Rabu, 25 Januari 2012

Pola Pikir Memilih Capres


Pola Pikir Memilih Capres
Salahuddin Wahid, PENGASUH PESANTREN TEBUIRENG     
Sumber : SINDO, 25 Januari 2012



Kita baru dua kali melakukan pemilihan presiden secara langsung yaitu pada 2004 dan 2009.Tidak banyak tokoh yang telah menjadi calon presiden dan calon wakil presiden,hanya 12 orang.

Mereka yang pernah menjadi calon presiden hanya ada enam orang, yang pernah menjadi calon wakil presiden ada delapan orang dan yang pernah menjadi calon presiden dan calon wakil presiden hanya ada dua orang. Kini sudah mulai muncul sejumlah nama yang punya ambisi menjadi capres atau cawapres untuk Pemilihan Presiden 2014. Itu adalah hal wajar dan positif sesuai dengan prinsip demokrasi.

Ada sekitar 20 nama yang mulai muncul di permukaan. Bagaimana kita menyikapi nama-nama tersebut dan siapa yang diperkirakan bisa muncul sebagai capres/cawapres pada 2014? Kita coba melihat apa yang terjadi pada pemilihan yang lalu. Awalnya pada pemilihan presiden secara langsung pada 2004 banyak sekali nama-nama yang muncul dan menun-jukkan minat untuk menjadi capres/ cawapres.

Nama-nama yang muncul sebagai capres pada 2004 adalah mereka yang pernah menjadi menteri,ketua MPR,presiden, dan wakil presiden. Untuk mendampingi capres itu dibutuhkan cawapres yang bisa menjadi vote getter (pengumpul suara). Maka para capres melirik nama-nama tokoh dari ormas atau komunitas yang diharapkan bisamenjadi penarik suara pemilih.

Lalu muncullah nama Hasyim Muzadi dan Salahuddin Wahid dari komunitas NU dan Siswono dari komunitas nasionalis serta Agum Gumelar dari kelompok militer dan Jusuf Kalla dari Indonesia timur. Pilihan di atas berdasar pada peta politik 1955 yang membagi dunia politik Indonesia menjadi kelompok (nasionalis) Islam dan kelompok nasionalis (sekuler). Juga pola pikir sipil-militer serta Jawa dan non-Jawa.

Ternyata latar belakang calon dari komunitas NU terlihat tidak punya dampak berarti dalam mengumpulkan suara pemilih. Buktinya, warga NU lebih memilih SBY dibanding Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi. Pada Pilpres 2009, jumlah pasangan calon berkurang karena persyaratan bagi partai politik untuk bisa mengajukan capres/cawapres ditingkatkan menjadi 20% jumlah suara pemilih.

Sudah diperkirakan bahwa SBY akan terpilih lagi. Yang juga membuat kejutan ialah munculnya Prabowo sebagai salah satu calon yang mendapat dukungan kuat dari rakyat.Pada 2004 Prabowo belum berani tampil,mungkin karena stigma sebagai pelanggar HAM berat masih kuat melekat.

Tampaknya kini bangsa Indonesia sudah melupakan peristiwa kelam pada masa Orde Baru.Sudah tidak banyak lagi yang meributkan keterlibatan ketiga jenderal capres/ cawapres yang diduga terlibat dalam pelanggaran HAM belasan tahun lalu. Ternyata sekali lagi terbukti bahwa dukungan tokoh dan para ulama NU bahkan ditambah tokoh Muhammadiyah terhadap capres/cawapres tertentu tidak memberi pengaruh yang kuat.

Terbukti bahwa pasangan JK/Wiranto yang mereka dukung hanya menjadi juru kunci.Pemilihan Presiden 2004 dan 2009 tampaknya mempunyai pola yang betul-betul berbeda dengan pola pengelompokan 1955.Yang akan menentukan kemenangan adalah tingkat keterpilihan (elektabilitas) sang capres dibantu cawapres, bukan partai pendukung.

Pada Pilpres 2014 diduga akan ada tiga partai besar yaitu Partai Demokrat (PD), Partai Golkar (PG),dan PDI Perjuangan yang punya peluang untuk mengajukan capres/cawapres. Beredar berita bahwa Ketua Umum PG dan Ketua Umum PDIP akan maju menjadi capres. Tampaknya kedua calon itu kurang memenuhi harapan masyarakat. Pola seperti pada masa lalu masih bertahan pada 2014, yaitu munculnya sejumlah nama yang kini menjadi menteri atau pejabat tinggi negara dan yang pernah menjadi pejabat negara.

Mereka diincar oleh para capres untuk menjadi cawapres. Fenomena itu wajar karena para menteri dan pejabat negara itu punya kesempatan menunjukkan prestasi yang langsung bisa diketahui masyarakat.Yang sudah lama muncul ialah Mahfud MD. Yang baru muncul ialah Dahlan Iskan dan yang sayupsayup muncul ialah Gita Wiryawan. Mereka menarik perhatian publik karena langkah dan kebijakan mereka.

Tetapi, kedua menteri itu masih harus membuktikan terlebih dulu prestasi mereka dalam waktu dua tahun ke depan. Sejumlah tokoh partai sudah menyatakan akan maju sebagai capres, padahal partai mereka masih belum jelas sejauh mana capaiannya dalam Pemilu Legislatif 2014.Mereka adalah Prabowo (Partai Gerindra), Hatta Rajasa (PAN), dan SuryadharmaAli (PPP).Tetapi, mereka harus bekerja keras dan cerdas tanpa kenal lelah untuk bisa lolos dulu dalam pemilu legislatif yang dinaikkan batas minimalnya dari 2,5% menjadi 4 atau 5% dari jumlah pemilih untuk bisa masuk DPR.

Mengubah Pola Pikir

Ada sejumlah pola pikir yang menurut saya kurang tepat dan di masa depan akan terkoreksi sendiri sesuai dengan tuntutan keadaan. Selama ini beberapa tokoh puncak partai muncul sebagai calon presiden, tetapi tidak ada yang berhasil kalau hanya bergantung pada posisi mereka sebagai tokoh partai, bukan pada elektabilitas.

Berbeda dengan di Amerika Serikat, tokoh yang menjadi calon presiden bukan tokoh puncak partai.Di AS yang muncul ialah tokoh yang didukung oleh masyarakat melalui konvensi terbuka.Untuk pemilihan gubernur, bupati,dan wali kota di Indonesia, bahkan jarang pimpinan puncak partai setempat yang maju jadi calon.

Artinya tokoh partai di daerah lebih sadar tentang tidak tepatnya pola pikir semacam itu dibanding tokoh partai tingkat nasional. Pola pikir lain yang masih bertahan ialah mengambil tokoh ormas Islam sebagai cawapres. Karena Gus Dur terpilih menjadi Presiden RI keempat saat menjadi ketua umum PBNU, Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi juga dianggap layak menjadi calon presiden.

Maka kita saksikan ada manuver Hasyim Muzadi dan kelompok pendukungnya untuk menampilkan namanya sebagai capres pada Konbes NU 2002 di Pondok Gede.Akhirnya Hasyim Muzadi menjadi cawapres. Pola ini masih diikuti dengan ditampilkannya nama Khofifah yang kini menjadi ketua umum PP Muslimat NU oleh Partai Golkar dan Partai Gerindra. Pola berikutnya ialah faktor keturunan.

Karena Megawati sebagai putri Bung Karno bisa menjadi wakil presiden lalu menjadi presiden,Puan Maharani juga dianggap layak menjadi calon wakil presiden. Lepas dari kemampuannya, pola ini kurang tepat, kecuali dibuktikan oleh survei bahwa Puan memang bisa menjadi pendulang suara pemilih.Yang dilupakan oleh banyak orang termasuk mereka di sekeliling Megawati ialah fakta bahwa Megawati telah menanam investasi sosial dengan perlakuan negatif Presiden Soeharto.

Puan belum banyak punya investasi sosial bagi masyarakat di luar PDIP. Pola pikir positif yang perlu kita kembangkan dalam memilih capres ialah menampilkan tokoh yang mempunyai nama baik dan potensi untuk mencapai tingkat keterpilihan (elektabilitas) tinggi,punya kemampuan, dan punya integritas, walaupun bukan pimpinan atau tokoh utama partai.

Kita bisa melihat fakta bahwa ada sedikit tokoh yang memenuhi kriteria tersebut, tetapi sulit untuk bisa muncul sebagai calon presiden atau calon wakil presiden karena mereka tidak mendapat dukungan partai yang punya hak mencalonkan. Tokoh yang paling menonjol adalah Jusuf Kalla (JK).Tidak terpilih sebagai presiden atau menjabat lagi sebagai wakil presiden tidak menenggelamkan pamor JK.

Harus diakui bahwa JK adalah semacam kepala pemerintahan dan SBY adalah kepala negara sehingga masa bakti pertama SBY sebagai presiden menunjukkan kinerja cukup baik. JK dikenal sebagai pemimpin yang efektif, cepat menangkap masalah,dan cepat mengambil keputusan. Boleh dibilang,JK adalah calon terbaik untuk menjadi presiden berbekal pengalaman sebagai pengusaha,menteri,wakil presiden, dan tokoh partai. Kelemahan JK adalah pada usia. Pada 2014 usianya akan mencapai 72 tahun, tetapi kondisinya sehat.

Kita bisa ambil contoh Ronald Reagan yang menjadi presiden pada usia 74 tahun.Atau Pak Harto yang menjadi Presiden pada usia 72 tahun pada 1973. Juga bisa kita bandingkan dengan Mahathir Mohammad yang menjadi PM sampai usia menjelang 80 tahun. Tokoh lain yang juga menarik perhatian banyak pihak ialah Mahfud MD. Selama sekitar tiga tahun menjadi ketua MK, Mahfud telah menunjukkan kinerja yang baik.Visinya bagus, punya keberanian dan integritas.Kita layak berharap Mahfud dapat menyelesaikan masalah itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar