Sabtu, 14 Agustus 2021

 

Menyembunyikan Kematian

Abdul Kohar ;  Dewan Redaksi Media Group

MEDIA INDONESIA, 14 Agustus 2021

 

 

                                                           

RUMUS umum menggariskan bahwa keterbukaan itu sumber kepercayaan. Bahkan, di bidang hukum, sudah amat masyhur dalil yang dinyatakan pemikir Inggris Jeremy Bentham bahwa selama tidak ada keterbukaan, tidak akan ada keadilan. Roh keadilan ialah keterbukaan. Ia taji tertajam dan penjaga terkuat dalam melawan ketidakjujuran.

 

Sebaliknya, ketertutupan melahirkan misteri. Ia sumber kecurigaan, induk syak wasangka, bahkan amunisi fitnah. Data yang disembunyikan, misalnya, pasti memantik pertanyaan panjang selama tidak muncul jawaban. Manajemen tertutup itu pula yang membuat Orde Baru keropos, lalu tumbang. Ia menyimpan bom waktu kasak-kusuk yang berlanjut kemarahan.

 

Karena itu, wajar belaka bila banyak yang bertanya, apa maksud Komandan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Luhut Binsar Pandjaitan menghilangkan data kasus kematian pada laporan harian korona? Bukankah angka kematian merupakan indikator penting penanganan kasus covid-19? Apakah pemerintah takut dianggap meneror warganya?

 

Data itu bukan teror mental kepada publik. Sebaliknya, data itu bentuk pertanggungjawaban. Maka, 'melipat' data kematian dalam laporan kasus covid-19 untuk dimasukkan dalam 'kantong' yang rapat justru melahirkan banyak 'jangan-jangan'. Publik berspekulasi, jangan-jangan benar dugaan selama ini bahwa data korona antara daerah dan pusat tidak sinkron. Jangan-jangan data-data itu sangat amburadul.

 

Untung rencana itu dibatalkan. Meskipun sudah membikin spekulasi yang luas, pembatalan 'penyembunyian' angka kematian itu tetap patut diapresiasi. Tentu dengan catatan segera ungkap ke publik: apa yang sesungguhnya terjadi. Apakah benar bahwa rencana pengeluaran data kematian itu semata karena kekacauan input lalu berakibat pada penurunan level PPKM di sejumlah tempat? Terbuka sajalah. Publik maklum, kok.

 

Keterbukaan itu juga menyangkut dugaan adanya data ribuan kematian kasus covid-19 yang tidak tercatat. Seperti yang dilaporkan komunitas warga pengawas penanganan covid-19 yang menamakan diri Laporcovid-19. Kelompok itu menemukan ada lebih dari 19 ribu kasus kematian akibat korona yang sudah dilaporkan pemerintah kabupaten/kota, tetapi tidak tercatat di data pemerintah pusat.

 

Data dari 510 pemerintah daerah yang dikumpulkan tim Laporcovid-19 menunjukkan, hingga 7 Agustus 2021, terdapat 124.790 warga yang meninggal dengan status positif korona. Sementara itu, jumlah kematian positif covid-19 yang dipublikasikan pemerintah pusat pada waktu yang sama sebanyak 105.598 orang. Jika dihitung ada selisih 19.192 kematian.

 

Sekali lagi, data kematian merupakan indikator sangat penting untuk melihat seberapa efektif penanganan pandemi. Persoalan ketidakakuratan data mestinya segera diperbaiki, bukan malah dijadikan alasan untuk menghapus indikator ini.

 

Para ahli, para epidemiolog, sudah mengingatkan bahwa data kematian ialah ukuran vital kesehatan suatu populasi, memberikan informasi pola penyakit yang menyebabkan kematian dari waktu ke waktu. Pola kematian, kata mereka, akan menjelaskan perbedaan dan perubahan status kesehatan, mengevaluasi strategi kesehatan, serta memandu perencanaan dan pembuatan kebijakan. Karena itu, hal ihwal kekacauan data ini harus segera dibereskan. Ini bukan main-main.

 

Bayangkan bila data yang kacau itu terkait dengan sasaran bantuan sosial (bansos). Lalu, atas alasan itu, data penerima bansos tidak jadi dipublikasikan. Pasti kekacauan bertumpuk-tumpuk yang terjadi, alih-alih membuat tenang. Apalagi, faktanya memang data penyaluran dan penerima bansos ini masih belum seutuhnya beres.

 

Data yang kacau, membuat perencanaan kebijakan juga kacau, apalagi pelaksanaan kebijakan: tambah kacau. Lucu rasanya di tengah dunia sudah merumuskan kebijakan berbasiskan big data, kita, mau tidak mau, malah terus-terusan dihadapkan pada urusan keluar-masuk data.

 

Apa iya, soal pemberesan data ini selalu dijawab layaknya lagu Koes Plus Kapan-Kapan? Atau, menjawab kekacauan data dengan 'menyembunyikannya'. Malu ah.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar