Sabtu, 02 Juni 2018

Memaknai Kunjungan Narendra Modi

Memaknai Kunjungan Narendra Modi
Ganewati Wuryandari ;  Peneliti dan Kepala Pusat Sumber Daya Regional (P2SDR), LIPI
                                                MEDIA INDONESIA, 31 Mei 2018



                                                           
KEDATANGAN PM India Narendra Modi selama dua hari pada 29-30 Mei 2018 merupakan kunjungan resmi pertamanya ke RI. Ini sebagai balasan atas kunjungan kenegaraan Presiden Jokowi ke India dalam konteks pertemuan bilateral pada Desember 2016 dan Januari 2018 ketika menghadiri ASEAN-India Commemorative Summit.

Kunjungan kedua pemimpin yang cukup intens ini mempertegas hubungan dua negara yang kian mesra dalam beberapa tahun terakhir. Sinyal positif hubungan hangat kedua negara sesungguhnya telah ditunjukkan sejak Presiden SBY dengan deklarasi bersama untuk kemitraan strategis pada November 2005 dan 16 nota kesepahaman kerja sama yang ditandatangani Januari 2011. 

India dan Indonesia sama-sama memandang kemitraan strategis sangat penting. Hal ini dilandasi adanya kepentingan konvergen dua negara. Interaksi sosial yang sudah terjalin dalam rentang sejarah panjang melalui jalur budaya dan perdagangan sejak berabad lampau dan sama-sama sebagai negara demokrasi, kekuatan ekonomi baru serta anggota G20 menjadi faktor penguatan hubungan. 

Sebagai dua negara tetangga yang berbatasan laut, India dan RI berada pada jalur laut internasional yang penting juga memiliki kepentingan sama akan keamanan maritim. Sekalipun tidak dimungkiri ada dinamika pasang naik dan surut, tetapi realitasnya kedua negara tetap mampu menjaga hubungan baik hingga saat ini. India, bahkan menjadi satu negara mitra yang penting bagi Indonesia.

Indikatornya sangat jelas, antara lain dilihat dari aspek perdagangan RI dengan India yang terus meningkat dan pada 2017 mencapai US$18,7 miliar. Meski India menempati peringkat 9 mitra dagang, Indonesia mengalami surplus besar, utamanya dari komoditas batu bara dan minyak kelapa sawit.

Kunjungan Modi kali ini strategis. Tidak hanya untuk memperkukuh, tetapi juga yang paling penting untuk mengakselerasi hubungan bilateral pada level yang lebih tinggi lagi. Tidak cukup sebatas penting, tetapi bagaimana peningkatan hubungan pada level yang lebih tinggi itu menjadi kebutuhan bersama sebagai sesuatu hal yang urgen sifatnya. Adanya kebutuhan itu akan menyebabkan munculnya kedalaman relasi antarnegara yang kukuh dengan mengacu pada kepentingan nasional. 

Rasanya, ini bukan sesuatu hal yang sulit dilakukan. India dan RI membutuhkan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk yang masing-masing menempati peringkat 1 dan 4 terbesar di dunia ini menjadi kepentingan bersama untuk menjalin kerja sama lebih erat untuk memanfaatkan potensi besar populasi bagi kerja sama ekonomi masa depan.

Hal ini tidak cukup sebatas pada komitmen politik pemimpin kedua negara dan dialog-dialog mitra kerja yang sudah cukup banyak dijalin antara India-RI. Yang dibutuhkan ke depan ialah kerja sama yang sifatnya konkret diimplementasikan. Sejak 2000, India dan RI telah memiliki 40 buah MoU yang sudah ditandatangani dua negara sebagai landasan kerja sama. Namun, dalam realitasnya berjalan sangat lamban dan baru sekitar 10 buah yang terealisasi.

Potensi peningkatan

Potensi peningkatan kerja sama ekonomi juga terbuka sejalan perubahan kebijakan domestik masing-masing negara. Berbagai program yang diinisiasi pemerintah India, misalnya, seperti ‘Look to East’, ‘Make in India’ dan ‘Skill India’ dapat menjadi aspek menarik pengusaha RI untuk melakukan investasi dan diversifikasi ekspor ke negara itu untuk tidak lagi didominasi produk dari SDA, yaitu batu bara dan kelapa sawit. Apalagi India saat ini juga tengah berupaya menyeimbangkan neraca perdagangannya dengan RI yang defisit, salah satu caranya dengan menaikkan biaya masuk kelapa sawit.

Peningkatan konektivitas laut dan udara menjadi sangat penting ke depannya. Saat ini, konektivitas itu masih sangat terbatas yang pada gilirannya menghambat mobilitas orang dan barang. Garuda, misalnya, baru memiliki satu penerbangan langsung dari Jakarta ke Mumbay. Akibatnya, potensi pariwisata dan pendidikan belum tergarap optimal. Padahal, beberapa wilayah di dua negara memiliki keterikatan budaya dan agama utamanya Hindu/Buddha yang dapat dikemas dalam wisata budaya/agama.

Urgensi peningkatan hubungan kedua negara juga tidak dapat dilepaskan atas perubahan lingkungan strategis di lingkup regional dan global. Menanggapi perkembangan itu, kedua negara memiliki urgensi kuat untuk mengembangkan kerja sama keamanan dan pertahanan laut. Hal itu menjadi kebutuhan dua negara tetangga yang berbatasan dengan laut di Pulau Andaman dan Nikobar ini. Tidak saja untuk mengamankan jalur strategis perdagangan laut mereka dari ancaman kejahatan lintas negara, tetapi juga untuk menjaga keamanan laut di regional.

Tiongkok yang mengembangkan kebijakan militerisme di Laut China Selatan dikhawatirkan akan mengganggu berjalannya aturan hukum laut internasional dan kebebasan navigasi di perairan itu, yang notabene penting sebagai jalur laut perdagangan dunia. Kondisi ini pada saat yang sama AS di bawah Presiden Donald Trump mengembangkan kebijakan yang cenderung proteksionisme dan jaminan kehadiran AS di kawasan tampak tak terlalu meyakinkan.

Kehadiran Tiongkok yang agresif melalui kebijakan infrastruktur, Belt Road Initiative (BRI), pada sisi lain, khususnya di wilayah Asia Selatan dan Asia Tengah, telah menyebabkan India dalam posisi yang secara tidak langsung ‘terjepit’.

Tiongkok melalui perusahaan negaranya, China Merchant Groups, misalnya, telah berhasil memiliki izin sewa selama 99 tahun untuk mengoperasikan pelabuhan laut dalam di Colombo, Sri Lanka. Hal yang sama juga dilakukan di Pakistan. Kebangkitan kekuatan ekonomi, militer, dan gempuran kehadiran Tiongkok di wilayah itu terus menjadi tantangan strategis bagi India. Utamanya, karena India hingga saat ini masih memiliki persoalan perbatasan yang belum selesai dengan negara Tirai Bambu ini yang terkadang bereskalasi dalam bentuk konflik kekerasan terbuka. Seperti yang terjadi di Depsang pada April-Mei 2013, Chunmar September 2014 dan terakhir di Doklam pada 2017.

Oleh karena itu, rasanya bukan suatu kebetulan kunjungan Modi ke RI kali ini. Indonesia sebagai salah satu kekuatan regional yang diperhitungkan menjadi kepentingan India untuk menjalin kerja sama lebih erat untuk menghadapi Tiongkok. Ini tentu sebuah keuntungan positif bagi RI untuk memberikan ruang lebih leluasa untuk memainkan diplomasinya dalam hubungan dengan India demi kepentingan nasional.

RI, misalnya, membutuhkan penguatan kerja sama pertahanan utamanya India yang dinilai memiliki kemampuan cukup baik untuk industri pertahanannya melalui transfer of knowledge. Meski tentu Indonesia juga tidak ingin mengorbankan hubungan baiknya dengan Tiongkok. Bagaimana Indonesia bisa bermain dalam dua kaki dengan cerdik menjadi tantangan tersendiri dalam menjalin hubungannya dengan India. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar