Sabtu, 08 Februari 2014

Menjadi Politikus

Menjadi Politikus

Toeti Prahas Adhitama   ;  Anggota Dewan Redaksi Media Group
MEDIA INDONESIA,  07 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                      
SEKITAR delapan minggu menuju pemilu, perasaan waswas menghinggapi mereka yang akan bertarung memperebutkan kursi legislatif. Di luar mereka, banyak yang mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya salah pilih oleh para konstituen. Dalam tahun politik ini, sekalipun kita ramai berbicara soal politik, soal visi-misi partai dan gagasan-gagasan para tokoh yang menyiapkan diri untuk menjadi presiden, sebenarnya masyarakat jarang mendapat kesempatan bicara dengan tokoh-tokoh yang menampilkan diri untuk menjadi calon pemimpin. Apakah mereka merasa memenuhi syarat? Apa kekuatan dan kelemahan masing-masing? Kalau saja tiap calon menyadari mengapa mereka terpanggil untuk menjadi politikus dan bersedia introspeksi, dan tahu diri, mungkin salah pilih oleh konstituen bisa dihindari.

Masa depan yang merentang panjang semoga tidak akan terlalu banyak sandungan seperti situasi sekarang karena jajaran pemimpin yang akan terpilih mudahmudahan sesuai dengan tuntutan keadaan. Perubahan merupakan keniscayaan. Kita baru berhasil bila berani meninggalkan sikap pura-pura dan dengan sepenuh hati melakukan pembenahan.

Ketuk tiga jari, jangan sampai konstituen memilih political animals. Mungkinkah? Mengingat keterbatasan pengetahuan dan pendidikan mayoritas konstituen, mereka bisa saja dikelabui ketika harus berhadapan dengan political animals; orang-orang yang berlagak seperti politikus yang negarawan, tetapi sebenarnya hanya pemburu harta, kekuasaan, dan nama, dengan banyak menyebar omongan dan menebar pesona. Dengan mengamati kejadian-kejadian dalam politik praktis dan menyimak perilaku politisi akhirakhir ini, mudah-mudahan kita bisa memetik pelajaran.

Kekecewaan banyak orang terhadap perilaku sebagian politikus pasti berpengaruh terhadap mereka yang peka akan situasi masyarakat. Suatu kali Anies Baswedan memberikan pendapat yang intinya menyatakan kalangan cerdik pandai kurang berminat terjun ke politik, apa pun alasannya. Mereka berdiri di pinggir dan mengamati. Namun, ada sebagian yang geram atas perkembangan itu dan akhirnya ikut terjun ke politik demi perubahan.

Tuntutan di balik atribut

Banyak yang mendambakan menjadi politikus. Menurut mereka, politisi memperjuangkan kemaslahatan bersama. Idealnya hanya mereka yang berhati nurani, cerdas, memiliki disiplin keras, dan memiliki kemampuan mengatur masyarakat dan negara yang akan berhasil menjadi politikus sejati. Dalam kaitan itu, tidak diragukan, partaipartai politik merupakan sarana paling penting untuk membangun demokrasi; pemerintahan oleh dan untuk rakyat. Ke sanalah kalangan politikus mengelompok. Maka, idealnya partai-partai politik dan seluruh jajaran mereka memperhatikan sikap dan perilaku. Soal menang atau kalah dalam persaingan rasanya bukan yang utama. Akan tetapi, pemenangnya memang perlu mendapat perhatian dan pengawasan semua pihak, termasuk oleh kalangan politisi.

Jajaran pemimpin yang baru terpilih memerlukan evaluasi berkesinambungan tentang bagaimana perilaku politik mereka. Evaluasi membantu agar mereka jangan sampai mengabaikan kepentingan orang banyak. Itu sebabnya sejak awal sebenarnya sudah harus diperhatikan bagaimana para kader direkrut dan dari latar belakang yang bagaimana, ditinjau baik dari pendidikan maupun aspirasi mereka sebagai insan politik.

Falsafah bangsa dan kebijakan soal agama, kesukuan/ etnik, ataupun ekonomi ikut menentukan perilaku mereka sebagai pemimpin bangsa. Janganlah atribut sebagai politikus malahan dimenangkan dari tuntutan mendasar lainnya. Syarat-syarat itu penting. Bila terpenuhi, barulah dia lulus sebagai politikus yang berkarakter dan akan tiba masanya dia disebut sebagai negarawan yang terhormat.

Kemiskinan moral dalam politik

Konstituen bisa terjebak oleh kemiskinan moral sebagian kader yang menganggap partai politik sebagai lahan untuk mendapatkan uang atau kekuasaan. Gejala-gejala yang tampak akhir-akhir ini membuktikan ada kemiskinan moral itu. Mungkin mereka terjun ke politik untuk melanjutkan atau meningkatkan kekuasaan. Mereka mencari landasan baru sebelum merasa mapan. Bahkan mungkin untuk sekadar mencari kerja. Mereka beda dari yang merasa terpanggil menjadi politikus. Yang terpanggil, ada hasrat menjadi politikus sepanjang hayat. Dia bersedia meninggalkan keberhasilan lain demi menjadi politikus.

Kultur perpolitikan berawal dari Barat. Bila ditinjau dari etimologinya, terkandung makna bijaksana, beradab, cerdas, dan pintar untuk proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang terwujud dalam pengaturan tata negara. Teori klasik filsuf Yunani Aristoteles (384322 SM) menyatakan politik merupakan usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Maka, politik meliputi proses perumusan dan pelaksanaan kebijaksanaan publik.

Sesuai dengan kriteria tersebut, di Barat politisi membentuk bagian eksekutif dan legislatif dalam negara, dari tingkat pusat sampai regional dan lokal; presiden dan jajarannya, gubernur, bupati/wali kota, dan anggota DPR. Bagian yudikatif dan penegakan hukum lain, termasuk kepolisian, bukan kelompok politikus; begitu juga kalangan militer.

Konsep politisi yang sekarang menyebar di antara kita; mereka orang-orang yang terlibat dalam politik, kadangkadang termasuk di dalamnya para ahli politik dan tokoh-tokoh lain yang terlibat dalam pemerintahan. Perilaku politik dijalankan individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai warga negara; mengikuti pemilihan untuk memilih atau dipilih. Mereka berhak ikut dalam partai politik. Sebagai insan politik, mereka melakukan perilaku politik yang telah disusun dalam UUD dan perundangan hukum yang berlaku. Politik ialah seni dan ilmu meraih kekuasaan secara konstitusional demi kemaslahatan bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar