Pembaca
Disway Entahlah Dahlan Iskan ; Mantan CEO Jawa Pos |
DISWAY, 13
Agustus 2021
MUNGKIN Anda juga
penasaran: berapa banyak pembaca Disway kita ini. Saya sulit menjawab. Saya juga
tidak tahu. Mungkin Anda juga merasa:
saya tidak terlalu peduli dengan rating dan ranking. Disway juga tidak main
judul untuk mengejar itu. Saya tidak mengejar itu. Saya sering menggugat diri
sendiri –ketika menulis: mengapa harus ada judul. Maka, saya buat saja judul
sekenanya –seperti yang Anda sudah tahu. Saya hanya tahu jumlah
pembaca lewat angka di Disway.id. Itu pun kalau dirutnya, Gunawan Sutanto,
tidak lupa memberi tahu saya. Tentu saya juga tidak bisa
memegang angka di Disway.id itu. Terlalu banyak yang membaca Disway tidak
lewat Disway.id. Bukankah banyak yang membacanya lewat grup-grup WA. Atau
lewat Facebook. Ada juga yang lewat perseorangan –yang sengaja
mem-broadcast Disway di akun mereka. Misalnya, ada orang
bernama Warijan. Ia mem-posting ulang Disway. Tiap hari. Pembacanya bisa
sampai 300.000 sehari –bila isinya lagi dianggap bagus. Warijan itu orang
Mojokerto. Awalnya ia buruh pabrik. Juga istrinya. Delapan tahun lalu Warijan
minta saran saya: berani nggak berhenti sebagai buruh pabrik. Waktu itu ia
masih belum 30 tahun. ”Berani,” kata saya. Ternyata baru istrinya
yang diminta berhenti. Sang istri pindah jualan sayur. Warijan membantu
istrinya all-out. Bangun pukul 3 pagi. Untuk mengantar istri ke pasar. Warijan tetap kerja di
pabrik, tapi perhatiannya lebih banyak untuk bantu istri. Termasuk tidak mau
lagi kerja lembur. Dua tahun kemudian saya
diberi tahu: sudah bisa beli tanah. Lalu, bisa membangun rumah. Ia foto rumah
baru itu. Dikirim ke saya. Dua tahun berikutnya,
Warijan kirim foto lagi: bisa beli mobil cicilan. ”Kalau kami berdua tetap
jadi buruh, tidak mungkin punya rumah. Apalagi mobil,” ujar Warijan. Ketika terjadi pandemi,
Warijan bertanya bagaimana tetap bisa jualan sayur. ”Pasti Anda akan
menemukan jalan. Jangan tanya saya lagi. Anda sudah lebih pinter dari saya,”
jawab saya. Ketika PPKM
berganti-ganti, istri Warijan menemukan jalan sendiri: tetap bisa jualan
sayur. Caranya yang berubah. Termasuk keliling. Cicilan mobilnya pun bisa
lunas. Ada pula nama Iif. Perempuan
muda dari Indramayu. Dia juga membuat posting-an Disway. Juga tiap hari.
Ribuan orang yang membaca Disway di akun Iif. Iif awalnya juga buruh.
Pun sampai Malaysia. Sudah beberapa tahun belakangan Iif dagang
kecil-kecilan. Merintis usaha konfeksi. Sambil merawat ibunyi yang
sakit-sakitan. Jadi, saya tidak tahu:
berapa pembaca Disway itu. Belum lagi yang lewat 42 media cetak maupun online
–yang resmi mendapat tulisan dari Disway. Tentu lebih banyak lagi
yang dari kopi- mengopi. Sebenarnya ada kerugian
membaca Disway tidak dari Disway.id. Misalnya, tidak bisa mendapatkan
foto-foto yang menyertai tulisan. Tidak akan tahu betapa cantiknya Si Cantik
Disway di Palembang itu. Atau Si Cantik keriting yang menemukan terapi aaPRP
untuk penderita Covid-19. Lebih-lebih yang lewat
kopi naskah di grup-grup WA. Kadang isinya tidak sesuai dengan yang di
Disway.id. Terutama kalau beberapa menit setelah terbit, Disway melakukan
perbaikan atas kesalahan yang terjadi. Beberapa kali terjadi, 5
menit setelah Disway terbit –pukul 04.00– ada koreksi dari pembaca pertamax.
Langsung kami perbaiki. Tapi, yang telanjur beredar di grup-grup WA ternyata
yang belum dikoreksi. ”Pertamax” adalah istilah
yang saya ketahui dari komentar pembaca. ”Pertamax” adalah ”gelar” yang diberikan
kepada mereka yang pertama membaca Disway hari itu –mendahului yang lain.
Kelak saya ingin tahu siapa saja mereka: Cebongkah? Kadrunkah? Atau jalur
tengahkah? Tentu saya ingin sekali
tahu berapa sebenarnya pembaca Disway. Kian besar pembaca Disway, kian
semangat untuk menyajikan yang lebih baik. Juga, akan muncul tanggung jawab
yang lebih besar –terutama terhadap isi tulisan. Sungguh penasaran untuk
mengetahui berapa pembaca Disway sebenarnya. Serial 2 T minggu lalu,
misalnya, yang lewat Disway.id saja mencapai 200.000. Tapi, berapa kalau
dijumlah dengan yang di Warijan, Iif, dan yang lain-lain itu? Maka, saya ajak Warijan
untuk diskusi. Demikian juga Iif. Ganti saya yang minta saran kepada mereka.
Saya juga diskusi dengan mantan Dirut harian Kompas, Mas Agung. Banyak lagi yang saya ajak
diskusi. Termasuk pemilik JPNN yang baru, Aury Jaya, yang tiap hari juga
memuat Disway. Hasilnya: kami akan
mencoba cara baru. Agar sebanyak-banyaknya pembaca Disway tercatat. Baik yang
lewat Disway.id maupun yang lewat lain-lain itu. Seminggu lagi, lihatlah
cara baru itu. Sedikit tambah sulit. Tapi, lebih tertata. Sambil menunggu
masukan cara lain dari pembaca. Di situ juga akan terlihat
pertanda-pertanda: akan berkembang ke mana Disway. Itu mungkin belum babak baru
Disway. Tapi, pembaharuan harus selalu dilakukan. Setidaknya harus dicoba.
Mumpung masih PPKM –dengan doa semoga tidak akan ada Covid gelombang ketiga.
(Dahlan Iskan) ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar