Mohammed
bin Salman dan Gerakan Melawan Korupsi di Arab Saudi Musthafa Abd Rahman ; Wartawan Kompas di Kairo, Mesir |
KOMPAS, 13 Agustus 2021
Berita
baik kembali bergulir dari Arab Saudi. Komisi Pemberantasan Korupsi di Arab
Saudi atau Nazaha, Senin (9/8/2021), diberitakan menangkap 207 warga Arab
Saudi dan warga asing yang berdomisili di negara itu dengan tuduhan terlibat
korupsi. Dari 207 orang yang ditangkap itu, terdapat pejabat dari 11
kementerian, termasuk kementerian pertahanan dan dalam negeri. Pihak
Nazaha menegaskan, bukti perkara 207 oknum yang didakwa terlibat praktik
suap-menyuap dan penyalahgunaan jabatan itu sedang dilimpahkan ke pengadilan
untuk segera diproses. Nazaha
juga diberitakan sedang melakukan penyidikan terhadap 461 orang lainnya yang
diduga terlibat korupsi. Nazaha sedang melakukan pemantauan dan pengawasan
pula terhadap 878 oknum lain lagi. Gerakan
Nazaha dan sekaligus keberhasilannya menangkap 207 oknum koruptor tersebut
menunjukkan bahwa aksi melawan korupsi di Arab Saudi ternyata terus dilakukan
secara masif. Sebelumnya,
pada 17 Maret lalu, Nazaha menangkap 298 oknum pegawai negeri yang terlibat
korupsi. Kemudian pada 13 April Nazaha juga menangkap 176 warga Arab Saudi
dan warga asing di negara itu, termasuk pegawai di beberapa kementerian,
dengan tuduhan terlibat korupsi. Pemerintah Arab Saudi memberi wewenang
kepada kejaksaan untuk melarang seseorang bepergian keluar negeri selama
dalam proses penyidikan terhadap oknum tersebut. Seperti
diketahui, aksi melawan korupsi merupakan bagian dari visi Arab Saudi 2030
yang digulirkan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) pada 2016
lalu. Maka, aksi pemberantasan korupsi di Arab Saudi adalah pertaruhan
pribadi MBS. Nazaha
(semacam KPK-nya Arab Saudi), yang dibentuk pada 4 November 2017 melalui
dekrit Raja Salman bin Abdel Aziz, dipimpin langsung oleh MBS. Tradisi
pengumuman secara terbuka melalui media massa terkait kasus korupsi di Arab
Saudi setelah digulirkannya visi Arab Saudi 2030 merupakan sebuah revolusi
sosial dan budaya di negara itu. Sebelumnya,
kasus korupsi di negara itu sangat tertutup sehingga tidak pernah terdengar
ada kasus korupsi di negara itu. Namun, setelah MBS menjabat putra mahkota
pada Juni 2017 dan kekuasaan besar berada di tangannya, sehingga disebut raja
secara de facto, segera terjadi semacam revolusi sosial, budaya, dan ekonomi
di negara yang terdapat dua kota suci, Mekkah dan Madinah, itu. MBS
tampaknya meyakini, tanpa ada gerakan melawan korupsi secara masif di
negaranya, maka visi Arab Saudi 2030 hanya berjalan di tempat dan bahkan bisa
gagal. Keyakinan Putra Mahkota menunjukkan bahwa praktik korupsi di negara
itu cukup masif yang merongrong uang negara dan bisa menghambat program
pembangunan di negara itu. Gebrakan
pertama MBS yang menggegerkan dunia saat itu ialah ketika dilakukan
penangkapan terhadap 11 pangeran, 4 menteri, dan puluhan mantan menteri pada
November 2017. Di antara 11 pangeran tersebut termasuk jajaran elite keluarga
besar Al Saud yang berkuasa di Arab Saudi, seperti dua saudara sepupu MBS,
Pangeran Miteb bin Abdullah yang merupakan putra almarhum Raja Abdullah bin
Abdel Aziz dan konglomerat Pangeran Alwaleed bin Talal. Otoritas
Saudi saat itu juga mengenakan tahanan rumah atas mantan Putra Mahkota
Pangeran Mohammed bin Nayef dan memblokir rekeningnya di sejumlah bank. MBS
dan Nazaha kemudian membebaskan para pangeran yang ditahan itu dengan
transaksi mereka membayar kompensasi sejumlah uang kepada negara. Langkah
berani MBS dengan penangkapan 11 pangeran saat itu yang notabene adalah
keluarga dekatnya, merupakan pesan politik selain isu korupsi. Pesan
politiknya ialah tidak ada seorang pun di Arab Saudi yang kebal hukum terkait
isu korupsi. Siapa pun akan ditangkap, betapa pun tinggi kedudukan orang
tersebut, jika terlibat praktik korupsi di Arab Saudi. Elite
pangeran sekelas Pangeran Miteb bin Abdullah yang mantan komandan pasukan
elite Garda Nasional dan konglomerat kelas dunia Pangeran Alwaleed bin Talal
saja bisa ditangkap, apalagi figur di bawahnya. Singkat
kata, pesan MBS ialah jangan main-main dengan perkara korupsi di Arab Saudi.
Di mata MBS, korupsi adalah musuh besar laju masa depan pembangunan negara
sesuai dengan visi Arab Saudi 2030. Karena
itu, korupsi adalah isu yang utama dan pertama diselesaikan oleh MBS setelah
menjabat sebagai putra mahkota. Hanya lima bulan setelah menjabat putra
mahkota, yakni pada Juni 2017, MBS langsung mengganyang kasus korupsi, yakni
mulai bulan November 2017 dan dimulai dari kalangan elite (para pangeran).
Ini juga MBS memberi pesan bahwa bersih dari korupsi adalah fondasi bagi
kesuksesan visi Arab Saudi 2030. Visi
Arab Saudi 2030 butuh investasi asing besar-besaran yang sulit datang jika
korupsi masih marak dan tidak ada transparansi. Visi Arab Saudi 2030 juga
butuh proyek pembangunan besar-besaran di berbagai sektor, seperti pariwisata
dan industri, yang butuh transpransi jika menginginkan hasil yang optimal. Tantangan
Arab Saudi masih berat untuk menyukseskan megaproyek visi 2030 itu. Pandemi
Covid-19 berandil besar menghambat proyek tersebut. Pandemi selain
melumpuhkan perekonomian Arab Saudi selama lebih dari satu tahun ini, juga
menghambat masuknya investasi asing ke negara itu. MBS
pada 24 Januari 2021 menegaskan, Arab Saudi butuh sedikitnya dana investasi 1
triliun dollar AS dan menciptakan sebanyak 1,8 lapangan kerja hingga tahun
2025. Butuh investor asing masuk ke negara itu untuk mendapatkan dana sebesar
itu. Pemerintah
Arab Saudi sudah meminta semua investor asing yang menanam investasinya di
negara itu membuka kantor cabang di Riyadh atau kota lain dalam upaya
menciptakan lapangan kerja bagi warga. Selama ini, investor asing yang
menanam investasinya di Arab Saudi membuka kantor cabang di Dubai. Arab
Saudi juga membuka turis asing masuk ke negara itu mulai 1 Agustus lalu dan
membuka kembali ibadah umrah hingga 2 juta anggota jemaah umrah per bulan
mulai 9 Agustus. Hal itu dalam upaya menggerakkan kembali perekonomian. Negara
ini mengklaim, dalam kuartal pertama 2021 (Januari-Maret 2021), ada peningkatan investasi baru sebanyak
36,2 persen dibandingkan pada kuartal pertama tahun 2020. Arab Saudi dalam
kuartal pertama 2021 telah mengeluarkan 478 izin investasi baru di berbagai
sektor. Menurut
laporan bank sentral Arab Saudi, investasi asing langsung pada 2020 mengalami
peningkatan tertinggi selama 5 tahun terakhir ini, yakni mencapai nilai 5,5
miliar dollar AS. Negara ini dilaporkan sangat mengincar investasi asing di
bidang kesehatan karena faktor pandemi Covid-19 yang menjadi tantangan
terbesar negara itu saat ini dan masa mendatang. Adapun
kementerian keuangan Arab Saudi melaporkan, perekonomian negara itu mengalami
pertumbuhan positif semester ini hingga bisa mengurangi defisit anggaran.
Menurut laporan itu, pendapatan Arab Saudi dalam semester tahun 2021 ini naik
39 persen, hingga mencapai 120,5 miliar dollar AS, dan pengeluaran sebanyak
124 miliar dollar AS. Masih ada defisit anggan 4 miliar dollar AS, tetapi
defisit itu turun 37 persen dibandingkan defisit semester pertama tahun 2020. Semua
tren positif dalam arus investasi dan pendapatan Arab Saudi pada semester
pertama tahun 2021 itu bersamaan dengan aksi keras negara itu dalam
memberantas korupsi agar citra negara semakin positif dan arus investasi
semakin deras di masa mendatang. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar