Rabu, 28 Juli 2021

 

Antisipasi Kelelahan Tenaga Kesehatan dalam Darurat Covid-19

Titi Savitri Prihatiningsih ;  Presiden South East Asia Regional Association for Medical Education (SEARAME) dan Ketua Bidang Pendidikan PB IDI 2018-2021

KOMPAS, 27 Juli 2021

 

 

                                                           

Covid-19 menggila. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang diterapkan di Jawa-Bali 3-20 Juli 2021, diperpanjang hingga 25 Juli, dan kemudian diperpanjang lagi hingga 2 Agustus.

 

Pelayanan kesehatan kolaps. Sebanyak 23 pasien isolasi mandiri di rumah dilaporkan meninggal sebelum di bawa ke rumah sakit (RS). Beberapa pasien meninggal dalam perjalanan, karena berputar-putar mencari RS yang kosong. Berbagai kantor berita asing memasang tajuk utama Indonesian health system closed to collapse.

 

Raungan sirine, pemandangan kamar RS yang penuh, antrean pemulasaraan dan penguburan jenazah, serta angka-angka kenaikan kasus dan kematian akibat Covid-19 di Indonesia, menyesakkan dada dan mengkhawatirkan.

 

Sudah lebih dari 1,5 tahun bangsa Indonesia menghadapi pandemi Covid-19. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari negara-negara lain yang sudah sukses mengendalikan Covid-19.

 

Salah satu yang perlu diwaspadai adalah kelelahan tenaga kesehatan (burn out). Telah banyak penelitian dilakukan di tingkat global tentang efek pandemi ini terhadap kelelahan tenaga medis.

 

Penyebab kelelahan adalah beban kerja yang bertambah, kekhawatiran terpapar selama menangani pasien Covid-19, penggunaan alat pelindung diri (APD) lengkap secara terus-menerus sehingga menimbulkan ketidaknyamanan, serta kekhawatiran terhadap kondisi keluarganya akibat pembatasan tempat praktik.

 

Di dalam kondisi darurat Covid-19 saat ini, telah terjadi penambahan jumlah tempat tidur rumah sakit sejak 17 Mei 2021 sebanyak 36.973. Tanpa ada penambahan tenaga medis secara masif, dokter yang sudah kelelahan selama 1,5 tahun berjuang melawan pandemi Covid-19 akan semakin rentan akibat beban kerja yang bertambah.

 

Apalagi ditambah jumlah tenaga medis yang gugur, yang hingga tanggal 17 Juli 2021 berjumlah 545 orang. Ini semakin mengurangi kapasitas tenaga medis dalam menghadapi lonjakan pasien Covid-19 yang datang ke rumah sakit.

 

Kelelahan juga melanda dokter puskesmas. Dengan jumlah dokter yang terbatas, puskesmas mendapat beban kerja tambahan yang cukup besar. Selain menangani pasien yang datang – baik pasien Covid-19 maupun non Covid-19, puskesmas diberi tugas untuk melakukan contact tracing dan mengejar target vaksinasi.

 

Selain itu, puskesmas juga mendapat tugas memantau pasien tanpa gejala dan pasien dengan gejala ringan yang melakukan isolasi mandiri di shelter ataupun di rumah. Walaupun telah diupayakan penggunaan telemedicine oleh Kementerian Kesehatan, di daerah belum tentu masyarakat terbiasa dan paham bagaimana menggunakan aplikasinya, selain mungkin ada keterbatasan akses internet. Sehingga, tetap diperlukan tenaga medis dan tenaga kesehatan untuk melakukan pemantauan.

 

Ancaman terhadap timbulnya kelelahan para dokter dan dokter spesialis dalam memberi pelayanan pasien selama pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama 1,5 tahun ini juga telah disuarakan oleh hampir 1.000 dokter yang mengikuti Webinar tentang Penyelamatan Darurat Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan, yang diselenggarakan oleh Forum Komunikasi IDI Wilayah, IDI Cabang dan Perhimpunan pada tanggal 11 Juli 2021.

 

Situasi darurat

 

Pemerintah telah mengumumkan PPKM Darurat tanggal 3-20 Juli 2021 yang telah dua kali diperpanjang. Dalam kondisi darurat ini diperlukan cara berpikir dan cara bertindak darurat. Diperlukan penambahan jumlah tenaga medis yang masif dalam waktu singkat. Apa yang bisa dilakukan? Mendayagunakan tenaga dokter umum.

 

Ada tiga dokter umum yang dapat didayagunakan, yaitu yang telah menyelesaikan program magang (internship), yang sedang menjalani program internship dan retaker ujian nasional.

 

Para dokter yang telah selesai menjalani program internship yang tersebar di seluruh Indonesia dapat segera direkrut oleh Dinas Kesehatan dan didistribusikan untuk membantu pelayanan di puskesmas. Para dokter yang sedang menjalani program internship dapat ditempatkan di rumah sakit rujukan Covid-19 ataupun ditempatkan di puskesmas untuk membantu pelayanan di puskesmas selama satu tahun.

 

Retaker ujian nasional adalah calon dokter yang sedang menunggu ujian nasional. Mereka adalah mahasiswa program studi pendidikan dokter yang telah menyelesaikan seluruh persyaratan kurikulum dan persyaratan penilaian mahasiswa yang terdiri dari berbagai macam aktivitas penilaian dan ujian yang diselenggarakan oleh fakultas kedokterannya masing-masing.

 

Untuk menyelesaikan kurikulum pendidikan dokter dibutuhkan waktu 5,5 hingga tujuh tahun. Lebih lama dari rata-rata program sarjana dan profesi.

 

Total jumlah SKS (satuan kredit semester) yang harus dijalani lebih dari 200 SKS. Sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012, ada 736 penyakit yang dipelajari dengan 144 penyakit harus dikuasai sampai tuntas (lulusan dokter dapat menangani pasien dengan penyakit tersebut di fasilitas kesehatan tingkat primer).

 

Ada 261 penyakit yang seorang lulusan dokter harus mampu mendiagnosis sebelum merujuk. Untuk dapat menjalankan praktik kedokteran, ada 275 keterampilan klinis yang telah dipelajari selama proses pendidikan.

 

Program studi pendidikan dokter di Indonesia telah menerapkan kurikulum berbasis kompetensi. Seluruh program studi pendidikan dokter wajib mengikuti akreditasi yang dilakukan oleh Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan (LAMPTKes).

 

Akreditasi adalah Sistem Penjaminan Mutu Eksternal untuk memastikan kelayakan penyelenggaraan program studi dan pemenuhan terhadap Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Hanya perguruan tinggi yang telah terakreditasi yang memiliki wewenang untuk meluluskan dan mewisuda seperti yang tercantum pada UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

 

Adapun LAMPTKes telah diakui oleh lembaga dunia World Federation for Medical Education sebagai lembaga akreditasi yang kredibel.

 

Mendayagunakan "retaker" UKMPPD

 

Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer (FKTP) menjadi titik fokus pelayanan kesehatan di masyarakat. Saat ini dengan melonjaknya jumlah kasus yang bergejala ringan sampai berat, kapasitas rumah sakit telah mencapai titik optimal —bahkan ada yang melebihi kapasitas yang ada—untuk melayani pasien Covid-19. Oleh karena itu pasien dengan gejala ringan yang telah berkunjung ke rumah sakit akan disarankan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah.

 

Selama melakukan isolasi mandiri di rumah, saat ini terjadi kekurangan tenaga medis yang melakukan pemantauan secara langsung. Pada pasien Covid-19, gejala ringan dapat berkembang menjadi sedang dan masuk ke dalam kondisi berat dalam waktu yang singkat.

 

Karena telah menyelesaikan seluruh persyaratan kurikulum di fakultas kedokterannya masing-masing, para retaker ini dapat diluluskan oleh perguruan tingginya sesuai kewenangan otonomi akademik seperti dijamin di UU Sisdiknas dan UU Pendidikan Tinggi.

 

Namun, mereka belum dapat izin dan kewenangan untuk melakukan praktik kedokteran. Oleh karena itu, mereka direkrut sebagai relawan medis dan diperbantukan di puskesmas. Mereka bekerja di bawah pengarahan, pengawasan dan supervisi dokter puskesmas.

 

Tugas utama mereka adalah membantu dokter puskesmas dalam melakukan contact tracing, perawatan pasien tanpa gejala dan pasien dengan gejala ringan yang melakukan isolasi mandiri di shelter pemerintah, shelter swadaya masyarakat atau pun di rumah-rumah, melakukan vaksinasi, serta melakukan edukasi masyarakat melalui promosi kesehatan dan pencegahan Covid-19.

 

Dalam situasi sekarang, untuk mengurangi beban rumah sakit dan mengurangi pasien dengan gejala berat dan kritis yang berdatangan ke rumah sakit, perlu dilakukan upaya maksimal untuk promosi kesehatan dan pencegahan Covid-19 di akar rumput.

 

Saat ini, 70 persen pasien yang datang ke rumah sakit, sudah bergejala sedang, berat dan kritis. Banyak dokter puskesmas yang telah gugur dalam bertugas. Perlu upaya pencegahan optimal terhadap penularan, pencegahan perburukan gejala dari ringan menjadi sedang atau dari yang sedang menjadi berat, dan dari berat menjadi kritis.

 

Pasien Covid-19 dapat mengalami perburukan gejala dari sedang menjadi berat, lalu menjadi kritis hanya dalam hitungan hari.

 

Di sinilah puskesmas yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dapat lebih dioptimalkan perannya. Untuk memperkuat kapasitas puskesmas dalam melakukan tugas ini, dapat mendayagunakan para dokter pasca internship, dokter internship dan calon dokter yang telah menyelesaikan seluruh pendidikan seperti telah dijelaskan.

 

Tentu dibutuhkan terobosan proses administrasi yang ‘di luar prosedur normal’ agar pendayagunaan dapat dilakukan. Ingat!! Ini kondisi darurat, jangan menggunakan cara berpikir dan prosedur normal. Gunakan cara berpikir dan prosedur darurat. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar