Usulan Badan Pemeriksa Keuangan agar Kementerian Pertahanan membentuk program wajib militer cukup mengagetkan. Usulan itu disampaikan seusai menyerahkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2018 oleh BPK di kantor Kemhan, Senin (17/6/2019).
Adapun alasan pengusulan adalah program wajib militer menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan pendidikan bela negara dan menjadikan Indonesia menjadi negara yang kuat.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, usulan tersebut tidak mudah dilakukan dan Kemhan pun belum memikirkan itu. Lagi pula, menurut Ryamizard, saat ini yang dibutuhkan adalah penguatan terhadap bela negara.
Hal itu seperti menjadikan Pancasila dan UUD 1945 sebagai pegangan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, Ryamizard menyambut baik usulan tersebut sebagai bentuk salah satu wacana dari anak bangsa.
Zona perdebatan
Dalam UU No 66/1958 tentang Wajib Militer (UU ini dicabut setelah UU No 2/1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata RI diundangkan) Pasal 1 Huruf a mendefinisikan wajib militer sebagai kewajiban warga negara untuk menyumbangkan tenaganya dalam Angkatan Perang.
Wacana wajib militer masih menjadi persoalan yang menuai pro dan kontra hingga kini. Banyak pembahasan yang belum usai dan masih menjadi perdebatan, yang mendasar tentu menyoal urgensinya karena kita tidak berada pada situasi yang rentan terjadi peperangan antarnegara.
Selain itu juga menyoal landasan filosofis, hukum, konsepsi, serta hal-hal teknisnya. Dengan begitu, persoalan wajib militer tidak bisa begitu saja dikerucutkan pada hal-hal seperti wajib militer agar negara menjadi kuat; negara maju telah melakukan; dan alasan-alasan lain yang serupa.
Padahal, untuk menjadi negara kuat pun terdapat banyak variabelnya, baik dari sisi politik, maupun sosial, budaya, hukum, ekonomi, dan lainnya. Bahkan, generasi perang pun juga sudah berada pada generasi keempat, yakni generasi proxy war, bukan lagi alutsista atau kuantitas prajurit.
Akhir 2012, Susilo Bambang Yudhoyono, dalam pidato kepresidenannya yang berjudul ”Ekonomi Indonesia Sebuah Manifesto Pembangunan Abad 21” dalam acara Penyatuan Visi Bersama Menuju Indonesia Maju 2030, menyebutkan, proyeksi Indonesia menjadi negara maju dan kuat pada abad ke-21 merupakan sebuah capaian atas Sustainable Growth and Development Program yang dicanangkan pemerintah.
Perekonomian Indonesia pada 2045 diprediksi akan menjadi kuat, berkeadilan, dan ramah lingkungan. Selain itu, demokrasi menjadi lebih matang dan stabil dengan terbangunnya peradaban unggul, maju, produktif, inovatif dan berkelanjutan, serta harus utuh dan berjangka panjang.
Rasionalitas pengusulan wajib militer pun juga patut dipertanyakan, misalnya apakah terdapat indikator wajib militer dalam negara kuat dan maju? Atau apakah karena adanya wajib militer, maka negara-negara yang dimaksudkan dapat menjadi negara kuat dan maju? Poinnya adalah membahas wajib militer tidak dapat ditutup atau dialas dengan pernyataan bahwa negara-negara maju sudah menerapkan sehingga kita juga perlu menerapkan wajib militer agar negara menjadi kuat. Kita butuh ruang dialog yang lebih luas ketimbang sekadar memperdebatkan pernyataan demikian.
Penolakan hati nurani
Beberapa negara tercatat sudah mencabut wajib militer. Ceko mencabut wajib militer sejak Desember 2004, Hongaria membekukan wajib militer pada November 2004, Bosnia mencabut wajib militer pada Januari 2006, dan Jerman baru mencabut wajib militer pada 2011.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah lama menyoroti soal wajib militer ini. Resolusi PBB ke-88 pada 1998 berisi penolakan terhadap wajib militer. Istilah yang diberikan PBB, yaitu conscientious objectors, yang secara harfiahnya diartikan penolakan hati nurani. PBB mencoba mengakui hak asasi manusia yang mempunyai keyakinan agamanya bahwa penyelesaian konflik tidak harus dengan senjata.
Indonesia juga pernah memiliki produk perundang-undangan tentang wajib militer yang memperhatikan conscientious objectors serta pembebasan terhadap wajib militer tanpa memberikan sanksi pidana. Dalam UU No 66/1958 tentang Wajib Militer disebutkan pada Pasal 11 Ayat (1) Huruf b bahwa pembebasan untuk dinas wajib militer dikenakan kepada pewajib militer, mereka yang sedang dalam pendidikan/pelajaran sebagai calon pejabat agama yang ajarannya tidak membolehkannya. Kemudian pada Huruf d, yakni oleh Majelis Penguji Kesehatan dinyatakan tidak memenuhi syarat kejasmanian dan kerohanian untuk dinas wajib militer.
Selain aspek pembebasan wajib militer, juga terdapat penangguhan wajib militer. Pada Pasal 12 Ayat (1) Huruf d dijelaskan bahwa penangguhan untuk dinas wajib militer dikenakan kepada pewajib militer yang apabila ia melakukan dinas wajib militer akan menimbulkan hambatan bagi perusahaan hayati di mana tenaganya sangat dibutuhkan atau sangat merugikan atau menyulitkan
keluarganya.
Usulan BPK ini menjadi mengagetkan karena kita tahu bahwa BPK merupakan lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Secara eksplisit tugas tersebut disebutkan dalam Pasal 6 Ayat (1) UU No 15/2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bahwa lembaga itu bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
Begitu pun dengan wewenang BPK pada Pasal 9 Ayat (1) Huruf a sampai dengan Huruf j juga tidak terdapat wewenang yang secara eksplisit ataupun implisit berkaitan dengan usulan program wajib militer kepada lembaga negara terkait, terutama kepada Kementerian Pertahanan.
Dengan demikian, seharusnya usulan-usulan yang disampaikan BPK lebih relevan dengan tugas dan fungsi pokoknya, misalnya terkait dengan mendorong peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan suatu lembaga negara ataupun mendorong reformasi sektor keamanan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan BPK.
Ikhsan Yosarie ; Peneliti SETARA Institute for Democracy and Peace