Menyoal
Konsumsi dan ”Resesi” Ekonomi Masyarakat Bawah Hendriyo Widi ; Wartawan Kompas |
KOMPAS,10 Agustus 2021
Ekonomi
Indonesia tumbuh 7,07 persen pada triwulan II-2021. Pada periode tersebut,
konsumsi rumah tangga tumbuh 5,93 persen. Namun benarkah sektor yang
berkontribusi terhadap produk domestik bruto sebesar 57,23 persen ini telah
membaik? Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi pada triwulan II-2021 karena merupakan perbandingan data
secara tahunan dengan triwulan II-2020 yang minus 5,32 persen. Secara
triwulanan atau dibandingkan dengan triwulan I-2021, ekonomi Indonesia tumbuh
3,31 persen. Begitu
pula konsumsi rumah tangga. Dilihat dari angka pertumbuhannya pada triwulan
II-2021, konsumsi rumah tangga memang sudah kembali di kisaran 5 persen
seperti sebelum pandemi Covid-19. Namun lagi-lagi jika dibandingkan secara
tahunan dengan basis pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2020
yang tumbuh minus 5,32 persen, komponen ini tumbuh sangat signifikan. Secara
triwulan, konsumsi rumah tangga ini tumbuh 1,27 persen. Artinya,
kinerja pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini memang mulai membaik. Namun
perbaikan tersebut boleh dikata belum seperti sebelum pandemi Covid-19.
Perbaikan konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2021 ini lebih didorong
pembukaan mobilitas masyarakat yang sebelumnya diperketat saat arus mudik dan
balik Lebaran dan saat kasus positif Covid-19 melonjak dua pekan seusai libur
Lebaran. Selain
itu, pertumbuhan komponen tersebut ditopang juga oleh program insentif pajak
yang digulirkan pemerintah untuk menggerakkan konsumsi masyarakat kelas
menengah atas. Insentif tersebut berupa relaksasi Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM) untuk mobil dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk pembelian
rumah di bawah Rp 2 miliar. Menarik
menyimak data yang disajikan Badan Pusat Statistik dan Institute for Development of Economics and Finance (Indef)
terkait hal itu. Penjualan mobil pada triwulan II-2021 melesat 758,68 persen
dibandingkan triwulan II-2020 dari tahun lalu 24.040 unit menjadi 206.440
unit. Adapun pertumbuhan penjualan properti pada periode waktu yang sama
sebesar 20 persen. Hal
ini seiring dengan data pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha di sektor
perdagangan yang tumbuh 9,44 persen secara tahunan pada triwulan II-2021.
Khusus perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya, pertumbuhannya 37,88
persen secara tahunan. Pada periode sama 2019 atau sebelum pandemi,
pertumbuhan perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya itu tumbuh 3,41
persen. Sementara
itu untuk konsumsi makanan dan minuman, sandang, bahkan kesehatan dan
pendidikan masih tumbuh di kisaran 1-3,9 persen secara tahunan pada triwulan
II-2021. Padahal pada periode sama 2019 atau sebelum pandemi,
komponen-komponen konsumsi rumah tangga tersebut tumbuh di kisaran 5-6,65
persen. Pertumbuhan komponen-komponen itu juga ditopang oleh mobilitas, daya
beli, dan konsumsi masyarakat pada Lebaran 2019 yang berlangsung pada 3-4
Juni. Dengan
begitu, perbandingan data tersebut lebih menunjukkan, pertumbuhan konsumsi
rumah tangga pada triwulan II-2021 lebih ditopang oleh keberhasilan
pemerintah menggerakkan konsumsi kelas menengah atas melalui insentif PPnBM
dan PPN rumah. Namun di sisi lain, konsumsi masyarakat terhadap
makanan-minuman, sandang, bahkan kesehatan dan pendidikan, masih belum
membaik seperti sebelum pandemi. “Resesi” kelas bawah Kenapa
hal ini bisa terjadi? Pertama, mobilitas masyarakat akibat lonjakan kasus
Covid-19 masih benar-benar terbatas. Apalagi setelah munculnya sejumlah
varian virus korona baru, sebagian besar masyarakat masih enggan bepergian. Kedua,
daya beli sebagian besar masyarakat, terutama kelas bawah, benar-benar
tergerus, sehingga berpengaruh terhadap pola konsumsinya. Hal ini terjadi
lantaran pendapatan masyarakat berkurang antara lain karena pemutusan
hubungan kerja, pengurangan jam kerja, dan sepinya usaha. Per Februari 2021,
jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 8,75 juta orang atau bertambah
sebanyak 1,82 juta dibandingkan Februari 2020 yang sebanyak 6,93 juta orang. BPS
mencatat, rata-rata upah buruh, karyawan, dan pegawai pada Februari 2021
sebesar Rp 2,86 juta per bulan atau turun dari Februari 2020 yang sebesar Rp
2,911 juta per bulan. Dalam periode yang sama, rata-rata upah pekerja bebas
di sektor pertanian juga turun dari Rp 1,070 juta menjadi Rp 1,031 juta. Ketiga,
seiring dengan penurunan pendapatan, beban ekonomi masyarakat selama 1,5
tahun lebih pandemi Covid-19, semakin berat. Masyarakat, terutama kelas
bawah, tidak hanya menanggung biaya hidup, tetapi juga kesehatan dan
pendidikan. Lonjakan harga obat-obatan yang terjadi belakangan ini turut
membebani masyarakat. Begitu
juga di bidang pendidikan, beragam kebutuhan di tahun ajaran baru 2021/2022
cukup menguras dompet masyarakat yang pendapatannya turun atau bahkan
kehilangan pendapatan. Selain itu, mereka yang menyekolahkan anaknya di
sekolah swasta bahkan ada yang kesulitan membayar biaya sekolah bulanan,
sehingga menunggak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat,
sepanjang Maret 2020 hingga Mei 2021, terdapat 34 pengaduan terkait dengan
tunggakan biaya sekolah. Tidak
mengherankan jika salah satu komponen konsumsi rumah tangga di sektor
kesehatan dan pendidikan pada triwulan ini pertumbuhannya masih rendah, yaitu
1,2 persen. Beda jauh dari periode sama 2020 dan 2019 yang pertumbuhannya
masing-masing 2,02 persen dan 6,63 persen. Oleh
karena itu, di perjalanan sisa akhir tahun ini, pemerintah akan membutuhkan
energi ekstra untuk mempertahankan mulai membaiknya pertumbuhan ekonomi,
khususnya di sektor konsumsi rumah tangga. Perpanjangan insentif PPnBM dan
PPN rumah masih dilanjutkan untuk terus menggerakkan masyarakat kelas
menengah atas. Namun,
perlu dipikirkan pula masyarakat kelas bawah yang rentan sekali jatuh miskin.
Mengingat pandemi sudah berlangsung lama, mungkin tidak cukup hanya sekadar
memberikan bantalan melalui berbagai bantuan sosial. Hal ini perlu ditopang
pula dengan program-program lain, termasuk salah satunya penyediaan lapangan
pekerjaan sesuai janji pemerintah yang telah melahirkan Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Indonesia
memang telah mentas dari resesi ekonomi pada triwulan II-2021. Namun, tetap
waspadai dan antisipasi berlanjutnya ”resesi” ekonomi yang tengah melanda
masyarakat kelas bawah. Jika tidak bisa mengatasi laju ”resesi” ekonomi
masyarakat kelas bawah, bisa jadi angka pengangguran dan kemiskinan akan
kembali meningkat. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar