Selasa, 06 Desember 2022

 

Mengapa Data Stok Beras Bulog dan Kementerian Pertanian Beda

Retno Sulistyowati :  Jurnalis Majalah Tempo

MAJALAH TEMPO, 04 Desember 2022

 

 

                                                           

SUDAH sebulan lamanya Wiwid dan beberapa pengusaha penggilingan beras lain di Sragen, Jawa Tengah, pontang-panting mencari pasokan beras. Mereka diminta mengisi stok beras Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) yang mulai menipis.

 

Menggunakan bendera CV Was Wutah, Wiwid dan belasan pengusaha ini meneken kontrak dengan Bulog pada 3 November lalu untuk memasok 8.500 ton beras. Tapi, hingga Sabtu, 3 Desember lalu, belasan juragan beras tersebut belum bisa memenuhi separuh komitmen mereka. “Baru setor 3.600 ton atau 40 persen. Padahal sudah sebulan nyari bareng-bareng,” Wiwid bercerita kepada Tempo pada Sabtu, 3 Desember lalu.

 

Menurut Wiwid, kontrak itu mereka buat bersama-sama agar lebih mudah mencari pasokan. Wiwid melalui perusahaannya, UD Wiwid Putra, mengambil porsi 900 ton. Ada rekannya yang menjanjikan 300 ton, ada pula yang hanya mampu memasok 200 ton. Toh, tetap saja usaha mereka belum sesuai dengan target yang ditetapkan dalam kontrak.

 

Bukan cuma di Sragen, dalam tiga pekan terakhir semua dinas pertanian di semua kabupaten/kota serempak terjun ke lapangan demi mencari beras. Pemerintah mendata ketersediaan beras di kawasan lumbung padi yang bisa memasok stok beras untuk Bulog. Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi dalam suratnya kepada Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso pada Selasa, 29 November lalu, menyatakan penggilingan siap memasok beras 610.632 ton hingga akhir Desember ini.

 

Penggilingan beras yang dimaksud dalam surat itu tersebar di 24 provinsi. Data mengenai pemasok, "Secara rinci sebagaimana terlampir, untuk diproses lebih lanjut," kata Suwandi dalam surat tersebut.

 

Surat Suwandi itu menjadi tindak lanjut rapat dengar pendapat Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat dengan para pejabat eselon I Kementerian Pertanian, Kepala Badan Pangan Nasional, Direktur Utama Bulog, dan Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau perusahaan holding pangan (ID Food) pada Rabu, 23 November lalu. Dalam pertemuan ini, DPR meminta pemerintah memenuhi kebutuhan beras nasional.

 

Dalam kesimpulan rapat itu tercatat Kementerian Pertanian sanggup memenuhi kebutuhan cadangan beras pemerintah (CBP) yang berasal dari dalam negeri sebanyak 600 ribu ton dalam waktu enam hari kerja sejak rapat tersebut. Bulog akan membeli pasokan beras tersebut dengan harga komersial. “Jika dalam enam hari sejak rapat tidak terpenuhi, maka data yang diyakini Kementerian Pertanian tidak valid,” kata Ketua Komisi Pertanian DPR Sudin yang saat itu memimpin rapat, membacakan kesimpulan pertemuan.

 

Badan Pangan Nasional menugasi Bulog memperkuat CBP, sesuai dengan hasil rapat koordinasi terbatas bidang perekonomian pada 2 September lalu. Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo dalam surat kepada Direktur Utama Bulog tertanggal 9 September 2022 meminta pengadaan dilakukan sampai stok CBP mencapai 1,2 juta ton setara beras. Penugasan berlaku mulai 2 September sampai 30 November.

 

Tapi Bulog melaporkan stok beras hingga 13 November lalu hanya 651 ribu ton. Pekan berikutnya atau pada 22 November lalu, CBP menyusut menjadi 594 ribu ton. Arief pun khawatir akan stok yang jauh di bawah target tersebut. “Perspektif pasar, saat Bulog hanya memiliki stok di bawah 1 juta ton, itu akan sangat bahaya,” ucapnya.

 

Budi Waseso pun mengatakan ketersediaan beras saat ini minim sehingga Bulog tidak dapat memenuhi target penyediaan CBP. Padahal, kata Budi, Bulog harus melakukan operasi pasar atau program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga demi menekan inflasi. Ia memperkirakan CBP hanya tersisa 300 ribu ton pada akhir tahun nanti.

 

Stok beras Bulog yang cekak bakal mengerek kenaikan harga di pasar. Di tengah kondisi ini, Budi mengakui Bulog tidak mampu melakukan intervensi lewat operasi pasar karena tidak memiliki persediaan beras. Karena itu, dia mengusulkan pengadaan dari luar negeri alias impor. Rencana impor beras, menurut Budi, telah mendapat persetujuan rapat koordinasi terbatas di Kementerian Koordinator Perekonomian, awal November lalu. Dia pun mengaku masih menyimpan komitmen kerja sama jual-beli beras secara komersial sebanyak 500 ribu ton.

 

•••

 

LAMPIRAN surat setebal 148 halaman dari Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi untuk Perum Bulog memuat data rinci penggilingan atau gabungan kelompok tani yang akan menyuplai beras. Data ini berikut lokasi pemasok, kesanggupan mereka memasok beras untuk Bulog, sampai detail nomor telepon yang bisa dihubungi. Disertakan pula foto-foto beras dalam karung-karung untuk menunjukkan ketersediaan barang.

 

Namun angka yang tertera dalam dokumen itu malah memantik perdebatan karena tidak sesuai dengan kenyataan. Sebagai contoh, dokumen itu menyebutkan UD Wiwid Putra bisa memasok beras 1.500 ton. Saat dimintai tanggapan tentang hal ini, bos UD Wiwid Putra, Wiwid, mengaku telah meralat angka tersebut. Dia pun mengungkapkan kondisi lain, yaitu harga beras yang merambat hingga melampaui harga beli Bulog yang dipatok Rp 10.200 per kilogram.

 

Selain meralat harga, Wiwid mengoreksi komitmen itu karena pasokan beras minim. Bahkan untuk memasok 900 ton sesuai dengan komitmen awal ia angkat tangan. “Sudah saya katakan pada tim yang mendata, cuma sanggup 300-500 ton,” dia berkali-kali mengulangi kalimat itu.

 

Wiwid mengaku membuat komitmen berdasarkan realitas. Ia tak mau mengisi formulir kesanggupan dengan angka yang besar tapi ujung-ujungnya tidak bisa mencapai target. Menurut dia, harga melonjak sejak Bulog membuka kontrak pada harga Rp 10.200 per kilogram. “Harga di pasar terkerek naik. Harus berebut juga cari barang.”

 

Koreksi data juga datang dari Andreas R. Lesmana, pemilik penggilingan beras dari Semarang, Jawa Tengah. Pemilik CV Makmur Jaya yang berlokasi di Demak, Jawa Tengah, itu dikatakan sanggup memasok 5.000 ton beras. Tapi, kepada Tempo, pada Sabtu, 3 Desember lalu, Andreas mengaku mengisi formulir kesanggupan sebanyak 2.000 ton.

 

Andreas bercerita, persoalan ini bermula dari panggilan yang masuk ke telepon selulernya beberapa waktu lalu. Malam itu, seorang pejabat Kementerian Pertanian bertanya tentang kapasitas pabrik penggilingan beras miliknya dan ketersediaan stok. Andreas pun ditanyai kesanggupannya memasok Bulog. Saat itu dia tak tahu bahwa ada tenggat pengiriman, yakni 15 Desember 2022. “Saya pikir pengadaan beras jangka panjang,” ujarnya.

 

Andreas juga tak mendapat informasi mengenai spesifikasi beras yang diminta, hingga akhirnya dia diundang untuk menghadiri pertemuan dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di sebuah tempat di dekat Bandar Udara Internasional Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, awal November lalu. Pada pukul 8 pagi, dia meluncur dari Semarang ke Yogyakarta untuk memenuhi undangan dadakan tersebut.

 

Ternyata pada pertemuan itu pemerintah menyodorkan formulir pernyataan kesanggupan memasok beras ke Bulog. Saat itulah Andreas baru tahu, “Lah, ternyata (penggilingan) punya saya dicatat 20 ribu ton. Saya terkejut,” ia bercerita. Andreas pun menyampaikan kesanggupan perusahaannya memasok beras 2.000 ton atau sepersepuluh dari target yang dipatok oleh kementerian. Nyatanya, dalam dokumen lampiran surat Dirjen Suwandi, CV Makmur Jaya tercatat harus memasok 5.000 ton.

 

Sengkarut data ketersediaan gabah dan beras tersebut pernah diungkapkan oleh Direktur Utama Bulog Budi Waseso. Dalam suratnya kepada Menteri Pertanian tanggal 9 November lalu, Budi menyebutkan hasil pengecekan ke beberapa penggilingan yang menunjukkan stok jauh di bawah data Kementerian Pertanian.

 

Sebagai contoh, PT Abadi Langgeng Gemilang milik Alung hanya memiliki stok beras 7.000 ton. Padahal dalam data informasi kesiapan stok Abadi Langgeng disebut memiliki stok 100 ribu ton. Akhirnya Bulog membuat kontrak pengadaan 7.000 ton. Dihubungi pada Jumat, 2 Desember lalu, Alung, yang mengaku sedang berada di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, tak menjawab permintaan konfirmasi Tempo. “Maaf, masih di luar pulau,” tuturnya.

 

Bulog juga mengecek stok PT Pilar Menara Mas Malang, milik Willy, yang menurut Kementerian Pertanian memiliki stok 20 ribu ton. Kenyataannya perusahaan itu hanya punya 260 ton. Itu pun pemilik penggilingannya tidak bersedia berkontrak dengan Bulog. Di pabrik CV Alam Putra Mandiri Tegal, milik Helmi, ada stok 3.900 ton. Jauh di bawah data Kementerian Pertanian yang menyebutkan 100 ribu ton. Akhirnya, kontrak diteken sebanyak 2.300 ton.

 

Adapun dalam pengecekan ke PB Tuan Muda Indramayu, milik Doyok, Bulog menemukan stok 20 ton. Itu pun hanya seperlima dari klaim yang dicatatkan oleh Kementerian Pertanian sebanyak 100 ribu ton. Pemilik penggilingan menyanggupi pasokan ke Bulog 50-100 ton per hari.

 

Sejauh ini, sejumlah perusahaan penggilingan telah memenuhi sebagian komitmennya. CV Makmur Jaya di Demak, misalnya, telah menyetor hampir 1.400 ton dari total komitmen 2.000 ton dengan harga Rp 10.200 per kilogram. “Mudah-mudahan bisa terpenuhi sebelum tenggat,” kata Andreas. Masalahnya, dia menambahkan, tenggat yang ditentukan terlalu singkat. Padahal pada musim hujan seperti saat ini tidak mudah memenuhi permintaan beras premium dengan kadar air di bawah 14 persen.

 

Dalam hal ini Kementerian Pertanian menyatakan stok beras di beberapa wilayah masih sanggup memenuhi kebutuhan Bulog. Koordinator Data Evaluasi dan Pelaporan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Batara Siagian mengatakan lembaganya telah melayangkan surat kepada Bulog mengenai data beras berikut lokasinya secara rinci. “Hal ini merupakan komitmen kami bahwa tidak ada keraguan soal data karena faktanya di lapangan beras ada. Namun harganya bervariasi, tergantung lokasi,” ucapnya

 

Batara mengatakan kebutuhan gudang cadangan beras Bulog sangat kecil dibanding produksi secara nasional. "Tidak mungkin tidak dapat terpenuhi,” tuturnya. Apalagi, menurut dia, saat ini petani sedang berproduksi dan akan melangsungkan panen pada Februari-Maret mendatang.

 

Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Bambang Pamudji pun mengingatkan bahwa penyediaan beras sebanyak 600 ribu ton dapat dilakukan dari penggilingan. Apalagi, menurut dia, pasokan beras setiap hari bergerak atau terdistribusi dari lokasi panen sampai pasar. "Strategi yang dilakukan adalah berkoordinasi dengan dinas pertanian, pelaku usaha, serta Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia," katanya.

 

•••

 

SUDAH jamak jika dalam dua bulan menjelang tutup tahun, produksi beras berada di bawah angka kebutuhan bulanan yang mencapai 2,5 juta ton. Apalagi panen musim tanam ketiga tahun ini hanya terjadi di daerah produksi utama. Berbeda dengan panen musim tanam pertama dan kedua yang hasilnya melimpah. “Kalau dirata-rata sekitar enam bulan kita surplus dan enam bulan minus,” kata Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia Sutarto Alimoeso pada Jumat, 2 Desember lalu.

 

Pada November, Sutarto menambahkan, produksi beras bisa lebih dari 1 juta ton. Artinya, hasil panen bisa mendongkrak cadangan beras Bulog sebesar 600 ribu ton. Apalagi Badan Pusat Statistik mencatat masih ada surplus 1,7 juta ton. Adapun total produksi beras selama 2022 diperkirakan 32,07 juta ton, meningkat dari tahun lalu yang mencapai 31,36 juta ton.

 

Persoalannya, Sutarto menuturkan, stok beras ini tak terkumpul di Bulog semata. Sebagian ada di penggilingan, pedagang, bahkan di rumah-rumah. “Kalau bicara ada atau tidak, ya ada,” ujar mantan Direktur Utama Bulog ini. Sutarto mengaku telah berkeliling ke penggilingan di beberapa daerah dan menemukan pabrik yang masih beroperasi. Masalahnya adalah stok beras dan gabah berkurang dari biasanya karena panen sedikit. Sedangkan barang yang ada di penggilingan atau pedagang beras disiapkan untuk memenuhi kebutuhan selama bulan Desember, bukan mengisi gudang Bulog.

 

Karena itu, Sutarto mengatakan, pemerintah harus mengatur strategi membeli beras untuk mengisi stok gudang Bulog saat ada surplus. Sebaliknya, Bulog harus melepas cadangan beras saat kondisi di pasar minus. “Ini prinsip dasar yang tidak dilakukan pemerintah tahun ini," ucapnya.

 

Penyebab persoalan ini antara lain perubahan kebijakan. Pemerintah telah menyetop program beras miskin (raskin) dan mengubah program beras sejahtera (rastra) menjadi bantuan pangan nontunai. Menurut Sutarto, setelah regulasi itu berlaku, Bulog jadi bimbang. "Bulog ditugasi menyerap beras, tapi sejak raskin dan rastra tidak ada jadi bingung, kapan harus mengeluarkan stok? Ini menjadi perdebatan beberapa tahun terakhir.” Sejak itu, program penyerapan beras/gabah oleh Bulog bergeser dari prinsip dasar.

 

Dampaknya terjadi saat ini. Saat hasil panen dan stok beras cekak seperti saat ini, Bulog berupaya membeli. Akibatnya, harga terus terkerek karena stok beras di penggilingan sangat terbatas. Bila stok di penggilingan dipaksa masuk ke gudang Bulog, pasar akan kekurangan pasokan. “Pasti harga akan naik. Itulah yang sebenarnya terjadi sekarang,” kata Sutarto.

 

Saat ini beberapa wilayah, seperti Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, masih memproduksi gabah dan beras hasil musim tanam ketiga. Tapi rata-rata sentra produksi beras di Jawa sudah selesai melakukan panen. Di Sragen, Pemalang, dan beberapa daerah lain di Jawa Tengah telah masuk musim tanam pertama yang hasilnya akan dipanen awal tahun depan.

 

Karena itu pula Andreas, pemilik CV Makmur Jaya di Demak, Jawa Tengah, harus berbelanja beras sampai ke Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah untuk mengisi stok gudangnya. Beras ini pula yang dia kirimkan ke Bulog untuk memenuhi komitmen, selain memasok para pelanggannya. “Di Sulawesi juga jadi rebutan barang. Bukan hanya saya yang dari Jawa. Orang dari Medan, Kalimantan, pada beli ke sana,” ucap Andreas.

 

Sragen saat ini sudah masuk musim tanam pertama untuk periode produksi 2023. Tapi ada persoalan baru, yaitu padi diserang hama penyakit yang membuat tanaman itu tumbuh kerdil dan malai atau bunga padinya tak mekar.

 

Warsito, petani di Desa Klandungan, Kecamatan Ngrampal, Sragen, mengatakan hama menyerang sejak musim tanam pertama tahun ini. Akibatnya, produksi gabah merosot tajam. “Kalau normal bisa 7-9 ton per hektare, sekarang turun 40-60 persen. Kurang tahu masalahnya apa. Apa karena iklim, pupuk, atau pengolahan tanahnya,” kata warga Desa Gabus, Kecamatan Ngrampal, itu.

 

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Sragen Suratno mengatakan telah mengirim surat ke Dinas Pertanian Sragen. Dia juga berkorespondensi dengan sejumlah kampus, seperti Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta, untuk mencari solusi gangguan produksi dan stok beras. “Unisri merespons. Timnya telah datang dan berkomitmen akan meneliti kasus ini. Tapi, karena sekarang sudah masuk musim tanam, penanganan masalah ini mungkin baru dilakukan setelah periode tanam ini berakhir.” ●

 

Sumber :    https://majalah.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/167580/mengapa-data-stok-beras-bulog-dan-kementerian-pertanian-beda

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar