Kamis, 12 Agustus 2021

 

Papua Menyemai Asa

J Kristiadi ;  Peneliti Senior CSIS

KOMPAS ,12 Agustus 2021

 

 

                                                           

Papua ternyata bukan anak tiri negara. Jalan lapang kemerdekaan orang asli Papua dari belenggu kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, serta segala bentuk dan manifestasi cengkeraman kuasa ketidakadilan setapak demi setapak dapat disingkirkan. Modal utama mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin adalah tekad dan gereget negara merevisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua dan menerbitkan UU No 2/2021 tentang Revisi UU Otsus Papua.

 

Itikad politik negara tersebut mempertegas secara elaboratif komitmen politik yang dalam UU Otsus sebelumnya dirasakan kabur. Bunyi nazarnya; negara melindungi dan menjunjung harkat martabat, memberi afirmasi, dan melindungi hak dasar orang asli Papua (OAP), baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial-budaya, kepastian hukum; serta percepatan pembangunan kesejahteraan dan peningkatan kualitas pelayanan publik juga kesinambungan pembangunan di wilayah Papua.

 

Kebulatan hati negara tecermin dari tiga hal. Pertama, meningkatkan dana otsus dari 2 persen menjadi 2,25 persen dari dana alokasi umum APBN. Guna meningkatkan efektivitas, skema fiskalnya berbasis kinerja, bukan ”gelondongan” sebagaimana dipraktikkan selama dua dekade terakhir.

 

Skema transfer spesifik dana alokasi khusus bertujuan mendanai kegiatan yang menjadi prioritas nasional dan jadi urusan daerah. Diharapkan, pemanfaatan dana menjadi lebih efektif sehingga benar-benar dirasakan manfaatnya oleh OAP.

 

Prosesnya, pemerintah daerah mengajukan rencana kerja kepada pemerintah pusat berdasarkan program pembangunan daerah. UU Otsus hasil revisi juga menegaskan, penggunaan 1,25 persen dana otsus diarahkan untuk pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

 

Besarannya minimal 30 persen belanja pendidikan dan 2O persen belanja kesehatan. Selain itu, dana otsus dapat diperpanjang lagi sampai tahun 2041. Kemudian, tahun berikutnya, dana khusus diberikan 50 persen dari bagi hasil pertambangan minyak bumi dan 50 persen dari pertambangan gas alam.

 

Kedua, UU Otsus Papua mengamanatkan pembentukan badan khusus yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan dipimpin Wakil Presiden. Anggotanya beberapa menteri dan satu orang perwakilan dari tiap provinsi di Papua. Diharapkan, badan khusus ini dapat mengatasi penyakit kronis tata kelola kekuasaan pemda, terutama sinkronisasi, harmonisasi, dan evaluasi.

 

Mengingat pentingnya peran badan ini, sebaiknya desk Papua yang bertebaran di beberapa kementerian dan lembaga lain diinkorporasi dalam badan ini. Sudah seharusnya badan ini teguh niat politiknya, tidak suam-suam kuku. Jangan sampai nasibnya seperti badan sejenis yang pernah dibentuk sekitar tahun 2010. Unit kerja itu bertujuan mengakselerasi pembangunan OAP. Meskipun dipimpin seorang pekerja keras, penuh dedikasi, serta didukung konsep komprehensif, karena niat politiknya kembang kempis, hasilnya jauh dari maksimal.

 

Ketiga, dua provinsi paling timur mendapat keistimewaan yang luar biasa dalam melakukan pemekaran, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Hal ini dapat dilakukan tanpa melalui tahapan daerah persiapan sebagaimana diatur dalam UU Pemda. Dengan demikian, prosesnya tak berbelit-belit dan lebih cepat realisasinya.

 

Namun, UU Otsus revisi masih menyimpan tiga agenda penting. Pertama, pembentukan komisi kebenaran dan rekonsiliasi tidak disinggung sama sekali di UU ini. Padahal, pembentukan lembaga ini penting untuk klarifikasi sejarah Papua guna mengonstruksikan budaya serta nilai-nilai asli OAP dalam kebinekaan bangsa Indonesia. Kedua, kekaburan eksistensi partai politik (parpol) lokal sehingga mengakibatkan berbagai aspirasi dan kepentingan masyarakat tidak dapat disalurkan lembaga yang salah satu tugas pokoknya adalah menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

 

Tanpa kehadiran parpol, masyarakat mengekspresikan segala aspirasi dan berbagai kepentingan mereka sesuai selera dan cara masing-masing, termasuk dalam bentuk organisasi kekerasan. Mengingat parpol adalah institusi yang akan memproduksi calon penguasa pemerintahan, syarat yang paling penting harus mempunyai ideologi jelas, mampu mendidik para kader, memiliki kompetensi moral, manajerial, serta berintegritas.

 

Ketiga, mengingat tujuan utama UU Otsus revisi ialah agar OAP dapat menyejajarkan diri dengan daerah lain, pemda dengan tetap berpedoman pada prinsip kebinekaan perlu membuat kebijakan arif tentang tata kelola penetrasi pendatang. Sekitar 10 tahun terakhir, OAP merasakan gelombang penetrasi masif dari luar yang membawa tradisi, adat istiadat, nilai-nilai partikularistik disertai pembangunan simbol yang melambangkan hegemoni mereka sehingga makin lama makin mengancam eksistensi dan keberlanjutan nilai budaya dan adat OAP. Para pendatang diharapkan menyesuaikan diri serta tak terlalu berambisi membangun simbol-simbol yang dapat mengganggu dan membuat luka batin OAP semakin dalam.

 

Bulan ini rakyat Indonesia merayakan kemerdekaan. Semoga dengan semangat proklamasi kemerdekaan, OAP dapat membebaskan diri dari belenggu keterbelakangan. UU Otsus revisi diharapkan menjadi jalan mulus bagi OAP bebas dari belenggu keterbelakangan; bukan menjadi jalan setapak yang becek, bersemak, penuh duri yang hanya menuntun ke jalan buntu. Semoga UU Otsus ini mampu mendedah selaput hitam mata batin orang Papua akibat rasa diperlakukan tidak adil serta dilanggar hak asasinya. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar