Tuduhan
Berbasis Persepsi terhadap China Sukron Makmun ; Intelektual muda NU, Wakil Sekjen PERHATI,
Anggota Komisi Hubungan Luar Negeri & Kerjasama Internasional MUI
Provinsi Banten |
DETIKNEWS, 6
Agustus 2021
Virus Corona (COVID-19)
tidak hanya membunuh manusia, tapi juga membuka kebodohan manusia dengan
bukti nyata. Pernyataan Michael McCaul, politikus AS, negara maju yang
anggaran untuk penelitian dan pengembangan sainsnya terus meningkat (lebih 4%
dari total Gross National Product), adalah satu dari bukti itu. Pernyataan
yang sangat disayangkan. Ia menuduh China terlibat dalam upaya besar-besaran
untuk menutupi asal muasal corona. Katanya, corona dibuat di laboratorium Wuhan
Institute of Virology. Pada situasi yang sulit
dan tidak menentu, teori konspirasi semakin mudah dipercaya. Sebab teori
tersebut mampu menjelaskan secara sederhana. Dikaitkan dengan kecurigaan
masyarakat bahwa COVID-19 itu dibuat oleh China. Sejauh dapat membenarkan
prasangka umum, maka teori itu semakin menarik. Apalagi dibumbui dengan
narasi kejahatan, seperti penindasan terhadap etnis Uyghur. Mereka yang tidak
memahami sains akan semakin terpengaruh. Teori konspirasi adalah
fakta yang diilusikan. Bahwa virus itu ada, menyebar cepat, dan banyak yang
gugur karenanya adalah fakta. Tapi, dari sekian fakta itu, kemudian
menyimpulkan sebagai ulah Pemerintah China untuk mengontrol atau menjajah
negara lain adalah kesimpulan sepihak yang tidak adil. Buktinya,
negara-negara produsen vaksin seperti China bahkan AS justru di antara negara
yang paling banyak korbannya. Tak terkecuali negara-negara maju lainnya, juga
tidak bisa mengelak dari keganasan COVID-19. Jika ada niat menjajah,
kenapa tidak dilakukan di negara lain saja, supaya yang menjadi korban adalah
masyarakat bangsa lain. Apakah negara-negara tersebut sengaja mengorbankan
rakyatnya sendiri? Tentu tidak! Semakin maju sebuah negara, maka nilai nyawa
satu orang, tidak ada bedanya dengan seribu orang. Humanisme adalah core dari
segala kebijakan. Sejak tahap awal pandemi, China dan WHO telah bekerja sama
dalam penyelidikan asal-usul COVID-19. Beijing setidaknya dua kali mengundang
pakar dari organisasi kesehatan dunia itu. Bicara soal kemanusiaan, nalar politik
harus dikesampingkan. Untuk mengetahui validitas
teori tersebut, harus diterapkan standar ilmiah yang universal dan jauh dari
segala bias (keberpihakan), termasuk bias politik. Dalam sains, selain harus
masuk akal juga harus ada konfirmasi empiris berlapis. Demikian halnya
ilmu-ilmu sosial-humaniora, perlu triangulasi data atau semacam peer review.
Sumbernya otoritatif, komprehensif atau tidak? Informasi dirilis oleh media
mainstream atau tidak? Tidak bisa percaya begitu saja tanpa cross-check.
COVID-19 itu berkaitan dengan hal yang sangat ilmiah. Untuk memahaminya perlu
keahlian khusus bidang virology, genetika, anatomi, dan piranti-piranti
terkait lainnya. Tuduhan tanpa dasar tidak
hanya dialami oleh Pemerintah China. Di Indonesia juga ada pihak-pihak yang
sengaja memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Saat ini adalah kesempatan
untuk membuat isu bahwa pandemi ini sengaja direncanakan (plandemic).
Pemerintah kongkalikong dengan China agar terjual vaksinnya. Saat pemerintah sedang
susah payah dan harus mengeluarkan dana yang begitu besar untuk penanganan
COVID, dan belum berhasil, mereka berteriak kencang, membuat isu bahwa
pemerintah telah gagal mengatasi pandemi. Menuntut presiden mundur, membuat
keonaran di mana-mana, termasuk kekerasan verbal untuk menciptakan
ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah. Isu-isu yang dihembuskan
hanyalah untuk memenuhi ambisi atau birahi politik yang tak tersalurkan
dengan baik. Mereka tidak adil dalam melihat kenyataan di lapangan, bahwa di
antara faktor kegagalan dalam mengatasi pandemi ini, masyarakat juga turut
andil. Seperti tidak menaati protokol kesehatan, susah diatur, dan lain-lain. Masyarakat yang agamis,
harusnya sadar bahwa semua ini sudah ketentuan dan atas izin Tuhan. Setiap
musibah mengandung tiga pesan peringatan bagi para pendosa, ujian bagi mereka
yang taat dan beriman; serta siksa (azab) bagi para pembangkang durjana yang
tidak bisa lagi diharapkan kecuali keburukannya. Yang paling terakhir
disebut, adalah paling kecil kemungkinannya. Sebab, kasih sayang Tuhan lebih
luas ketimbang murka-Nya. Sebagai manusia, tugas kita adalah berusaha
semaksimal mungkin menjaga kesehatan sesuai anjuran para ahli dibidangnya.
Kita perlu menyampaikan pendapat pakar yang tidak diragukan lagi
kepakarannya, bukan mereka yang sudah syarat dengan kepentingan politik.
Pandemi bukan ideologi, tapi murni wilayahnya sains. Para tokoh agama
seyogyanya mendukung pemerintah, memberi pernyataan-pernyataan teduh yang
menentramkan, bukan malah ikut memprovokasi. Setiap kita hanya perlu menahan
diri dari keinginan untuk membangkang - kepada Tuhan maupun pemerintah (uli
al-amri). Pemerintah harus dikritik
tapi bukan untuk membangun kepentingan politik praktis di tengah pandemi.
Jika yang dilakukan pemerintah itu positif, harus diapresiasi. Jika tidak,
maka pemerintah sangat boleh dikritik, kritik yang konstruktif berbasis akal
sehat. Hanya mereka yang mau
belajar, yang bisa berhenti menjadi orang bodoh. Tidak bisa dipungkiri, di
sekitar kita ada begitu banyak orang yang sudah begitu nyata diberikan
petunjuk berupa fakta, tapi tetap mengabaikannya. Sains berkembang karena
kemampuan manusia terus melakukan observasi tanpa henti, sehingga sering juga
ditemukan kenyataan-kenyataan baru, meskipun tidak semua kenyataan baru itu
menyenangkan. Khususnya, bila orang tersebut sudah terlanjur membangun
keyakinan berbasis persepsi (seperti: persepsi kebencian). Ketika para ahli belum
bisa menemukan kepastian asal usul covid-19, apakah kita percaya kepada
mereka yang -tanpa kompetensi dan otoritas- berani mengatakan covid itu
dibuat oleh China? Jika tidak percaya kepada ilmuwan, mari bersama-sama kita
ucapkan 'Selamat Datang Kegelapan'. Betul kata Ibnu al-Mubarak, "where it not required to name the
authoritative sources, anyone would have said whatever he wished to say (law la al-isnad, la-qala man sya'a ma
sya'a)" ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar