Ada
yang Bilang 7,07 Persen PDB Semu, ini Pandangan CORE Indonesia Piter Abdullah ; Direktur Riset CORE Indonesia |
JAWA POS, 13
Agustus 2021
Ekonomi
Indonesia sepanjang triwulan II 2021 tumbuh sebesar 7,07 persen. Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi ini seharusnya disambut gembira. Tetapi pengumuman di
tengah suasana pandemi gelombang kedua dan PPKM level 4 ternyata memunculkan
respons yang berbeda. Beberapa pihak meragukan angka pertumbuhan yang tinggi
dan menyebutnya sebagai pertumbuhan semu karena tidak sesuai dengan apa yang
sedang dihadapi oleh masyarakat saat ini. Tulisan ini
mencoba mengurai makna pertumbuhan ekonomi 7,07 persen. Apa sesungguhnya yang
bisa kita dapatkan dari angka pertumbuhan tersebut. Low Base Effect Pertumbuhan
ekonomi sebesar 7,07 persen sesungguhnya bukanlah sesuatu yang luar biasa.
Dibandingkan pertumbuhan negara-negara lain pada triwulan sama, pertumbuhan
ekonomi kita termasuk yang cukup rendah. Ambil contoh Singapura yang
perekonomiannya pada triwulan II tahun ini melompat hingga 14,3 persen. Tingginya
pertumbuhan ekonomi Indonesia – dan juga Singapura – sangat dipengaruhi oleh
nilai output yang turun drastis pada triwulan II tahun lalu pada awal
pandemi. Semakin besar kontraksi pada saat itu membuka peluang untuk
perekonomian tumbuh lebih tinggi pada tahun ini. Hitungan
sederhananya sebagai berikut. Misalkan nilai PDB Indonesia pada triwulan II
tahun 2019 adalah 100 unit. Pada triwulan II tahun 2020, sebagai akibat
merebaknya pandemi, perekonomian terkontraksi sebesar 5 persen. Artinya PDB
Indonesia pada triwulan II 2020 turun menjadi 95 unit. Pada triwulan
II 2021, karena berbagai faktor,
perekonomian mulai kembali pulih sehingga nilai PDB mencapai 102 unit. Dengan
demikian ekonomi mengalami pertumbuhan sebesar 7 unit (102 dikurangi 95) atau
dalam persentase mencapai 7,36 persen. Yang perlu
diperhatikan, pada triwulan II 2021 nilai PDB sesugguhnya hanya sebesar 102
unit – masih jauh di bawah potensinya – tetapi pertumbuhan terhitung sebesar
7,36 persen. Dengan cara
perhitungan yang sama, kita bisa memahami bahwa pertumbuhan ekonomi
Singapura, dan juga pertumbuhan Tiongkok pada triwulan I 2021 yang mencapai
18,3 persen, lebih disebabkan oleh besarnya kontraksi ekonomi pada triwulan
yang sama pada tahun lalu. Inilah yang disebut sebagai low base effect. Bukan Pertumbuhan Semu Meskipun lebih
disebabkan low base effect tetapi pertumbuhan ekonomi 7,07 persen bukanlah
tidak ada maknanya. Bukan pertumbuhan yang semu. Pertumbuhan sebesar 7,07
persen adalah indikasi bahwa upaya pemulihan ekonomi sampai dengan triwulan
II berada di jalur yang benar (on the tract). Kita tentu
ingat pada triwulan-triwulan sebelumnya proses perbaikan ekonomi sudah
berjalan, pertumbuhan ekonomi terus membaik meskipun masih dalam zona
negatif. Ekonomi semakin terdorong naik pada bulan April dan Mei menjelang
Ramadan dan Lebaran, terutama dengan adanya berbagai stimulus pemerintah
seperti kebijakan pelonggaran PPNBM kendaraan bermotor serta pajak properti. Sementara di
sisi lain BI melonggarkan uang muka kredit dan OJK melonggarkan ketentuan
perkreditan perbankan (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko atau ATMR). Dampaknya
sangat signifikan. Penjualan kendaraan bermotor dan juga properti meningkat
yang kemudian memicu bangkitnya aktivitas ekonomi lainnya. Berbagai
indikator membaik seperti indeks keyakinan konsumen dan indeks PMI yang
sebelumnya selalu berada di zona pesimis naik ke zona optimis. Demikian juga
dengan indeks penjualan riil dan konsumsi listrik mengalami tren kenaikan
yang positif. Tetap Optimistis Yang kita
sayangkan, tren pemulihan ekonomi tersebut harus terhenti sementara karena
adanya gelombang kedua pandemi. Sehingga pemerintah harus membatasi aktivitas
ekonomi masyarakat secara lebih ketat (PPKM Darurat/level 4). Tetapi dengan
merujuk pertumbuhan ekonomi pada triwulan II, kita bisa optimistis ketika
gelombang kedua ini mereda dan PPKM mulai dilonggarkan perekonomian akan
kembali bangkit. Ada beberapa alasan untuk kita tetap optimistis. Pertama,
kebijakan PPKM sudah menunjukkan efektivitasnya dimana kasus Covid terus
menurun. Penurunan kasus Covid akan segera diikuti oleh pelonggaran PPKM dan
pulihnya aktivitas ekonomi masyarakat. Kedua, selama
pandemi ada beberapa sektor ekonomi yang menunjukkan ketangguhannya dan
menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi pada triwulan II. Sektor-sektor
tersebut antara lain adalah industri manufaktur, pertanian, konstruksi, dan
pertambangan. Sektor-sektor ini masih mampu tumbuh walaupun pemerintah
mengetatkan PPKM. Sektor
pertambangan, industri manufaktur, dan pertanian bahkan ikut berkontribusi
besar terhadap kenaikan ekspor yang sudah kita alami sejak tahun lalu.
Kenaikan ekspor memang banyak didukung oleh kenaikan permintaan dan harga
komoditas. Tetapi
sebagian kenaikan ekspor tersebut juga didukung oleh kemampuan sektor
industri manufaktur dan sektor pertanian memanfaatkan permintaan global yang
tidak mampu dipenuhi oleh negara-negara yang selama ini menjadi pesaing kita. Adanya
sektor-sektor yang masih tetap tumbuh di atas menjadi penjelas bagaimana di
tengah pandemi saat ini kita masih mengalami pertumbuhan konsumsi dan
investasi. Konsumsi dan investasi, serta ekspor adalah tumpuan kita untuk
tetap tumbuh di tengah ketatnya PPKM pada triwulan III. Dengan
demikian, meskipun bisa dipastikan pertumbuhan ekonomi triwulan III akan
menurun, tetapi kita meyakini tidak akan kembali jatuh ke jurang resesi.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III akan tetap positif dan akan kembali
tumbuh tinggi pada triwulan IV. Terakhir, kita
bisa tetap optimistis karena lembaga-lembaga otoritas yang menjaga
perekonomian kita sejauh ini sangat kompak memastikan semua kebijakan
berjalan secara baik. Dengan demikian, kita bisa meyakini burden sharing BI dan
Kementerian Keuangan akan berlanjut dan APBN akan aman. Program
stimulus pemerintah bisa terus ditingkatkan guna menjaga ketahanan masyarakat
dan dunia usaha. Di sisi lain, seperti disampaikan oleh Ketuanya, Wimboh
Santoso, OJK dipastikan tidak akan lengah menjaga sektor keuangan. Sektor
keuangan yang merupakan jantung dari perekonomian sejauh ini sudah terjaga
baik dan akan terus dijaga oleh OJK. Kita punya banyak alasan untuk tetap
optimistis. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar