Pandemi
dan Geliat Peradaban Bangsa Y Argo Twikromo ; Pengajar di Universitas Atma Jaya
Yogyakarta; Antropolog |
KOMPAS, 8 Agustus 2021
Pemberlakuan
pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM menjadi suatu keutamaan ketika
gelombang pandemi Covid-19 telah meningkat relatif tajam di berbagai wilayah
Nusantara. Jumlah warga yang terpapar dan meninggal telah meningkat, bahkan
benar-benar hadir secara dekat di lingkungan sebagian besar masyarakat. Dengan
demikian, kehadiran gelombang pandemi mulai dirasakan dan dialami semakin
jelas dan nyata dalam kehidupan bangsa ini. Kepedihan demi kepedihan silih
berganti semakin merasuk dalam hati sanubari setiap warga masyarakat. Sejak
awal masa pandemi, pembatasan berbagai aktivitas kehidupan masyarakat telah
menyapu segudang rencana dalam kehidupan bangsa. Namun setelah memasuki
pertengahan tahun kedua, pembatasan tersebut tidak menjadi semakin longgar,
bahkan semakin ketat dan benar-benar harus ditaati. Penerapan
peraturan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 terpaksa dilanjutkan dalam
kondisi karut-marutnya segala lini kehidupan bangsa. Negara juga harus
menggelontorkan dana sangat besar, tidak hanya untuk mengatasi pandemi
Covid-19, tetapi juga mengurangi beban kehidupan warga negara yang semakin
tidak menentu. Kreativitas
dan kecerdasan anak bangsa justru teruji dalam masa sulit semacam ini.
Berbagai kegiatan dan peristiwa untuk menghadapi pandemi melalui kebersamaan
muncul dari berbagai lapisan anak bangsa. Kepedulian
dan keprihatinan mendalam terhadap kehadiran pandemi cenderung membangkitkan
etika keselarasan para leluhur bangsa dalam menjalin relasi selaras antara
manusia dengan sesama, dengan alam, dengan Sang Pencipta, dan bahkan antarketiganya.
Padahal, nuansa keselarasan semacam ini relatif terabaikan dalam ingar
bingarnya modernitas dan perkembangan kehidupan global saat sebelum pandemi. Pembelajaran masa pandemi Pada
masa awal pandemi, masyarakat mengalami kebingungan, ketakutan, keresahan,
bahkan ketidakpercayaan terhadap keberadaan dan ancaman virus yang muncul
pertama kali di Wuhan, China, tersebut. Berbagai silang pendapat dan
interpretasi beragam cenderung mewarnai kehidupan bangsa ini, baik dalam
konteks kehidupan nyata maupun dunia maya. Bahkan sering kali berkelindan
dengan kepentingan sepihak dan kepentingan politik tertentu. Covid-19
merupakan jenis virus baru yang penularannya melalui mobilitas dan kontak
secara langsung atau dekat, serta belum diketemukan obatnya secara pasti.
Kondisi ketidakpastian, baik di tingkat lokal, regional, nasional, maupun
global, telah membuka ruang keresahan dan kepanikan dalam masyarakat. Kondisi
ini relatif rentan untuk tergiring dalam berbagai opini sesuai dengan
keinginan kelompok kepentingan tertentu sehingga mempunyai potensi kuat untuk
dapat dimanfaatkan dan dimobilisasi. Walaupun
terkadang justru mengancam keutuhan bangsa, sebagian masyarakat tanpa
berpikir panjang mendapatkan ruang untuk menyalurkan keresahan dan kepanikan,
bahkan tertuju pada sasaran yang sama sesuai kemauan kelompok kepentingan
tertentu. Strategi para aktor kelompok kepentingan tertentu dapat mengaburkan
sasaran utama yang dituju sehingga sering kali dibuat bertingkat dan
tersamar. Ketika
ideologi Pancasila menjadi sasaran utama (walaupun selalu disamarkan), maka
individu, lembaga, kegiatan, peristiwa, dan turunan-turunan lain sebagai
penopang kokoh keberadaan Pancasila terus digerogoti atau dijadikan sasaran
tembak antara dan bertingkat. Bahkan, model semacam ini sering kali dilakukan
melalui berbagai peristiwa sebelum masa pandemi. Dampak
dari peristiwa penggerogotan tersebut sering kali muncul dalam isu, seperti
intoleransi, kurang penghargaan terhadap perbedaan, keutuhan bangsa yang
terancam, dan radikalisme. Walaupun isu atau terminologi semacam itu sering
kali juga digunakan oleh kelompok kepentingan tersebut untuk menggilas mereka
yang dianggap berseberangan atau lawan, sesuai dengan logika kebenaran
sepihak dan dikemas agar menjadi opini atau kebenaran publik. Dalam
konteks berbeda, kehadiran pandemi juga telah membuka berbagai ruang
kecerdasan dan kreativitas anak bangsa. Walaupun belum dapat dipahami secara
jelas esensinya, terminologi lock down dan protokol kesehatan (prokes) juga
ditanggapi oleh masyarakat dengan upaya mengurangi kehadiran orang luar masuk
ke wilayah mereka sekaligus memunculkan berbagai kreativitas lokal
masing-masing masyarakat. Pandemi saat itu belum hadir secara nyata atau
dekat di lingkungan setempat. Sebagian besar masyarakat masih mendapatkan
informasi dari pemerintah, kenalan, dan media yang ada. Seiring
dengan perkembangan penyebaran Covid-19, masyarakat di setiap wilayah secara
berkelanjutan relatif mewarnai cara menghadapi pandemi ini dengan tata kelola
kehidupan bersama yang mengedepankan koridor keselarasan. Relasi selaras
antara manusia dengan sesama, dengan alam, dengan Sang Pencipta, dan bahkan
antar ketiganya menjadi esensi kehidupan bersama mereka. Berbagai
bentuk kebersamaan secara unik dan kreatif menjadi warna tersendiri di setiap
wilayah, seperti gotong royong dalam membantu sesama yang sedang terpapar
atau kesulitan kehidupan sosial-ekonomi, mengolah bahan lokal untuk menjaga
imun tubuh, doa bersama lintas agama. Kekuatan dan potensi sosial-budaya
lokal bangsa ini tanpa disadari tergali dalam masa pandemi ini untuk
disandingkan secara selaras dengan potensi yang berkembang saat ini. Keduanya
saling mengisi dan menopang kehidupan bersama secara lebih mandiri dalam
menghadapi kondisi yang belum menentu kapan akan berakhirnya. Berbagai
kepedulian anak bangsa dalam menopang keharmonisan kehidupan bersama pada
masa pandemi juga terwujud melalui berbagai kegiatan dan peristiwa yang
mengedepankan ketulusan hati. Dukungan secara mandiri terhadap bangsa dan
negara diwujudkan dalam bentuk seperti gotong royong digital, shelter untuk
warga yang kesulitan isolasi mandiri, pembuatan dan penyediaan peti mati,
memberi bantuan bahan makanan pokok lintas golongan, doa bersama lintas
agama, pengadaan vaksin massal, serta bentuk-bentuk kepedulian lain dalam
berbagai lini dan tingkatan masyarakat. Berbagai
bentuk kegiatan dan peristiwa tersebut justru semakin menumbuhkan etika
kehidupan selaras bangsa ini dan sekaligus menopang keberadaan Pancasila
sebagai Ideologi bangsa Indonesia. Upaya pemerintah dan masyarakat menjadi
saling bergayung sambut dalam menghadapi masa pandemi sekaligus memahami
bahwa keuangan negara akan semakin morat-marit tanpa dukungan dari warga
negara secara selaras dan tulus. Upaya untuk lepas dari pandemi tidak hanya tugas
dan tanggung jawab pemerintah saja, tetapi tanggung jawab semua warga negara,
bahkan warga dunia ini. Perlu
dipahami bahwa ketika masa pandemi sudah memasuki pertengahan tahun kedua,
maka masyarakat dalam menanggung beban kehidupan juga semakin berat dalam
PPKM yang tidak bisa untuk tidak diberlakukan. Pilihan yang sangat sulit bagi
pemerintah sehingga PPKM juga harus menjadi tanggung jawab bersama warga
negara. Berbagai
aktor atau kelompok yang merasa terganggu dengan keberadaan Pancasila sebagai
ideologi negara akan mendapatkan ruang untuk memanfaatkan situasi sekarang
ini. Beban sangat berat masyarakat dalam menghadapi kehidupan masa pandemi
yang panjang relatif berpotensi untuk dimanfaatkan ataupun dimobilisasi oleh
berbagai kelompok kepentingan. Peraturan dan keutuhan bangsa Prokes
yang saat awal masa pandemi diberlakukan secara internasional juga diterapkan
di Indonesia. Penerapan prokes tersebut terus disosialisasikan agar menjadi
kebiasaan baru dalam kehidupan di Indonesia. Sementara
pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan secara ketat dan longgar
berdasarkan situasi dan kondisi yang memungkinkan terjadinya proses
penyebaran virus tersebut. Dengan demikian, berbagai pertimbangan dalam
menentukan langkah secara tepat harus dilakukan dengan saksama dan bertahap. Keputusan
longgar-ketat (buka-tutup) dan bertahap sesuai konteks penyebaran Covid-19
bukan semata-mata merupakan keputusan tidak konsisten. Keputusan tersebut
justru dilakukan secara hati-hati dan saksama. Proses
pembelajaran kehidupan bagi anak bangsa menjadi bagian tak terpisahkan dari
proses yang terjadi dalam masa pandemi ini. Anak bangsa relatif terlibat
secara nyata dan ikut berproses dalam menghadapi keberadaan virus baru,
berbagai perbedaan interpretasi, beban berat kehidupan, serta proses dan
strategi dalam menggali berbagai potensi atau kreativitas lokal bangsa untuk
menghadapi dan mengatasi kehidupan ini. Ketika
kehadiran pandemi juga telah membuka berbagai ruang perbedaan interpretasi
secara relatif tajam, maka peraturan diterapkan, baik dalam konteks untuk
memutus rantai penyebaran Covid-19 maupun untuk tetap menjaga agar tidak
terjadi chaos dalam kehidupan masyarakat. Bahkan mengandung pembelajaran pada
masyarakat melalui kejadian-kejadian nyata sebagai dampak kepatuhan atau
tidaknya terhadap peraturan tersebut. Geliat peradaban baru bangsa Pembelajaran
masyarakat dalam menyandingkan dan memadukan etika kehidupan selaras dalam
berbagai tata kelola kehidupan di masa pandemi merupakan langkah relatif cerdas
dan kreatif. Masyarakat menjadi subyek dalam menghadirkan nuansa kebersamaan,
keharmonisan, kemanusiaan, penghargaan, ketulusan, dan kasih sayang dengan
sesama serta alam semesta ini. Kemandirian dan tanggung jawab untuk mengatasi
masalah bangsa tanpa memperlebar perbedaan ataupun dikotomi yang ada, bahkan
menggeser ambang batas tersebut secara selaras dan padu serasi sebagai
karakter khas para leluhur bangsa ini. Nuansa
keselarasan dan kemandirian yang melekat pada etika keselarasan bangsa justru
telah menggeliat pada masa kehidupan bangsa sedang mengalami masa sulit.
Embrio geliat peradaban baru bangsa ini dapat dijadikan pijakan untuk
membangun peradaban baru bangsa pasca masa pandemi berlalu. Kemajuan
bukan hanya sesuai dengan perkembangan global saja, melainkan pengelolaan
kemajuan perlu dipadukanserasikan dengan karakter (kebijaksanaan kehidupan
ataupun etika keselarasan) lokal bangsa. Dengan demikian, peradaban baru
bangsa Indonesia pascapandemi justru dapat menjadi contoh nyata sebagai suatu
kehidupan yang lebih mengedepankan keharmonisan bagi bangsa-bangsa lain di
dunia ini. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar