|
Dalam kamus ilmiah populer kata sarjana bermakna panggilan
untuk orang yang telah menjalani pendidikan tinggi di sebuah universitas atau
perguruan tinggi. Jadi, tak heran jika mereka identik dengan ilmu pengetahuan.
Karena memang tujuan utama masuk perguruan tinggi untuk menambah dan
mengembangkan pengetahuan.
Seiring perkembangan zaman tujuan tersebut menjadi
bergeser. Bahkan rata-rata tujuan mereka masuk perguruan tinggi untuk
memperoleh pekerjaan. Wajar saja, sebab semua instansi baik negeri maupun
swasta melihat jenjang pendidikan dengan bukti ijazah pelamar sebagai acuannya.
Sehingga sebagian orang mengejar ijazah meski ilmunya tidak didapat. Tetapi,
rata-rata dari mereka ingin mendapatkan dua-duanya ilmu dan ijazah. Karena
dua-duanya sangat penting, terutama ilmunya.
Kenyataanya sampai saat ini masih banyak para sarjana yang
menjadi pengangguran. Banyak juga yang memperoleh pekerjaan tetapi tidak sesuai
dengan ilmu yang diperoleh dari kampus. Bahkan, ada yang memperoleh pekerjaan
namun pekerjaannya tidak memerlukan ijazah, lulusan Sekolah Dasar pun bisa melakukan
pekerjaan tersebut, sungguh ironis dengan gelar yang disandangnya.
Berdasarkan data terakhir, jumlah pengangguran yang
bergelar sarjana ter nyata 7,8 dari total angkatan kerja. Jumlah ini lebih
tinggi dibanding pengangguran secara nasional yaitu 6,8 persen. Ada beberapa
opini terkait dengan masalah ini. ada yang berpendapat masalah ini disebabkan,
karena banyaknya para pencari kerja tidak sesuai dengan lapangan kerja yang
tersedia. Ada juga yang berpendapat tidak lancarnya pertemuan antara pencari kerja
dan penyedia kerja. Ini friksi yang menciptakan pengangguran di pasar tenaga
kerja. Ada juga yang berpendapat ketidaksesuaian antara hasil yang dicapai
antara pendidikan dengan lapangan kerja. Dan, pendapat-pendapat yang lainnya.
Sebenarnya sarjana menganggur bukan suatu yang baru.
Meskipun demikian, tetap saja masyarakat menganggap ini sesuatu yang memalukan.
Sebab, sarjana identik dengan kaum intelektual yang ready to use. Selain itu,
saat ini sudah menjadi budaya dalam masya-rakat bahwa tujuan kuliah adalah agar
cepat mendapat kerja. Andai saja budaya di masyarakat orang masuk perguruan
tinggi hanya bertujuan untuk mencari ilmu mungkin mahasiswa tidak dapat
pekerjaan tidak begitu dipandang tabu oleh masyarakat.
Yang dianggap tabu
seorang sarjana yang tidak bisa apa-apa, dan ini keterlaluan. Tetapi, alangkah
lebih baiknya seorang sarjana tetap bisa mengaplikasikan ilmunya di masyarakat
nanti, sehingga bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya.
Dengan banyaknya sarjana menganggur membuat sebagian orang
tidak begitu berminat melanjutkan ke perguruan tinggi. Alasannya, kalau setelah
kuliah menganggur lebih baik biaya kuliahnya dijadikan modal usaha saja.
Melihat biaya di perguruan tinggi semakin lama semakin membengkak. Bahkan, ada
salah satu perguruan tinggi yang menetapkan biaya masuknya di atas lima puluh
juta. Modal lima puluh juta dibuat usaha selama empat tahun sudah mendapatkan
keuntungan yang begitu besar. Namun, alasan seperti ini kurang tepat. Sebab,
dengan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi pastinya banyak ilmu dan
pengalaman yang didapat. Bukankah kata pepatah, "'engalaman adalah guru yang terbaik?"
Wajibnya Kreatifitas
Banyak yang tidak setuju tujuan kuliyah untuk mencari
pekerjaan. Yang tidak setuju bagi mereka yang memang benar-benar murni mencari
ilmu. Ada juga yang berpendapat, seorang sarjana seharusnya membuka lapangan
pekerjaan bukan mencari pekerjaan. Kalimat ini memang sudah tidak asing lagi di
telinga mahasiswa. Bahkan, sekarang pun di kampus-kampus sering diadakan
seminar dan pelatihan entrepreneurship yang tujuannya agar para sarjana menjadi
pengusaha handal dan tidak berpikiran lagi untuk mencari pekerjaan. Cara ini
memang cukup efektif dan membuka peluang besar untuk mengurangi pengangguran.
Biasanya konotasi pengusaha tertuju pada orang yang
memiliki segudang pabrik, toko berjejer dan sebagainya. Namun, sebenarnya
pengusaha ialah orang yang berusaha dengan segala kemampuannya sehingga bisa
menghasilkan sesuatu yang mempunyai nilai material dan immaterial. Melihat hal
ini, maka pentingnya seorang mahasiswa untuk kreatif sesuai dengan bakat
masing-masing. Seperti leader (pemimpin), administrator, seniman, atlet,
penulis, dan sebagainya.
Dari kekreatifan tersebut akan menghasilkan keuntungan yang
berlipat ganda. Sebab, tidak semua orang memiliki potensi yang sama dengan
kelebihan masing-masing. Dari kelebihan yang berbeda-beda tersebut, maka akan
membentuk siklus yang akhirnya menjadi sebuah perusahaan. Sehingga semuanya
diuntungkan. Jika semuanya untung, maka tidak akan ada ceritanya sarjana
menganggur setelah selesai jadi mahasiswa, Bahkan, saat jadi mahasiswa pun.
Dengan hal ini, seorang mahasiswa wajib kreatif dalam
bidang masing-masing sebagai bekal setelah menyandang gelar sarjana nanti. Yang
memiliki potensi di seni barangkalai akan lebih tepat berkarya dengan seninya,
yang memiliki potensi berpikir tuangkanlah pemikirannya dalam bentuk tulisan
dan sebagainya, yang memiliki potensi di sastra berkaryalah sehingga
menciptakan karya sastra, yang memiliki potensi atlet berlatihlah sehingga bisa
memenangkan kejuaraan, yang memiliki potensi di administrasi belajarlah jadi
administrator yang baik, yang berpotensi di management jadilah manajer yang
baik, dan potensi-potensi yang lain.
Jika demikian, suatu saat nanti tidak akan ada lagi sarjana
atau tamatan perguruan tinggi menjadi penganggur. Namun, semua membuka lapangan
pekerjaan setidaknya untuk dirinya sendiri dan tidak memberatkan pemerintah
lagi memikirkan lapangan pekerjaan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar