Mensyukuri
Nikmat Kemerdekaan Fadel Muhammad ; Wakil Ketua MPR RI |
DETIKNEWS, 12
Agustus 2021
Untuk yang
kedua kalinya kita memperingati HUT Kemerdekaan RI dalam suasana tidak menyenangkan:
Pandemi COVID-19 masih merajalela dan merenggut begitu banyak korban. Bahkan
1-2 bulan menjelang perayaan HUT ke-76 RI, angka kasus terkonfirmasi positif
COVID-19 justru meningkat dan mencatatkan rekor. Kita boleh
masygul, namun ini adalah tantangan kita bersama, bentuk pembelajaran yang
maknanya harus kita perjuangkan terlebih dahulu karena tersembunyi di balik
semak-semak. Berat tetapi harus. Kita harus memperjuangkannya demi meraih
kemerdekaan baru dalam bentuk yang lain: sehat fisik dan rohani. Kita bisa
melihat pandemi ini dari kaca mata positif. Tidak berarti kita mengabaikan,
melainkan bijak menangkap maknanya. Allah SWT tentu sudah mengiringi bencana
ini dengan beragam makna, kekayaan lain yang seandainya kita mampu menggali
dan mengolahnya, bisa jadi harta yang tak ternilai. Ambil contoh
tren yang terjadi di dunia bisnis e-commerce. Sebelum pandemi, menurut Bank
Indonesia, nilai transaksi e-commerce Indonesia sekitar Rp 205,5 triliun
(tahun 2019). Namun tahun 2020, di tengah pandemi, nilainya melonjak menjadi
Rp 266,3 triliun. Ada kenaikan sebesar 30%. Ini kenaikan yang cukup tinggi
dan membuat ekonomi kita tidak benar-benar terpuruk. Ada penyangga yang
terbangun. Karena tren
tersebut pemerintah berani menargetkan nilai transaksi e-commerce Indonesia tahun 2021 mencapai Rp 337 triliun. Ini
menunjukkan ada nada optimis yang patut kita dukung. Kita pun memasuki dunia
yang berbeda karena transaksi online menjadi bagian sehari-hari masyarakat
Indonesia. Ini adalah cara kita berkelit dan mengambil manfaat dari situasi
sulit. Tidak mudah dan perlu kerja keras. Namun hasilnya luar biasa. Selain itu,
yang menikmati perkembangan ini tidak hanya kelas menengah ke atas, pandemi
memaksa kalangan masyarakat bawah pun belajar menggunakan transaksi e-commerce
melalui transaksi online yang simpel dan mempraktikkan cara komunikasi baru
berbasis internet. Bahkan anak-anak sekolah pun dari kelas satu SD sudah
belajar online yang mungkin akan sulit mendorongnya dalam suasana normal. Ini nikmat
yang mungkin tidak banyak yang menyadarinya. Allah SWT selalu menyisipkan
kenikmatan di tengah kesulitan. Allah Maha Baik. Nikmat dan karunia Allah
yang diberikan kepada manusia amat luas, seperti nikmat iman, kesehatan,
rizki, dan berbagai nikmat lain yang tidak mungkin dapat dihitung secara
matematis. وَإِن
تَعُدُّواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ "Dan jika
kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya" (QS.
Ibrahim, 14: 34). Kenikmatan
lain yang kita rengkuh kembali setelah sekian lama dianggap hilang adalah
semangat gotong-royong. Ada di antara warga yang terkena COVID-19 dan harus
melakukan isolasi mandiri (isoman), para tetangga bergotong-royong membantu
memenuhi kebutuhan kehidupannya. Keluarga
korban yang isoman dianjurkan untuk tidak keluar rumah agar tidak menulari
orang lain sehingga susah untuk masak. Lalu untuk memenuhi kebutuhannya para
tetangga memberinya makanan tiga kali sehari, membantu memberikan obat-obatan
suplemen untuk membantu penyembuhannya. Makanan digantung di pagar dan
sebagainya. Ternyata pandemi ini telah mempersatukan kita kembali. Jadi, kita
bisa tetap bersyukur dalam suasana sulit pandemi. Mensyukuri nikmat Allah
yang dikaruniakan kepada kita merupakan aktivitas yang sangat terpuji.
Manusia atau bangsa yang pandai bersyukur akan memperoleh nikmat dengan
karunia yang berlipat ganda. Sebaliknya bila kelompok umat manusia atau suatu
bangsa tidak pandai mensyukuri, akan menderita kerugian dan kerusakan. Karena itu,
inilah saatnya kita menikmati kemerdekaan dengan cara berbeda. Kita kini
dalam situasi yang penuh rasa persatuan. Dalam menghadapi pandemi, kita
bersatu karena musuh kita satu: Corona. Cara mengalahkannya adalah dengan
cara tertib dan disiplin menjalankan protokol kesehatan dan tetap menjaga
persatuan. Kita memang
diminta menutup mulut dengan masker, mungkin itu adalah isyarat agar kita
makin bijak bicara. Kita diminta sering-sering mencuci tangan, karena tangan
adalah anggota badan yang paling sering bersentuhan dengan hal-hal yang
kadang bukan hak kita. Kita diminta menjaga jarak, mungkin itu adalah isyarat
agar kita mampu melihat perbedaan dengan cara yang lebih sehat. Kita adalah
bangsa yang diberi kenikmatan berbeda dibanding bangsa-bangsa lain di dunia,
yakni memiliki keragaman suku yang terkaya di dunia. Perbedaan itu adalah
bibit persatuan, kekayaan yang tak ternilai. Allah SWT
berpesan يَٰٓأَيُّهَا
ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا
وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ
إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ "Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakanmu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikanmu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antaramu di
sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antaramu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al-Hujurat, 49: 13). Mari kita
rayakan HUT Kemerdekaan ke-76 RI ini dengan semangat persatuan yang tinggi.
Corona boleh mengganggu, tapi kita makin padu. Corona boleh
merenggut banyak orang, tapi kita mampu menumbuhkan makna kehidupan lebih
baik: lebih bijak bicara, pintar menjaga kesehatan (lahir dan batin), dan
pandai menjaga jarak sehingga makin paham mana yang hak dan mana yang bukan. Dirgahayu ke-76 RI. Merdeka! ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar