|
MULAI Kamis ini hingga Sabtu lusa Forum Antarumat Beragama
Peduli Keluarga Sejahtera dan Kependudukan (Fapsedu) menggelar hajat besar
dengan menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II Tahun 2013 di Hotel
Bumi Wiyata Depok Jawa Barat. Kegiatan yang mengangkat tema “Memantapkan Peran Tokoh Agama dalam Mewujudkan Kualitas dan
Kesejahteraan Keluarga Berdasarkan Nilai-Nilai Agama untuk Membangun Masyarakat
yang Damai dan Sejahtera” itu, sangat strategis.
Pasalnya hingga saat ini masih banyak pekerjaan rumah yang
harus diselesaikan oleh pemerintah dalam berpacu dengan waktu untuk mewujudkan
seluruh tujuan Millennium Development Goals (MDG’s) pada 2015. MDG’s merupakan
kesepakatan internasional para pemimpin dunia yang dideklarasikan pada
September 2000.
Delapan sektor yang menjadi dokumen visioner tersebut,
meliputi dunia yang sehat, termasuk kesejahteraan keluarga dan kependudukan,
penghapusan kemiskinan absolut, pengedepanan pendidikan dasar, pemberdayaan
perempuan dan kesetaraan gender, mengurangi angka kematian anak dan balita,
serta angka kematian ibu melahirkan, mengatasi penyakit menular seperti HIV dan
malaria, pengelolaan lingkungan yang baik, dan menjalin kerja sama
internasional. Forum yang terdiri atas para pimpinan umat beragama di Indonesia
merasa prihatin atas dampak liberalisasi dan demokratisasi, terutama terkait
dengan otonomi daerah.
Kita bisa mengamati banyak pimpinan daerah yang lebih
menonjolkan diri sebagai penguasa ketimbang abdi rakyat. Bahkan sebagian dari
mereka cenderung abai terhadap persoalan kesejahteraan keluarga dan
kependudukan di wilayah kerja masing-masing. Padahal sikap abai ini berdampak
serius pada peningkatan angka kelahiran (TFR/total fertility rate).
Selain itu, angka kematian ibu dan anak juga masih
cenderung tinggi. Jika menghitung deret waktu pencapaian MDG’s tersebut,
berarti kita hanya punya waktu dua tahun. Apakah para pemimpin negara akan
mampu dan bersungguh-sungguh untuk mencapai target tersebut? Untuk bisa
menjawab pertanyaan itu tentu sangat bergantung kepada siapa pemimpin bangsa
ini mendatang. Apalagi 2014 bisa disebut sebagai tahun politik yang apabila
tidak ada rencana dan formulasi target secara strategis, besar kemungkinan
realisasi MDG’s mengalami kegagalan.
Dalam teori sosial dikenal adagium al-nas ‘ala dini
mulukihim yang terjemahan bebasnya adalah manusia (pada umumnya) mengikuti
“agama” pemimpin (atau raja) mereka. Pepatah tersebut, kiranya masih cukup
relevan diterapkan dalam sektor yang terkait dengan masalah kesejahteraan
keluarga dan kependudukan.
Memberi
Pencerahan
Bangsa ini membutuhkan tokoh, figur, dan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas. Capaian itu hanya mungkin diwujudkan apabila
setiap keluarga yang merupakan struktur terkecil dalam tata kelola masyarakat
di negeri ini, sudah termasuk kategori keluarga sejahtera.
Kesejahteraan tersebut dapat diwujudkan manakala kualitas
kesehatan terpenuhi, pendidikannya cukup, dan kebutuhan ekonomi juga lebih dari
cukup. Salah satu instrumen penting pencapaian itu semua adalah mengikuti
program keluarga berencana (KB) dengan rumus dua anak cukup.
Kalaupun masih ada pihak yang ngotot dengan mengatakan
banyak anak banyak rezeki tentu menjadi bagian dari keterbatasan pemahaman
teologi mereka karena Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Swt, sudah mendelegasikan
sebagian besar wewenang-Nya kepada manusia untuk mengatur diri masing-masing.
Dalam konteks inilah, para tokoh agama berkewajiban memberi
pencerahan dan pemahaman yang tepat kepada umat masing-masing. Hal itu
dimaksudkan supaya mereka memiliki kesadaran (awareness) yang cukup bahwa permasalahan kesejahteraan keluarga dan
kependudukan bukan hanya menjadi persoalan orang per orang secara individu
melainkan juga persoalan nasional, bahkan internasional.
Pemecahan persoalan itu harus dilakukan secara bersama-sama
dan melalui upaya yang berkelanjutan. Lebih dari itu, program keluarga
berencana (KB) adalah ikhtiar manusia secara kolektif untuk mewujudkan
kebahagiaan hidup bersama dan mewujudkan umat beragama yang berkualitas.
Hal ini supaya tidak ada yang keliru menafsirkan dengan
anggapan sebagai pembatasan keturunan (tahdid)
dan pemandulan (ta’qim). Tuhan tidak
akan mengubah keadaan dan kebahagiaan seseorang, kecuali orang tersebut
berusaha secara sungguh-sungguh merencanakan kehidupan keluarganya.
Karena itu, forum Rakernas II Fapsedu yang diselenggarakan
menjelang tahun politik ini, diharapkan bisa merumuskan rencana strategis,
program, dan jadwal konkret, serta langkah-langkah riil untuk memompa,
mendorong dan affirmative action para kepala daerah. Tujuannya
supaya mereka dapat melangkah secara nyata dan tidak lagi abai terhadap
persoalan kependudukan dan keluarga berencana. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar