Kamis, 12 Agustus 2021

 

Menyoal Konsumsi dan ”Resesi” Ekonomi Masyarakat Bawah

Hendriyo Widi ;  Wartawan Kompas

KOMPAS,10 Agustus 2021

 

 

                                                           

Ekonomi Indonesia tumbuh 7,07 persen pada triwulan II-2021. Pada periode tersebut, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,93 persen. Namun benarkah sektor yang berkontribusi terhadap produk domestik bruto sebesar 57,23 persen ini telah membaik?

 

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada triwulan II-2021 karena merupakan perbandingan data secara tahunan dengan triwulan II-2020 yang minus 5,32 persen. Secara triwulanan atau dibandingkan dengan triwulan I-2021, ekonomi Indonesia tumbuh 3,31 persen.

 

Begitu pula konsumsi rumah tangga. Dilihat dari angka pertumbuhannya pada triwulan II-2021, konsumsi rumah tangga memang sudah kembali di kisaran 5 persen seperti sebelum pandemi Covid-19. Namun lagi-lagi jika dibandingkan secara tahunan dengan basis pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2020 yang tumbuh minus 5,32 persen, komponen ini tumbuh sangat signifikan. Secara triwulan, konsumsi rumah tangga ini tumbuh 1,27 persen.

 

Artinya, kinerja pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini memang mulai membaik. Namun perbaikan tersebut boleh dikata belum seperti sebelum pandemi Covid-19. Perbaikan konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2021 ini lebih didorong pembukaan mobilitas masyarakat yang sebelumnya diperketat saat arus mudik dan balik Lebaran dan saat kasus positif Covid-19 melonjak dua pekan seusai libur Lebaran.

 

Selain itu, pertumbuhan komponen tersebut ditopang juga oleh program insentif pajak yang digulirkan pemerintah untuk menggerakkan konsumsi masyarakat kelas menengah atas. Insentif tersebut berupa relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk pembelian rumah di bawah Rp 2 miliar.

 

Menarik menyimak data yang disajikan Badan Pusat Statistik dan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) terkait hal itu. Penjualan mobil pada triwulan II-2021 melesat 758,68 persen dibandingkan triwulan II-2020 dari tahun lalu 24.040 unit menjadi 206.440 unit. Adapun pertumbuhan penjualan properti pada periode waktu yang sama sebesar 20 persen.

 

Hal ini seiring dengan data pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha di sektor perdagangan yang tumbuh 9,44 persen secara tahunan pada triwulan II-2021. Khusus perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya, pertumbuhannya 37,88 persen secara tahunan. Pada periode sama 2019 atau sebelum pandemi, pertumbuhan perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya itu tumbuh 3,41 persen.

 

Sementara itu untuk konsumsi makanan dan minuman, sandang, bahkan kesehatan dan pendidikan masih tumbuh di kisaran 1-3,9 persen secara tahunan pada triwulan II-2021. Padahal pada periode sama 2019 atau sebelum pandemi, komponen-komponen konsumsi rumah tangga tersebut tumbuh di kisaran 5-6,65 persen. Pertumbuhan komponen-komponen itu juga ditopang oleh mobilitas, daya beli, dan konsumsi masyarakat pada Lebaran 2019 yang berlangsung pada 3-4 Juni.

 

Dengan begitu, perbandingan data tersebut lebih menunjukkan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2021 lebih ditopang oleh keberhasilan pemerintah menggerakkan konsumsi kelas menengah atas melalui insentif PPnBM dan PPN rumah. Namun di sisi lain, konsumsi masyarakat terhadap makanan-minuman, sandang, bahkan kesehatan dan pendidikan, masih belum membaik seperti sebelum pandemi.

 

“Resesi” kelas bawah

 

Kenapa hal ini bisa terjadi? Pertama, mobilitas masyarakat akibat lonjakan kasus Covid-19 masih benar-benar terbatas. Apalagi setelah munculnya sejumlah varian virus korona baru, sebagian besar masyarakat masih enggan bepergian.

 

Kedua, daya beli sebagian besar masyarakat, terutama kelas bawah, benar-benar tergerus, sehingga berpengaruh terhadap pola konsumsinya. Hal ini terjadi lantaran pendapatan masyarakat berkurang antara lain karena pemutusan hubungan kerja, pengurangan jam kerja, dan sepinya usaha. Per Februari 2021, jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 8,75 juta orang atau bertambah sebanyak 1,82 juta dibandingkan Februari 2020 yang sebanyak 6,93 juta orang.

 

BPS mencatat, rata-rata upah buruh, karyawan, dan pegawai pada Februari 2021 sebesar Rp 2,86 juta per bulan atau turun dari Februari 2020 yang sebesar Rp 2,911 juta per bulan. Dalam periode yang sama, rata-rata upah pekerja bebas di sektor pertanian juga turun dari Rp 1,070 juta menjadi Rp 1,031 juta.

 

Ketiga, seiring dengan penurunan pendapatan, beban ekonomi masyarakat selama 1,5 tahun lebih pandemi Covid-19, semakin berat. Masyarakat, terutama kelas bawah, tidak hanya menanggung biaya hidup, tetapi juga kesehatan dan pendidikan. Lonjakan harga obat-obatan yang terjadi belakangan ini turut membebani masyarakat.

 

Begitu juga di bidang pendidikan, beragam kebutuhan di tahun ajaran baru 2021/2022 cukup menguras dompet masyarakat yang pendapatannya turun atau bahkan kehilangan pendapatan. Selain itu, mereka yang menyekolahkan anaknya di sekolah swasta bahkan ada yang kesulitan membayar biaya sekolah bulanan, sehingga menunggak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, sepanjang Maret 2020 hingga Mei 2021, terdapat 34 pengaduan terkait dengan tunggakan biaya sekolah.

 

Tidak mengherankan jika salah satu komponen konsumsi rumah tangga di sektor kesehatan dan pendidikan pada triwulan ini pertumbuhannya masih rendah, yaitu 1,2 persen. Beda jauh dari periode sama 2020 dan 2019 yang pertumbuhannya masing-masing 2,02 persen dan 6,63 persen.

 

Oleh karena itu, di perjalanan sisa akhir tahun ini, pemerintah akan membutuhkan energi ekstra untuk mempertahankan mulai membaiknya pertumbuhan ekonomi, khususnya di sektor konsumsi rumah tangga. Perpanjangan insentif PPnBM dan PPN rumah masih dilanjutkan untuk terus menggerakkan masyarakat kelas menengah atas.

 

Namun, perlu dipikirkan pula masyarakat kelas bawah yang rentan sekali jatuh miskin. Mengingat pandemi sudah berlangsung lama, mungkin tidak cukup hanya sekadar memberikan bantalan melalui berbagai bantuan sosial. Hal ini perlu ditopang pula dengan program-program lain, termasuk salah satunya penyediaan lapangan pekerjaan sesuai janji pemerintah yang telah melahirkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

 

Indonesia memang telah mentas dari resesi ekonomi pada triwulan II-2021. Namun, tetap waspadai dan antisipasi berlanjutnya ”resesi” ekonomi yang tengah melanda masyarakat kelas bawah. Jika tidak bisa mengatasi laju ”resesi” ekonomi masyarakat kelas bawah, bisa jadi angka pengangguran dan kemiskinan akan kembali meningkat. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar