Rabu, 18 Agustus 2021

 

Bung Karno dan Kisah di Balik Lukisan Gatotkaca, Pergiwa, Pergiwati

Guntur Soekarnoputra ;  Pemerhati Sosial

KOMPAS, 14 Agustus 2021

 

 

                                                           

Melihat ilustrasi sebuah lukisan koleksi Bung Karno di harian Kompas saya jadi ingat bagaimana proses lukisan tersebut dibuat. Lukisan tersebut menggambarkan pahlawan Pandawa, Gatotkaca, sedang terbang dan menjulurkan tangan menggapai Pergiwa dan Pergiwati untuk dibawa terbang ke angkasa. Sebagaimana cerita dalam wayang Purwa, Gatotkaca kemudian mempersunting Pergiwa dan Pergiwati untuk menjadi istrinya.

 

Dalam Mahabharata, versi India (versi asli), tidak dikemukakan adanya istri-istri Gatotkaca. Bung Karno mendapatkan ide untuk membuat lukisan tersebut karena di era tahun 1950-an setiap perayaan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, malam harinya selalu diadakan malam kesenian yang menyuguhkan tarian-tarian dari daerah-daerah.

 

Untuk daerah Jawa Tengah, khususnya Kota Solo, biasanya disuguhkan tarian Gatotkaca dan Pergiwa yang penarinya adalah seorang maestro tari Gatotkaca dari Sriwedari Solo bernama Rusman sebagai Gatotkaca dan istrinya, Darsi, sebagai Pergiwa. Raksasa (buto) lawan Gatotkaca diperankan Surono. Mereka adalah seniman-seniman tari dari Solo yang menjadi kesayangan Bung Karno. Saya juga pernah berguru tarian Gatotkaca selama sekitar satu tahun kepada Rusman yang didatangkan secara khusus dari Solo ke Istana Merdeka untuk melatih saya.

 

Dari hal tersebut di atas, Bung Karno mendapat inspirasi untuk membuat sebuah lukisan berukuran besar, Gatotkaca sedang terbang menggapai Pergiwa dan Pergiwati, yang dilukis oleh Dullah sekitar tahun 1956.

 

Bung Karno saat itu benar-benar mengikuti setiap tahap Dullah melukis lukisan tersebut. Sebagaimana biasanya, pelukis Dullah selalu memerlukan model apabila harus melukis figur manusia. Setelah berembuk dengan Dullah, Bung Karno menentukan salah satu staf protokol Istana Merdeka yang juga anggota Detasemen Kawal Pribadi dari kesatuan Brimob sekaligus Ketua Tim Paskibraka ketika itu, bernama Prihatin, untuk menjadi model Gatotkaca. Sedangkan untuk Pergiwa dan Pergiwati diambil model dari dua karyawati Sekretariat Negara. Terus terang saya lupa namanya. Adapun lukisan dibuat di atas kanvas berukuran sekitar 2 meter x 1,5  meter.

 

Dullah melukis lukisan tersebut di hall (aula) Istana Merdeka tempat sidang-sidang kabinet dilakukan hampir setiap hari dari pukul 09.00 sampai dengan makan siang dan dilanjutkan sampai sore hari, dengan model-model tadi, di bawah pengawasan langsung Bung Karno.

 

Apabila sedang tidak ada tugas-tugas sekolah, saya kadang-kadang diminta membantu mencampur cat-cat merek Rembrandt sesuai dengan warna yang dikehendaki Bung Karno. Setelah bekerja selama dua bulan sejak tahap sketsa sampai dengan sentuhan akhir, jadilah sebuah lukisan Gatotkaca, Pergiwa, dan Pergiwati.

 

Setelah lukisan selesai dan cat sudah benar-benar kering, lukisan yang sudah dibingkai tadi kemudian oleh Bung Karno diinstruksikan agar digantung di tengah dinding sebelah kiri di aula Istana Merdeka.

 

Posisi lukisan di era reformasi

 

Ketika Indonesia diserang oleh ”agresi” setan siluman Covid- 19 tahun 2020 pada 8 Februari 2021 saya berkesempatan  bertemu Presiden Joko Widodo untuk membicarakan beberapa hal. Setelah selesai pertemuan, saya sempatkan untuk ”melongok” beberapa ruangan di Istana Merdeka, antara lain hall tempat Bung Karno memimpin sidang-sidang kabinet. Ternyata dinding sebelah kiri, di mana dahulu tergantung lukisan Gatotkaca, Pergiwa, dan Pergiwati karya Dullah, telah kosong tanpa lukisan. Sayang saya tidak sempat bertanya kepada Presiden di mana saat ini lukisan tersebut kini digantungkan.

 

Penempatan lukisan tadi tidak dapat di sembarang dinding mengingat besarnya lukisan tersebut. Menurut hemat saya, lukisan tadi hanya dapat ditempatkan di Istana Bogor atau Istana Cipanas yang mempunyai dinding yang luas ukurannya. Saya berharap mudah-mudahan lukisan tersebut tetap digantungkan di dinding istana dan jangan masuk gudang.

 

Ada juga kekhawatiran saya jangan-jangan lukisan tersebut di era Orde Baru ”dipinjamkan” kepada para petinggi Orde Baru, seperti beberapa lukisan koleksi Bung Karno lainnya yang kini raib. Lukisan tersebut merupakan salah satu lukisan karya Dullah yang sifatnya spektakuler dan monumental, dan menjadi salah satu kesayangan Bung Karno dari 3.000 koleksi lukisan yang lain. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar