Koalisi PDIP-Partai
Demokrat Hussein Abri Dongoran : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 10
September 2023
SETELAH gagal berlayar
dengan koalisi Anies Baswedan, pengurus Partai Demokrat bergerak cepat
mencari perahu baru. Pada Senin, 4 September lalu, Sekretaris Jenderal
Demokrat Teuku Riefky Harsya menemui Sekretaris Jenderal Partai Gerakan
Indonesia Raya Ahmad Muzani. Dalam pertemuan di satu restoran di kawasan
Jakarta Utara itu, keduanya membicarakan kemungkinan Demokrat ikut mendukung
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Empat politikus Demokrat
dan dua politikus Gerindra membenarkan adanya pertemuan itu. Namun Riefky
enggan membeberkan lobi-lobi politik dengan Gerindra. “Pokoknya kami
berkomunikasi dengan semua pihak,” ujarnya kepada Tempo di kantor Demokrat di
Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 7 September lalu. Sehari sebelum pertemuan
dengan Riefky, atau pada Ahad, 3 September lalu, Muzani menyatakan komunikasi
dengan petinggi Demokrat telah berjalan. Muzani menyatakan partainya membuka
pintu jika Demokrat hendak bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju. “Bagi kami, dukungan dari
siapa pun, apalagi dari partai politik, merupakan sesuatu yang berarti,” ucap
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat ini di Surabaya. Koalisi Indonesia
Maju beranggotakan Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai
Bulan Bintang, dan Partai Gelombang Rakyat Indonesia. Demokrat resmi keluar dari
Koalisi Perubahan untuk Persatuan pada Jumat, 1 September lalu. Keputusan
mundur diambil setelah Anies Baswedan memilih Ketua Umum Partai Kebangkitan
Bangsa Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden. Sebelumnya, Demokrat
menyorongkan nama Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono sebagai pendamping
Anies. Sejumlah politikus
Demokrat yang ditemui Tempo sepanjang pekan lalu bercerita, penjajakan dengan
Gerindra sebenarnya lebih maju. Perwakilan partai itu, Andi Alfian
Mallarangeng, telah bertemu dengan Prabowo Subianto di rumahnya di Hambalang,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Rabu, 6 September lalu. Pada saat yang bersamaan,
pengurus Demokrat berkumpul di rumah Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang
Yudhoyono di Cikeas, Kabupaten Bogor. Sambil menikmati makanan khas Cirebon,
empal gentong, mereka menunggu hasil pertemuan di Hambalang. Namun belum ada
kepastian apa pun dari lobi tersebut. Penjajakan di Hambalang,
menurut sejumlah politikus Demokrat dan Gerindra, tak jauh berbeda dengan
kunjungan Prabowo Subianto ke Pacitan, Jawa Timur, pada 20 Mei lalu untuk
menemui Susilo Bambang Yudhoyono. Keduanya berbincang selama sekitar satu jam
di Wisma Drupadi, Kompleks Museum dan Galeri SBY-ANI (Kristiani Herrawati,
istri Yudhoyono). Dalam pertemuan itu,
Prabowo disebut-sebut menawarkan empat kursi menteri jika Demokrat ikut
mendukungnya. Salah satunya posisi menteri koordinator yang akan diserahkan
kepada putra Yudhoyono, Agus Harimurti. Tawaran itu disebut-sebut masih sama
setelah Demokrat balik badan dari koalisi Anies Baswedan. Ketua Badan Pemenangan
Pemilu Demokrat Andi Arief mengatakan pada awal Juni lalu pembicaraan antara
Yudhoyono dan Prabowo juga membahas koalisi di putaran kedua pemilihan
presiden. Jika Prabowo atau Anies keok di putaran pertama, kedua partai akan
berkoalisi di ronde berikutnya. “Tapi belum ada keputusan apa pun saat itu,”
kata Andi. ••• TAK hanya menjajaki
koalisi dengan gerbong Prabowo Subianto, pengurus Partai Demokrat juga
mendekati pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. PDIP telah mengusung
mantan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, sebagai calon presiden. Pada hari Demokrat
memutuskan keluar dari koalisi Anies Baswedan, Wakil Ketua Umum Demokrat
Benny K. Harman bertemu dengan politikus PDIP, Andreas Hugo Pareira. Sambil
menyantap sushi di salah satu restoran Jepang di Kebayoran, Jakarta Selatan,
keduanya berbincang mengenai rencana koalisi Demokrat dan PDIP. Menurut Andreas, Benny
menyatakan ada kecenderungan di Demokrat untuk memilih berkoalisi dengan
PDIP. “Mereka merasa punya ikatan dengan PDI Perjuangan,” ujar Andreas pada
Jumat, 8 September lalu. Andreas menyarankan Ketua Umum Demokrat Agus
Harimurti berkomunikasi dengan Ketua PDIP Puan Maharani dan Sekretaris
Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Andreas mengaku telah
melaporkan pertemuan itu kepada Hasto. Sedangkan Benny enggan menjelaskan
rencana koalisi dengan PDIP. “Saya sering berdiskusi dengan Andreas karena
sama-sama berada di Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat,”
tuturnya. Pada Ahad, 18 Juni lalu,
Puan bertemu dengan Agus di Plataran Hutan Kota Senayan, Jakarta. Orang dekat
Agus bercerita, saat itu Puan menanyakan peluang Agus menjadi calon wakil
presiden Anies Baswedan. Jika nanti Anies tak lolos ke putaran kedua, Puan
berharap Demokrat bergabung dengan PDIP. Sejumlah politikus
Demokrat mengatakan Sekretaris Jenderal Teuku Riefky Harsya pun telah bertemu
lagi dengan Hasto Kristiyanto untuk menjajaki peluang berkoalisi. Ditanyai
tentang pertemuan dengan Hasto, Riefky irit bicara. “Kami berkomunikasi baik
dengan semuanya,” ujarnya. Adapun Hasto tak merespons pertanyaan yang
diajukan Tempo ke nomor telepon selulernya. Politikus PDI Perjuangan,
Deddy Yevri Hanteru Sitorus, membenarkan jika partainya disebut kian intens
berkomunikasi dengan pengurus Demokrat setelah partai itu keluar dari koalisi
Anies Baswedan. Dukungan dari Demokrat dianggap oleh pengurus partai banteng
sebagai penambah pundi-pundi suara Ganjar Pranowo. ••• MANUVER Demokrat mendekati
koalisi Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo sebenarnya telah dibahas sebelum
partai itu keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Dua petinggi
Demokrat bercerita, Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono setidaknya
dua kali membahas kemungkinan tersebut. Dalam pertemuan di Museum
SBY-ANI di Pacitan, Jawa Timur, pada Jumat, 18 Agustus lalu, Yudhoyono sempat
mengungkapkan kekhawatirannya soal ketidaksolidan di koalisi Anies Baswedan.
Padahal, sehari sebelumnya, Anies ikut menghadiri peresmian museum itu.
Sejumlah politikus Demokrat mengatakan mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut
sesungguhnya tak diundang. Yudhoyono, menurut dua
petinggi Demokrat, menjelaskan hubungannya dengan Prabowo Subianto dan
Megawati Soekarnoputri. Yudhoyono dan Prabowo sama-sama masuk Akademi
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia—kini bernama Akademi Militer—tahun
1970. Yudhoyono lulus satu tahun lebih dulu ketimbang Prabowo. Narasumber yang sama
bercerita, Yudhoyono menyatakan mengenal karakter Prabowo selama lebih dari
50 tahun. Pada 1998, Yudhoyono tergabung dalam Dewan Kehormatan Perwira yang
memecat Prabowo dari dinas militer. Prabowo dinyatakan terlibat dalam
penculikan aktivis 1998. Saat itu Prabowo dan Yudhoyono sama-sama berpangkat
letnan jenderal. Sedangkan soal hubungannya
dengan Megawati, Yudhoyono mengakui ada persoalan. Pada 2004, Yudhoyono
mundur sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan di kabinet Megawati.
Ia kemudian mengalahkan mantan bosnya itu dalam pemilihan presiden. Megawati
tak menghadiri pelantikan bekas anak buahnya tersebut. Di Pacitan, Yudhoyono menyatakan
bahwa segala permasalahan itu tak membuat dia ragu akan komitmen dan
konsistensi Megawati dalam berpolitik. Cerita tentang hubungan dengan Prabowo
dan Megawati kembali disampaikan Yudhoyono dalam pertemuan di Cikeas pada
Selasa, 22 Agustus lalu. Orang dekat Yudhoyono,
Iftitah Sulaiman Suryanagara, dalam siniar Bocor Alus Politik yang disiarkan
pada Kamis, 7 September lalu, membenarkan kabar soal diskusi di Pacitan dan
Cikeas. “Mereka yang menginginkan negara besar dan memiliki pemimpin mandiri
pasti akan ikut berkumpul dan mendukung siapa pun yang bisa mewujudkannya,”
kata Iftitah. Menurut sejumlah petinggi
Demokrat yang ditemui Tempo, partai itu masih mengukur keuntungan dan
kerugian jika bergabung dengan koalisi Gerindra atau PDI Perjuangan. Salah
satunya adalah dukungan Presiden Joko Widodo kepada Prabowo Subianto dan
Ganjar Pranowo. Belakangan, Jokowi terlihat condong mendukung Prabowo yang
menjadi Menteri Pertahanan. Para pengurus Demokrat
menilai kerja sama dengan PDIP akan membuat koalisi pengusung Ganjar Pranowo
tak bergantung pada Jokowi dalam pemilihan presiden. PDIP sebagai partai
pemenang pemilihan umum dianggap memiliki kekuatan politik yang besar dan
bisa membuat koalisi menang. Pertimbangan lain adalah
soal posisi tawar Demokrat di kedua koalisi. Seorang petinggi Demokrat
mengatakan Demokrat hanya akan menjadi partai ketiga setelah Gerindra dan
Golkar, yang jumlah suaranya lebih besar, jika ikut mendukung Prabowo.
Sedangkan di koalisi PDIP, Demokrat akan menjadi partai terkuat kedua. Faktor lain adalah
perhitungan elektabilitas partai. Jika bergabung dengan Prabowo, Demokrat
diperkirakan memiliki tingkat keterpilihan sebesar 12,5 persen. Sedangkan
elektabilitas partai itu akan lebih tinggi sekitar setengah persen jika
mendukung Ganjar Pranowo. Dua petinggi Demokrat
mengatakan lobi ke PDI Perjuangan juga membawa satu misi khusus, yaitu
rekonsiliasi hubungan Susilo Bambang Yudhoyono dengan Megawati Soekarnoputri.
Informasi ini dibenarkan oleh politikus PDIP, Deddy Yevri Sitorus. “Usulannya
datang dari Demokrat,” ujar Deddy. Pun juru bicara Demokrat,
Herzaky Mahendra Putra, mengatakan, jika sampai terwujud, pertemuan antara
Yudhoyono dan Megawati bakal membuka lebar pintu koalisi. “Akan ada kepastian
koalisi,” ucap Herzaky. Sekretaris Jenderal PDIP
Hasto Kristiyanto mengatakan kepada pewarta bahwa pertemuan
Megawati-Yudhoyono akan dibahas seusai konsolidasi partai pengusung Ganjar
Pranowo, yaitu pada Rabu, 13 September pekan ini. Adapun dengan Gerindra,
pengurus Demokrat menyimpan trauma Pemilu 2019. Saat itu Demokrat berharap
Prabowo Subianto menjadikan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai calon wakil
presiden. Namun, menjelang pendaftaran calon presiden dan wakil presiden ke
Komisi Pemilihan Umum, Prabowo malah memilih Sandiaga Uno. Petinggi Demokrat saat itu
sempat mendekati koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin. Namun muncul penolakan
dari partai-partai pengusung Jokowi. Demokrat akhirnya kembali mendukung
Prabowo. Orang dekat Yudhoyono, Iftitah Sulaiman Suryanagara, mengakui adanya
trauma itu. “Betul, Demokrat punya trauma,” katanya dalam program YouTube
Bocor Alus Politik Tempo. Kali ini Demokrat pun
harus ikut dalam salah satu koalisi agar bisa mengajukan calon presiden saat
KPU membuka pendaftaran pada Oktober mendatang. Sesuai dengan Undang-Undang
Pemilu, jika tak ikut mengusung calon presiden, Demokrat tak bisa mengajukan
calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2029. Kegagalan Partai Demokrat
di koalisi Anies Baswedan membuat pengurus partai ini tak akan mengajukan
syarat agar Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono menjadi calon wakil presiden
dalam koalisi calon presiden lain. “Kalau mau memasuki rumah, kita tanya
keinginan tuan rumah yang mengajak bersama,” ujar Herzaky Mahendra Putra. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/laporan-utama/169703/koalisi-pdip-partai-demokrat |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar