Kerja
yang Belum Usai
M Hernowo ; Litbang
KOMPAS
|
KOMPAS, 20 Desember
2016
Kerja, kerja, dan kerja. Itulah kata kunci
Presiden Joko Widodo. Selama dua tahun pemerintahannya, hasil kerja itu mulai
terlihat terutama di bidang infrastruktur. Program yang sempat disangsikan
sejumlah kalangan, seperti pengampunan pajak, sejauh ini hasilnya tidak
mengecewakan.
Namun, riak yang diawali kasus dugaan
penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta (nonaktif) Basuki Tjahaja
Purnama menunjukkan ada pekerjaan yang tak boleh dilupakan dan dilalaikan
sedikit pun, yaitu menjaga semangat kebangsaan. Persatuan dan keragaman
menjadi dua hal yang tak bisa dilepaskan dari bangsa Indonesia.
Kesadaran tentang keberagaman sebenarnya telah
muncul sejak lama di Nusantara. Kesadaran itu, antara lain, membuat Bung
Karno dalam persidangan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) pada 1945 menegaskan, Indonesia didirikan untuk semua
orang dan bukan kelompok tertentu. Jauh ke belakang lagi, Hayam Wuruk yang
beragama Hindu dan Gadjah Mada yang beragama Buddha telah mempraktikkan
keberagaman melalui kerja sama dengan baik hingga membawa Majapahit ke puncak
kejayaan.
Namun, kemunculan sejumlah aksi intoleran dan
mencederai kebinekaan belakangan ini mengindikasikan ada masalah dalam
keberagaman kita. Sinyalemen ini juga muncul dalam hasil kajian Lembaga
Ketahanan Nasional (Lemhannas). Dalam skala 1 hingga 5-dengan semakin besar
angkanya, ketahanan nasional Indonesia semakin baik- indeks ketahanan
nasional tahun 2016 berada di angka 2,60. Capaian ini lebih baik dan
menunjukkan tren peningkatan dibandingkan tahun 2015 dengan skor 2,55 dan
2010 di posisi 2,43.
Meski indeks ketahanan naik, hal yang perlu
lebih diperhatikan dari hasil kajian Lemhannas itu adalah indeks gatra
ideologi yang terus turun sejak 2010. Pada 2016, indeks gatra ideologi berada
di posisi 2,06, turun dari 2,31 pada 2010. Gatra ideologi ini memiliki
sejumlah variabel, seperti toleransi, kesederajatan dalam hukum, kesamaan hak
kehidupan sosial, kebebasan yang taat hukum, solidaritas sosial, dan
persatuan bangsa.
Sejumlah sebab
Ideologi merupakan pengikat warga dari Sabang
sampai Merauke untuk bersatu dalam negara yang bernama Indonesia. Turunnya
gatra ideologi menjadi ancaman dari kelangsungan bangsa Indonesia.
Ada banyak hal yang ditengarai ikut
menyebabkan turunnya indeks gatra ideologi, seperti lebarnya kesenjangan
kemakmuran masyarakat. Pada saat yang sama, rakyat juga semakin dilelahkan
oleh proses dan kinerja lembaga demokrasi yang belum optimal menyuarakan dan
memperjuangkan suara mereka. Demokrasi makin dipandang hanya menguntungkan
elite politik.
Kegelisahan ini dirasakan sebagian kelas
menengah Indonesia, terutama kelas menengah yang baru tumbuh atau yang
tersingkir karena persaingan. Dalam konteks Indonesia, ketika kelas tidak
menjadi kesadaran yang terbuka seperti yang ada di negara-negara Barat,
kegelisahan ini umumnya lalu diekspresikan ke masalah agama.
Pada saat sama, globalisasi yang didorong
perkembangan teknologi komunikasi memicu persoalan lain. Kini, masyarakat
dapat langsung berkomunikasi dan menerima informasi dunia luar tanpa terlebih
dahulu melewati seleksi dari agen-agen tradisional seperti kiai dan ulama.
Kebebasan berekspresi dan berkomunikasi yang tumbuh di era Reformasi membuat
media sosial menjadi masalah lainnya.
Jalan keluar
Dalam kondisi seperti ini, pembangunan
infrastruktur yang diintensifkan oleh Presiden tetap perlu diteruskan.
Kebijakan itu menjadi salah satu jalan meningkatkan dan memeratakan
kesejahteraan masyarakat.
Namun, di saat yang sama, langkah konkret
untuk menjaga tenunan kebangsaan dan persatuan perlu lebih diintensifkan.
Dukungan perlu lebih diberikan kepada kelompok-kelompok moderat yang selama
ini aktif menjaga keindonesiaan. Di saat yang sama, sikap tegas perlu
ditunjukkan terhadap yang mengganggu keberagaman dan persatuan.
Demokrasi juga perlu dipastikan untuk
kepentingan rakyat, bukan hanya elite. Dengan dukungan rakyat dan legitimasi
pemerintahan yang kuat, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla
mestinya bisa memimpin bangsa Indonesia menyelesaikan berbagai tantangan
tersebut. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar