Kepak
Sayap Menggebrak Opini Khalayak Rahmat Sahid ; Direktur Politik Sudut Demokrasi Riset dan
Analisis (SUDRA) dan Mahasiswa Magister Komunikasi Politik Universitas Mercu
Buana, Jakarta |
DETIKNEWS, 9
Agustus 2021
Pemasangan baliho politik
yang tersebar di seantero nusantara sudah terbiasa menjadi pemandangan umum
di Indonesia, yang tidak hanya terjadi di tahun politik jelang pelaksanaan
pemilihan umum (Pemilu) atau pemilihan presiden/wakil presiden (Pilpres). Ada
sekian banyak contoh baliho politik yang menampilkan wajah tokoh partai,
seperti Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dengan tagline 'Kerja
untuk Indonesia', Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Abdul Muhaimin Iskandar
dengan tagline 'Padamu Negeri Kami Berbakti', dan baliho Ketua Umum Partai
Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dengan tagline 'SIAP. Tidak hanya tokoh
partai politik, sekelas artis komedian Andre Taulany saja balihonya banyak
terpampang di DKI Jakarta dengan tagline 'Siap Menjadi Wakil Rakyat'. Namun, pemasangan baliho
politik sebagai bentuk pesan dalam komunikasi politik, baru heboh ketika
kader/pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) secara serentak
memasang baliho yang menampilkan wajah Ketua DPR RI Puan Maharani dengan
tagline 'Kepak Sayap Kebinekaan'. Tidak berlebihan untuk menilai bahwa 'kepak
sayap' Puan Maharani telah berhasil menggebrak opini khalayak. Kenapa pemasangan baliho
Puan Maharani jadi pemicu perbincangan hangat, khususnya di era new media,
baik itu di media online mainstream dan jagat sosial media seperti Facebook,
Twitter, Instagram, hingga YouTube? Ada sekian faktor dan
variable kenapa baliho Puan punya feedback atau respons komunikasi dari
khalayak yang begitu tinggi. Sebagai komunikator dan
aktor politik, dari sisi target internal partai, pesan tersebut menjadi
semacam political declaration yang bisa menghegemoni opini di akar rumput
PDI-P terkait peta politik di Pilpres 2024. Dari sisi target eksternal, pesan
komunikasi itu bisa dimaknai sebagai positioning, yang dalam marketing
politik disebut sebagai upaya untuk menanamkan kesan di benak khalayak. Pesan yang berusaha
ditanamkan dalam konteks ini ada dua. Pertama secara politik untuk
menunjukkan posisi PDI-P di Pilpres 2024. Kedua adalah soal kebinekaan, suatu
prinsip mendasar yang merupakan intisari dari kehidupan berbangsa dan
bernegara di bawah kepakan sayap Burung Garuda sebagai lambang dasar negara
kita yaitu Pancasila. Bobot
Puan sebagai Komunikator Politik Puan sebagai Ketua DPR RI
adalah tokoh nasional yang punya bobot politik tinggi sebagai komunikator
politik. Apalagi, ia merupakan Ketua DPP PDI-P, putri dari presiden kelima
Indonesia yang juga Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri, dan almarhum Ketua
MPR, Taufiq Kiemas, serta cucu dari proklamator kemerdekaan Indonesia,
Sukarno. Dengan label yang melekat
pada sosoknya itu, Puan sebagai komunikator politik bahkan bisa masuk dalam
kategori individual source (bentuk individu) sekaligus collective source
(kelompok). Sebagai individual source dalam posisinya Ketua DPR, Puan juga
sekaligus pesan komunikasinya bisa dianggap merepresentasikan kelembagaan
yang dipimpinnya. Sebagai individual
source dalam posisinya politisi, ia juga merepresentasikan collective source sebagai pimpinan
PDI-P. Soal apa dan bagaimana
pesan komunikasi yang terkandung dalam baliho politik Puan Maharani, tentu
itu bagian dari strategi komunikasi politiknya. Sebagaimana pendapat Sanders
dan Kaid dalam karyanya, 'Political Communication,
Theory and Research: An Overview 1976 -1977', bahwa komunikasi politik
harus intentionally persuasive dengan memproduksi suatu pesan komunikasi
sedemikian rupa agar bisa meyakinkan khalayak. Maka komunikasi politik
melalui baliho itu pastilah memiliki keinginan politik tertentu yang berusaha
untuk dicapai. Namun, sebagai komunikator
politik, Puan juga tentu tidak hanya menyapa khalayak melalui baliho. Bahkan,
bisa jadi itu hanya setitik di antara sebelanga kerja nyata pesan komunikasi
politik Puan Maharani, baik sebagai komunikator politik yang
merepresentasikan PDI-P maupun dalam posisinya sebagai Ketua DPR RI. Pesan-pesan
Komunikasi Politik Puan Terlepas dari adanya
negatif atau positif penerimaan publik dalam menyikapi baliho politik itu,
Puan tentu punya argumen komunikasi politik baik verbal berupa
pernyataan-pernyataan politik maupun nonverbal berupa kerja-kerja nyata,
seperti ketika turun langsung ke Surabaya (Jawa Timur) menyerahkan 30.000
dosis vaksin dan Solo (Jawa Tengah) dengan membawa 20.000 dosis vaksin untuk
membantu percepatan program vaksinasi, serta pemberian bantuan bantuan
pendidikan kepada Alviano Daffa Raharja, anak berusia delapan tahun yang
kehilangan kedua orang tuanya karena keganasan COVID-19. Demikian juga dengan pesan
komunikasi politik dalam bentuk kebijakan-kebijakan DPR yang berefek pada
peningkatan kepercayaan publik. Sebagaimana potret persepsi publik yang
dilakukan Lembaga Survei Survei Indonesia (LSI), kepercayaan publik terhadap
DPR terus mengalami peningkatan di bawah kepemimpinan Puan Maharani. Pada
Oktober 2019, kepercayaan publik terhadap lembaga DPR hanya 40%, naik
signifikan pada Januari 2021 menjadi 71%. Tanpa menegasikan adanya
beberapa keputusan DPR yang mendapatkan respon negatif dari publik seperti
dalam hal pengesahan RUU KPK dan RUU Cipta Kerja, nyatanya berdasarkan hasil
survei LSI, tingkat kepuasan publik terhadap DPR terus mengalami kenaikan, di
bawah kepemimpinan Puan Maharani. Capaian peningkatan
kepercayaan publik tersebut sejalan dengan hakikat komunikasi politik yang
pada dasarnya memiliki hubungan erat dengan strategi pemasaran politik.
Artinya, sebuah komunikasi politik yang efektif dan tepat sangat menentukan
dalam upaya untuk pencapaian tujuan, yakni mendapatkan citra politik, opini
publik, dan peningkatan partisipasi publik. Karena harus diakui, di
era konvergensi media dan keterbukaan informasi, maka persaingan politik juga
semakin dinamis, sehingga sangat diperlukan strategi pemasaran politik yang
tepat, dalam hal untuk menciptakan citra politik dan opini publik yang
positif bagi DPR sehingga kepercayaan publik akan semakin meningkat seiring
meningkatnya partisipasi publik. Penguat lainnya, posisi
Puan Maharani yang melekat sebagai komunikator politik PDI-P juga mendapatkan
insentif politik dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari citra positif
partai dengan berbagai pesan komunikasi politik melalui program pro rakyat
dan populis yang dilakukan cukup intensif. Misalnya program Gerakan Menanam
Pohon dan Bersihkan Waduk, Program Ciliwung Bersih, dan lain sebagainya. Dengan demikian, baliho
politik yang menampilkan wajah Puan Maharani, memang bisa dikatakan hanya
setitik di antara sebelanga pesan komunikasi politik yang sudah dilakukan
cucu Bung karno itu, baik dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPR RI maupun
Ketua DPP PDI-P. Karenanya, mempermasalahkan pemasangan baliho tersebut
menjadi tidak relevan, terlebih jika diskursusnya masuk pada ranah di mana
pemasangan baliho itu dilakukan dengan gotong royong kader atau pengurus di semua
tingkatan, bukan anggaran negara yang dimanfaatkan untuk kampanye terselubung
berkat jabatan publik yang melekat pada dirinya. Puan
sebagai Aktor Politik Puan Maharani merupakan
salah satu aktor politik, baik dalam konteks aktor politik di internal PDI-P
maupun aktor politik sebagai bagian dari pejabat negara yang punya otoritas
dan legalitas pengambilan kebijakan-kebijakan publik. Dengan posisinya itu,
ia tidak lepas dari kepentingan politik sekaligus tidak bisa melepaskan diri
dari kontestasi politik dalam hal membangun citra politik dan opini publik. Konsekuensi politiknya,
sebagai aktor politik ia akan selalu dilekati dengan opini dan penilaian
publik, baik yang sifatnya pro maupun kontra. Public opinion itu juga tidak
lepas dari kepentingan politik, mengingat di dalam dunia politik terdapat
strategi dan kemasan komunikasi dari para aktor politik yang saling
memperebutkan citra politik dan opini publik yang positif. Dengan demikian, sebagai
aktor dan juga komunikator politik, Puan Maharani dan PDI-P melalui baliho
'Kepak Sayap Kebhinekaan' tidak perlu risau dengan adanya setting opinion
bernarasi negatif. Demikian juga argumentasi bluffing dengan justifikasi
tanpa data bahwa komunikasi politik melalui baliho adalah strategi usang yang
tidak efektif meningkatkan tingkat keterpilihan. Perdebatan mengenai
positif atau negatif penerimaan publik, tidak cukup dengan narasi karena
sudah masuk ranah kuantitatif yang membutuhkan data dan angka melalui
instrument ilmiah seperti survei opini publik. Apalagi, sejauh ini
berdasarkan hasil monitoring Drone Emprit (sistem monitoring percakapan di
platform online berdasarkan big data) pada 7 Juli-7 Agustus 2021, percakapan
soal baliho Puan Maharani di berita online dan media sosial telah mendongkrak
popularitas mantan Menko PMK tersebut. Berdasarkan data Drone
Emprit, dari sejumlah tokoh politik yang memasang baliho, justru hanya Puan
yang popularitas atau eksposurnya (share of voices) di berita online dan
Twitter berada di urutan empat besar, yakni Anies baswedan (43% berita
online-50% Twitter), Ganjar Pranowo (25%-27%), Ridwan Kamil (19%-12%), dan
Puan Maharani (13%-12%). Efek positif lain yang
tidak memerlukan pembuktian kuantitatif dari komunikasi politik melalui
baliho Puan Maharani adalah bahwa di internal PDI-P sebagai satu-satunya
partai yang saat ini telah memegang tiket atau syarat pencalonan berupa 128
kursi di DPR RI (lebih dari syarat minimal 20%) mempunyai alternatif calon
yang bisa diusung di Pilpres 2024 nanti. Posisi dan konteks itulah
yang membuat wajar kenapa baliho 'Kepak Sayap Kebhinekaan' Puan Maharani
begitu hangat menjadi perbincangan, bahkan bisa dikatakan 'Kepak Sayap
Kebhinekaan' berhasil menggebrak opini khalayak. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar