya berdasarkan indeks pengendalian Covid-19 versi Litbang Kompas terus membaik.

 

Para tokoh itu sedang menulis sejarah bagaimana berperang melawan pandemi. Namun, ada sejarah Juliari Batubara yang justru mengutip dana bantuan sosial Covid-19 saat menjabat Menteri Sosial dan kemudian divonis 12 tahun penjara. Sejarah bisa positif, bisa juga negatif.

 

Dalam perang melawan korupsi, sejarah ditulis pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komisaris Jenderal Firli Bahuri bersama Alexander Marwata dan Nurul Ghufron. KPK bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Badan Kepegawaian Negara. Tak tampak peranan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam proses alih status pegawai KPK. Saat memimpin Mahkamah Konstitusi, komitmen Mahfud kepada KPK amat nyata. Mereka semua sedang menulis sejarah bagaimana pemberantas korupsi di KPK diberhentikan dengan alasan tidak lolos tes wawasan kebangsaan dalam alih status pegawai.

 

Di antara pegawai KPK itu, ada nama Ambarita Damanik. Pensiunan Polri yang masuk KPK sejak 2005, sempat terlibat sebagai satgas antibom—sebagai cikal bakal Densus 88—yang ikut menangani megakorupsi e-KTP dan ikut menangkap Ketua DPR Setyo Novanto. Ia juga menangani korupsi Bank Century, menangkap Samin Tan yang belakangan dibebaskan hakim, serta menangani korupsi izin ekspor benur Edhy Prabowo, bekas Menteri Kelautan.

 

Ada juga Andre Dedy Nainggolan, kepala satuan tugas yang membongkar korupsi Juliari Batubara. Ada nama Rieswin Rachwell, penyelidik yang berperan dalam sejumlah operasi tangkap tangan yang dipimpin ”Raja OTT” Harun Al Rasyid. Ada juga nama Benydictus Siumlala Martin Sumarno yang aktif di Wadah Pegawai KPK bersama Yudi Purnomo.

 

Penangkapan tersangka kasus korupsi Muhammad Nazaruddin di Bogota, Kolombia (2011); Nunun Nurbaeti di Bangkok, Thailand (2011); dan sejumlah tersangka lain di luar negeri tak bisa dilepaskan dari peran Giri Suprapdiono. Ada nama Novel Baswedan, yang wajahnya disiram air keras. Presiden Joko Widodo mengecam keras serangan itu. Presiden menilai penyerangan terhadap Novel sebagai tindakan brutal dan tak beradab. ”Jangan sampai orang-orang yang memiliki prinsip teguh seperti itu dilukai dengan cara yang tidak beradab. Kekerasan seperti ini tidak boleh terulang lagi,” kata Presiden (Kompas, 12/4/2017). Penyiram air keras baru ditangkap pada 2019 saat Bareskrim Polri dipimpin Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

 

Sebanyak 56 pegawai KPK yang ”disingkirkan” sedang menulis sejarah pemberantasan korupsi di negeri ini. Mereka disingkirkan karena tidak lulus tes wawasan kebangsaan yang menurut Komnas HAM disertai dengan pelanggaran HAM dan menurut Ombudsman RI diwarnai tindakan malaadministrasi. Telah menjadi sejarah ketika Presiden Jokowi mengatakan pada 17 Mei 2021, ”Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu maupun institusi KPK, dan tidak serta-merta dijadikan dasar memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes….”

 

Setelah terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung yang menyatakan aturan hukum dan peraturan KPK konstitusional, Firli, Alexander, dan Ghufron mengumumkan pemberhentian 56 pegawai KPK. Tak tampak ke publik peran Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango. Sementara ketidakmunculan Lily Pintauli Siregar di depan publik bisa dipahami karena Lili dijatuhi sanksi etik berat berupa potong gaji karena terbukti berkomunikasi dengan pihak berperkara di KPK.

 

Setelah pemecatan diumumkan, di depan pemimpin redaksi, Presiden Jokowi mengatakan, ”Jangan apa-apa ditarik ke Presiden. Ini adalah sopan santun ketatanegaraan. Saya harus hormati proses hukum yang berjalan.” Padahal, semalam sebelum pimpinan KPK mengumumkan pemecatan, ada pertemuan beberapa pegawai KPK dengan pejabat negeri ini. Ibarat kertas putih, sejarah sedang ditulis. Tiap aktor bisa menulis apa saja; sejarah memberantas korupsi atau sejarah pemberantasan pemberantas korupsi dan sejarah pengendalian pandemi. Semua akan terbuka pada saatnya karena kekuasaan itu tak akan abadi. ●

 

Sumber :  https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/09/18/sejarah-sedang-ditulis/

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar