Salah satu kekuatan utama suatu negara dapat dinilai dari kekuatan roda industri dan bisnis yang dijalankan.
Berbagai model bisnis hadir dan menghilang, dengan jumlah yang sangat kecil cenderung bertahan selama beberapa generasi, dan bahkan beberapa nama besar dalam bisnis saat ini tak  dapat mencapai abad berikutnya.
Banyak hal berubah di dalam industri saat ini, terlebih ekonomi selalu berevolusi. Ujung dari industri 4.0 adalah automasi untuk efisiensi dan kinerja yang andal. Ketika hal itu terjadi, berbagai jenis pekerjaan juga berubah. Menurut penulis, Indonesia termasuk negara yang cukup sukses dan aktif di dalam menghasilkan perusahaan rintisan (start up) baru berbasis teknologi.
Konsep industrial 4.0 muncul pertama kali dari artikel Pemerintah Jerman pada November 2011 sebagai strategi high-tech untuk 2020.  Pada 2013, istilah industri 4.0 muncul lagi pada sebuah pameran di Hannover, Jerman.  Pada perkembangan selanjutnya industri 4.0 menjadi istilah yang sering digunakan untuk merujuk pada proses perkembangan dalam manajemen produksi dan rantai produksi. Istilah ini juga mengacu pada revolusi industri keempat.
Indonesia telah merasakan dampak dari industri 4.0. Jumlah perangkat IoT (internet of things, internet untuk segala) akan meningkat sangat drastis dan teknologi informasi berbasiskan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) telah mendisrupsi berbagai bidang bisnis. Perangkat-perangkat baru dan peranti lunak cerdas yang dihasilkan memunculkan bidang kerja baru, start up yang inovatif, dan bidang bisnis baru.
Disrupsi menginisiasi lahirnya model bisnis baru dengan strategi lebih inovatif kreatif.  Perubahan sosial, teknologi, dan lingkungan juga telah menghasilkan model produksi massal. Di dalam perubahan sosial progresif yang diinginkan oleh pelanggan yang mau membayar 10-15 persen lebih untuk produk yang unik. Pada saat bersamaan, pelayanan yang baik dan cepat sebagai imbalannya dan diharapkan berkontribusi pada pengembangan produksi skala kecil lokal.
Karena hal tersebut, bermunculanlah berbagai start up yang memiliki produk unik yang mampu mengalahkan kekuatan teknologi dan model bisnis lama.
Kementerian Perindustrian telah menekankan pentingnya penerapan industri 4.0. Sejumlah sektor industri nasional telah memasuki era tersebut, di antaranya industri semen, petrokimia, otomotif, serta makanan dan minuman. Sebagai contoh, industri otomotif, dalam proses produksinya, mereka sudah menggunakan sistem robotik dan infrastruktur IoT.
Perguruan tinggi di era industri 4.0
Perguruan tinggi diharapkan bergerak cepat agar sesuai dengan dinamika digital, penerapan kecerdasan buatan, aplikasi cerdas di smartphone yang dihasilkan oleh start up, pengambilan keputusan dan perencanaan strategis dengan memanfaatkan big data analytics dan IoT di segala bidang serta perkembangan pesat model bisnis. Jika tidak disesuaikan, lulusan perguruan tinggi tidak akan sesuai untuk menjadi pemikir dan pekerja di era ini.
Menghadapi hal itu, Kemristek dan Dikti menekankan pentingnya pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi Berorientasi Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dalam rangka Implementasi Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti) pada era industri 4.0.
Komitmen untuk menghadirkan life-long learning (belajar sepanjang hayat) agar para lulusan dan siapa saja yang ingin belajar dapat terus meng-update pengetahuan dan keahlian juga perlu diwujudkan karena masa depan lebih membutuhkan tenaga yang lebih  terampil  dengan kemampuan spesifik.
Selain itu, menurut Juan Romo, rektor pada Universidad Carlos III de Madrid, berdasarkan pada suatu diskusi, mahasiswa di masa depan membutuhkan kemampuan soft skill dan etika. Dia menjelaskan, di universitasnya, humaniora adalah subyek inti bagi semua orang, termasuk insinyur, karena di masa depan semua orang perlu memahami pentingnya etika.
Kolaborasi dengan industri adalah inti untuk menghasilkan pendidikan tinggi yang berkualitas. Misalnya, Siemens mengumumkan program pengajaran akademik untuk industri 4.0 bernama Connected Curriculum bersama partner universitas antara lain University of Sheffield, Liverpool John Moores, Middlesex University, Newcastle University, Manchester Metropolitan University.
Pendidikan 4.0 merupakan istilah umum yang dipakai para ahli teori pendidikan untuk menggambarkan beragam cara dalam mengintegrasikan teknologi siber, baik secara fisik maupun tidak, ke dalam dunia pembelajaran.  Pada pendidikan 4.0, masa depan pembelajaran akan sangat berbeda, lokasi tak terbatas dan berlaku sepanjang hidup.
Sebuah studi terkini oleh Foundation for Young Australians (FYA) menemukan bahwa hampir 60 persen pemuda belajar untuk meraih karier yang dua pertiganya akan terautomasi pada 10-15 tahun ke depan. Pada 2020 diperkirakan 22 persen pekerjaan 3D (dirty, dangerous, and difficult) di Malaysia akan diotomatisasikan menggunakan robot cerdas dan perangkat cerdas.
Keahlian yang harus dikembangkan universitas untuk menyiapkan lulusan menghadapi ekonomi baru harus dikembangkan. Mahasiswa harus punya wawasan yang luas, serta disiapkan kemampuan critical thinking, yaitu mampu menemukan cara alternatif untuk mengerjakan sesuatu dan bekerja dalam batasan tertentu sehingga menghasilkan solusi yang lebih efisien.
Kemampuan literasi ICT (teknologi informasi dan komunikasi), kewirausahaan (entrepreneurship) yang mengadopsi industri 4.0 dan kemampuan berkomunikasi dan kepemimpinan harus diberikan pada kurikulum di perguruan tinggi.
Kemajuan teknologi yang luar biasa akan menciptakan bidang kerja yang belum terbayang di saat sekarang dan perlu diantisipasi agar para lulusan siap menghadapi  jenis pekerjaan baru yang lebih menantang dan membutuhkan teknologi tinggi dan kemampuan inovasi. Kemampuan AI, bioteknologi, humanity berbasis ICT, otomotif, serta pengetahuan manajemen dan bisnis model baru perlu dikuasai oleh mahasiswa.
Bidang ilmu komputer (computer science) tingkat lanjut, teknologi pangan (food technology), bioteknologi, drone cerdas untuk pertanian, nanobots untuk penyembuhan penyakit, non-biological intelligence, jasa keuangan (efficient financial services), kemampuan mengunduh pengetahuan ke otak kita dari cloud serta society and hybrid generation merupakan gambaran kemajuan kehidupan di rentang 2020-2040.
Asesmen untuk mahasiswa
Dari gambaran di atas, jelas industri 4.0 perlu dapat perhatian khusus perguruan tinggi. Kita harus mengembangkan sistem asesmen yang optimal bagi mahasiswa di saat ini, teknologi AI, digital experiential learning tentunya dapat digunakan pada tes sumatif.
Menurut Peter Fisk, pendidikan masa depan memiliki ciri kebutuhan akan pengetahuan yang tepat bagi mahasiswa dan di mana memperolehnya daripada mengisi pikiran mahasiswa dengan segala materi pembelajaran yang di masa depan mungkin sudah tak dipakai, serta belajar secara bersama (peer to peer learning) di mana dosen lebih sebagai fasilitator.
Selain itu, tools cerdas tersedia untuk menghasilkan sistem pembangkit pertanyaan dan jawaban otomatis (automatic question/answering systems), mengasah kemampuan dan melacak performa melalui data analytics (big data).
Mahasiswa butuh teknologi dan materi pembelajaran yang dapat menyiapkan mereka menghadapi pekerjaan yang belum ada sekarang dan harus dapat menghadapinya di 5-20 tahun lagi. Belajar sepanjang hayat perlu difasilitasi universitas (karena pendidikan tidak berhenti setelah memperoleh ijazah). Tidak sedikit perguruan tinggi di negara maju yang memfasilitasi life-long learning.
Tidak semua mahasiswa memiliki kemampuan setara dengan mahasiswa lainnya, dan sudah saatnya diberikan penyesuaian tingkat kesulitan terhadapnya.  Mahasiswa akan belajar dengan tools yang difasilitasi oleh universitas yang mampu mengadaptasi kemampuan mahasiswa.
Ini akan menghemat waktu studi mahasiswa, menghasilkan pengalaman belajar yang positif, dan meningkatkan kepercayaan mahasiswa di dalam dunia akademiknya.
Revolusi industri 4.0 menyebabkan terjadinya disruptive technology yang dapat mengurangi keberadaan dan peran manusia pada industri dan jasa. Perlu ada penyesuaian kurikulum dan metode pembelajaran yang tepat serta kesiapan teknologi pendukung yang sesuai di perguruan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang peka dan siap menciptakan bidang usaha dan bisnis baru.
(Widodo Budiharto ; Profesor Bidang Kecerdasan Buatan, Binus University, Jakarta)