Bahaisme Faisal Ismail ; Guru Besar Pascasarjana FIAI Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta |
SINDONEWS, 13
Agustus 2021
BAHAISME tidak
dapat dipisahkan dari sejarah Babisme di Iran. Babisme adalah paham yang
dicetuskan oleh Sayyid Ali Muhammad yang lahir di Syiraz, Iran, pada 20
Oktober 1819. Pada usia 24 tahun, Ali Muhammad mendeklarasikan dirinya
sebagai Bab (Pintu), yang setiap orang harus melaluinya untuk mencapai hikmah
dan nilai-nilai kebenaran tentang Imam Keduabelas (Imam Mahdi). Ali Muhammad
tidak saja mengklaim dirinya sebagai Bab, bahkan pada 1848 dia mengklaim
dirinya sebagai Imam Mahdi yang telah kembali dan membawa wahyu baru yang
menggantikan ajaran Islam yang terkandung dalam Alqur’an dan Sunnah Nabi. Klaim Bab
bahwa dirinya adalah Iman Mahdi tidak bisa diterima oleh pemerintah dan
mayoritas rakyat Iran yang menganut doktrin Syi'ah Itsna Asyariyah (Syi’ah
Duabelas Imam) sebagai paham resmi keagamaan. Pemerintah dan mayoritas rakyat
Iran meyakini bahwa Muhammad Al-Mahdi (Imam yang Keduabelas) adalah Imam
Mahdi sejati. Muhammad Al-Mahdi sejak 329 H/941 M diyakini memasuki okultasi
besar dan akan kembali ke dunia pada akhir zaman sebagai Imam Mahdi dengan
tugas menegakkan keadilan dan ketertiban. Begitu juga klaim Bab bahwa siklus
kenabian masih berlanjut dengan misinya dan penetapan kiblat baru ke arah
kediamannya tidak dapat diterima pula oleh pemerintah dan mayoritas rakyat
Iran yang meyakini –sebagaimana keyakinan kaum Muslim Sunni– kenabian telah
berakhir dengan diutusnya Nabi Muhammad dan penetapan Ka'bah sebagai kiblat
umat Islam. Merasa sangat cemas dengan pengaruh Bab yang semakin luas,
pemerintah Iran mengambil tindakan keras dengan mengeksekusi mati Bab pada 10
Juli 1850. Dari
1848-1853, kaum Babis memberontak terhadap pemerintah Iran di kota Mazandaran
(Oktober 1848-Mei 1849), di Nayriz (Mei-Juni 1850 dan Oktober-Desember 1853),
di Zanjan (Mei 1850-Januari 1851) dan di Teheran (1850). Semua pemberontakan
ini ditumpas oleh pasukan pemerintah Iran dengan menggunakan kekerasan
senjata, akibatnya banyak kaum Babis yang tewas. Pasca-eksekusi mati Bab dan
pascapemberontakan, kaum Babis terlibat konflik internal, akibatnya mereka
terpecah menjadi dua golongan, yaitu kaum Bahais dan kaum Azalis. Kaum Azalis
dipimpin oleh Subhi Azal (saudara tiri Bahaullah) dan kelompok Bahais yang
dipimpin oleh Bahaullah. Dari Babisme
ke Bahaisme Nama asli
Bahaullah adalah Mirza Husain Ali, dilahirkan pada 12 Nopember 1817 di
Teheran. Ketika Bab mendeklarasikan misinya pada 1844, Mirza Husain Ali
sangat mendukung misi Bab. Tidak seperti kebanyakan pemberontak kaum Babis
lainnya yang dijatuhi hukuman mati, Mirza Husain Ali dibebaskan oleh
pemerintah Iran dengan syarat harus meninggalkan Iran. Pada 1853, Mirza
Husain Ali meninggalkan Iran dan hidup dalam pengasingan di Baghdad bersama
keluarganya. Syah Iran mendesak penguasa Turki untuk memerintahkan Mirza
Husain Ali agar pindah lebih jauh dari perbatasan Iran. Dia pun pindah ke
Konstantinopel lalu ke Edirne pada 1863. Mirza Husain
Ali mendeklarasikan dirinya sebagai Bahaullah (Sang Wajah Kebesaran Tuhan)
yang menurut dia kedatangannya telah diramalkan oleh Bab sebelumnya. Di pihak
lain saudara tirinya, Subhi Azal, menolak klaim kepemimpinan Bahaullah,
akibatnya terjadi konflik sengit antara keduanya. Karena dikhawatirkan
menimbulkan gangguan terhadap stabilitas keamanan, pemerintah Turki mengusir
kaum Bahais ke Akka dan kelompok Azalis ke Famagusta di Cyprus. Kemudisn
Bahaullah pindah lagi ke Mazra'a dan di tempat ini dia menulis "Kitab
Aqdas" (Kitab Paling Suci) yang berisi paham kepercayaannya. Dia
kemudian pindah ke Bahji dan di kota ini dia meninggal dunia pada 29 Mei
1892. Pasca kematian
Bahaullah, mayoritas kaum Bahais mengakui Abbas Effendi (terkenal dengan nama
Abdul Baha') sebagai penafsir sah ajaran ayahnya. Saudara laki-laki Abdul
Baha', Muhammad Ali, menyainginya dengan membentuk kelompok tandingan dalam
tubuh organisasi Baha'i, akan tetapi dia tidak memperoleh banyak pendukung.
Abdul Baha' adalah anak laki-laki tertua Bahaullah yang setia mendampingi
ayahnya selama dalam hidup pengasingan. Abdul Baha' melakukan perjalanan
bersejarah dengan mengunjungi Mesir (1910), Paris dan London (1911), dan
Amerika dan Eropa (dari 1912 – 1913). Ketika melawat ke Amerika Serikat, dia
mengunjungi New York, Los Angeles dan San Fransisco serta kota-kota penting
lainnya seraya memberikan khotbah di berbagai gereja, sinagog, dan
tempat-tempat lainnya. Tujuan utama misinya adalah untuk melawan propaganda
yang dilancarkan oleh para pendukung saudara laki-lakinya (Muhammad Ali),
memperkuat eksistensi masyarakat Baha'i di Amerika dan membentuk
kelompok-kelompok masyarakat Baha'i di negara-negara Eropa. Abdul Baha'
dipandang sebagai penyebar ajaran Baha'i di Amerika Serikat dan Eropa. Ajaran Moral
dan Sosial Bahaisme Ajaran moral
dan sosial Bahaisme telah diformulasi oleh Abdul Baha’ dan dapat disarikan
sebagai berikut: (1) persatuan umat manusia; (2) perlunya suatu pencarian
mandiri terhadap kebenaran; (3) kesatuan esensial agama; (4) perlunya bagi
agama untuk mempromosikan persatuan; (5) perlunya keharmonisan antara ilmu
pengetahuan dan agama; (6) persamaan hak dan kewajiban antara pria dan
wanita; (7) oposisi terhadap segala macam sikap dan tindakan buruk sangka,
baik yang bersifat kebangsaan, agama, politik, ekonomi, dan sebagainya, (8)
pencapaian perdamaian dunia; (9) Kewajiban untuk menyediakan sarana
pendidikan yang bersifat universal dan terbuka bagi semua orang; (10)
pemecahan yang didasarkan kepada agama terhadap masalah-masalah sosial, yang
bertujuan untuk menghapus menumpuknya kekayaan yang berlebih-lebihan dan
memberantas kemiskinan; dan (11) perlunya suatu undang-undang pengadilan
internasional. Bahaisme tidak
memberikan aksentuasi yang jelas terhadap doktrin ketuhanan yang khas, akan
tetapi mengarahkan perhatiannya kepada masalah moral dan sosial seperti
kesatuan esensial agama. Bahaisme diterima dan berkembang di dunia Barat
(Amerika Serikat dan Eropa), tetapi sudah lama terusir dari negeri asalnya,
Iran, karena dinilai menyimpang dari ajaran Syi’ah Itsna Asyariyah (Syi’ah
Duabelas Imam) yang menjadi paham pemerintah dan rakyat Iran. Di Indonesia
yang dikenal sebagai negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia dan dikenal
sebagai dominan muslim sunni (pengikut ahlussunnah wal jama’ah), Bahaisme
tidak banyak penganut dan pengikut. ● Sumber
: https://nasional.sindonews.com/read/509710/18/bahaisme-1628831305 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar