Sabtu, 14 Agustus 2021

 

Mohammed bin Salman dan Gerakan Melawan Korupsi di Arab Saudi

Musthafa Abd Rahman ;  Wartawan Kompas di Kairo, Mesir

KOMPAS, 13 Agustus 2021

 

 

                                                           

Berita baik kembali bergulir dari Arab Saudi. Komisi Pemberantasan Korupsi di Arab Saudi atau Nazaha, Senin (9/8/2021), diberitakan menangkap 207 warga Arab Saudi dan warga asing yang berdomisili di negara itu dengan tuduhan terlibat korupsi. Dari 207 orang yang ditangkap itu, terdapat pejabat dari 11 kementerian, termasuk kementerian pertahanan dan dalam negeri.

 

Pihak Nazaha menegaskan, bukti perkara 207 oknum yang didakwa terlibat praktik suap-menyuap dan penyalahgunaan jabatan itu sedang dilimpahkan ke pengadilan untuk segera diproses.

 

Nazaha juga diberitakan sedang melakukan penyidikan terhadap 461 orang lainnya yang diduga terlibat korupsi. Nazaha sedang melakukan pemantauan dan pengawasan pula terhadap 878 oknum lain lagi.

 

Gerakan Nazaha dan sekaligus keberhasilannya menangkap 207 oknum koruptor tersebut menunjukkan bahwa aksi melawan korupsi di Arab Saudi ternyata terus dilakukan secara masif.

 

Sebelumnya, pada 17 Maret lalu, Nazaha menangkap 298 oknum pegawai negeri yang terlibat korupsi. Kemudian pada 13 April Nazaha juga menangkap 176 warga Arab Saudi dan warga asing di negara itu, termasuk pegawai di beberapa kementerian, dengan tuduhan terlibat korupsi. Pemerintah Arab Saudi memberi wewenang kepada kejaksaan untuk melarang seseorang bepergian keluar negeri selama dalam proses penyidikan terhadap oknum tersebut.

 

Seperti diketahui, aksi melawan korupsi merupakan bagian dari visi Arab Saudi 2030 yang digulirkan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) pada 2016 lalu. Maka, aksi pemberantasan korupsi di Arab Saudi adalah pertaruhan pribadi MBS.

 

Nazaha (semacam KPK-nya Arab Saudi), yang dibentuk pada 4 November 2017 melalui dekrit Raja Salman bin Abdel Aziz, dipimpin langsung oleh MBS. Tradisi pengumuman secara terbuka melalui media massa terkait kasus korupsi di Arab Saudi setelah digulirkannya visi Arab Saudi 2030 merupakan sebuah revolusi sosial dan budaya di negara itu.

 

Sebelumnya, kasus korupsi di negara itu sangat tertutup sehingga tidak pernah terdengar ada kasus korupsi di negara itu. Namun, setelah MBS menjabat putra mahkota pada Juni 2017 dan kekuasaan besar berada di tangannya, sehingga disebut raja secara de facto, segera terjadi semacam revolusi sosial, budaya, dan ekonomi di negara yang terdapat dua kota suci, Mekkah dan Madinah, itu.

 

MBS tampaknya meyakini, tanpa ada gerakan melawan korupsi secara masif di negaranya, maka visi Arab Saudi 2030 hanya berjalan di tempat dan bahkan bisa gagal. Keyakinan Putra Mahkota menunjukkan bahwa praktik korupsi di negara itu cukup masif yang merongrong uang negara dan bisa menghambat program pembangunan di negara itu.

 

Gebrakan pertama MBS yang menggegerkan dunia saat itu ialah ketika dilakukan penangkapan terhadap 11 pangeran, 4 menteri, dan puluhan mantan menteri pada November 2017. Di antara 11 pangeran tersebut termasuk jajaran elite keluarga besar Al Saud yang berkuasa di Arab Saudi, seperti dua saudara sepupu MBS, Pangeran Miteb bin Abdullah yang merupakan putra almarhum Raja Abdullah bin Abdel Aziz dan konglomerat Pangeran Alwaleed bin Talal.

 

Otoritas Saudi saat itu juga mengenakan tahanan rumah atas mantan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Nayef dan memblokir rekeningnya di sejumlah bank. MBS dan Nazaha kemudian membebaskan para pangeran yang ditahan itu dengan transaksi mereka membayar kompensasi sejumlah uang kepada negara.

 

Langkah berani MBS dengan penangkapan 11 pangeran saat itu yang notabene adalah keluarga dekatnya, merupakan pesan politik selain isu korupsi. Pesan politiknya ialah tidak ada seorang pun di Arab Saudi yang kebal hukum terkait isu korupsi. Siapa pun akan ditangkap, betapa pun tinggi kedudukan orang tersebut, jika terlibat praktik korupsi di Arab Saudi.

 

Elite pangeran sekelas Pangeran Miteb bin Abdullah yang mantan komandan pasukan elite Garda Nasional dan konglomerat kelas dunia Pangeran Alwaleed bin Talal saja bisa ditangkap, apalagi figur di bawahnya.

 

Singkat kata, pesan MBS ialah jangan main-main dengan perkara korupsi di Arab Saudi. Di mata MBS, korupsi adalah musuh besar laju masa depan pembangunan negara sesuai dengan visi Arab Saudi 2030.

 

Karena itu, korupsi adalah isu yang utama dan pertama diselesaikan oleh MBS setelah menjabat sebagai putra mahkota. Hanya lima bulan setelah menjabat putra mahkota, yakni pada Juni 2017, MBS langsung mengganyang kasus korupsi, yakni mulai bulan November 2017 dan dimulai dari kalangan elite (para pangeran). Ini juga MBS memberi pesan bahwa bersih dari korupsi adalah fondasi bagi kesuksesan visi Arab Saudi 2030.

 

Visi Arab Saudi 2030 butuh investasi asing besar-besaran yang sulit datang jika korupsi masih marak dan tidak ada transparansi. Visi Arab Saudi 2030 juga butuh proyek pembangunan besar-besaran di berbagai sektor, seperti pariwisata dan industri, yang butuh transpransi jika menginginkan hasil yang optimal.

 

Tantangan Arab Saudi masih berat untuk menyukseskan megaproyek visi 2030 itu. Pandemi Covid-19 berandil besar menghambat proyek tersebut. Pandemi selain melumpuhkan perekonomian Arab Saudi selama lebih dari satu tahun ini, juga menghambat masuknya investasi asing ke negara itu.

 

MBS pada 24 Januari 2021 menegaskan, Arab Saudi butuh sedikitnya dana investasi 1 triliun dollar AS dan menciptakan sebanyak 1,8 lapangan kerja hingga tahun 2025. Butuh investor asing masuk ke negara itu untuk mendapatkan dana sebesar itu.

 

Pemerintah Arab Saudi sudah meminta semua investor asing yang menanam investasinya di negara itu membuka kantor cabang di Riyadh atau kota lain dalam upaya menciptakan lapangan kerja bagi warga. Selama ini, investor asing yang menanam investasinya di Arab Saudi membuka kantor cabang di Dubai.

 

Arab Saudi juga membuka turis asing masuk ke negara itu mulai 1 Agustus lalu dan membuka kembali ibadah umrah hingga 2 juta anggota jemaah umrah per bulan mulai 9 Agustus. Hal itu dalam upaya menggerakkan kembali perekonomian.

 

Negara ini mengklaim, dalam kuartal pertama 2021 (Januari-Maret 2021),  ada peningkatan investasi baru sebanyak 36,2 persen dibandingkan pada kuartal pertama tahun 2020. Arab Saudi dalam kuartal pertama 2021 telah mengeluarkan 478 izin investasi baru di berbagai sektor.

 

Menurut laporan bank sentral Arab Saudi, investasi asing langsung pada 2020 mengalami peningkatan tertinggi selama 5 tahun terakhir ini, yakni mencapai nilai 5,5 miliar dollar AS. Negara ini dilaporkan sangat mengincar investasi asing di bidang kesehatan karena faktor pandemi Covid-19 yang menjadi tantangan terbesar negara itu saat ini dan masa mendatang.

 

Adapun kementerian keuangan Arab Saudi melaporkan, perekonomian negara itu mengalami pertumbuhan positif semester ini hingga bisa mengurangi defisit anggaran. Menurut laporan itu, pendapatan Arab Saudi dalam semester tahun 2021 ini naik 39 persen, hingga mencapai 120,5 miliar dollar AS, dan pengeluaran sebanyak 124 miliar dollar AS. Masih ada defisit anggan 4 miliar dollar AS, tetapi defisit itu turun 37 persen dibandingkan defisit semester pertama tahun 2020.

 

Semua tren positif dalam arus investasi dan pendapatan Arab Saudi pada semester pertama tahun 2021 itu bersamaan dengan aksi keras negara itu dalam memberantas korupsi agar citra negara semakin positif dan arus investasi semakin deras di masa mendatang. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar