MK
dalam Sorotan Tajam
Bambang Satriya ; Guru Besar Universitas Kanjuruhan Malang
|
KORAN
JAKARTA, 19 Februari 2018
Hakim-hakim Mahkamah
Konstitusi (MK) sedang menjadi pusat perhatian karena “pengawal konstitusi”
ini telah menjatuhkan putusan dengan memasukkan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) ke dalam wilayah eksekutif. Konsekuensinya, KPK bisa diperiksa DPR
melalui hak agket. Keputusan tersebut akan membuat KPK kehilangan independensi.
Kerjanyabisa terhalang oleh sikap politik DPR, sehingga tidak lagi seleluasa
dulu dalam memberantas korupsi.
Dampak keputusan tersebut
sangat serius andai wewenang KPK sampai tereduksi, apalagi teramputasi. Hal
ini akan menghancurkan masa depan KPK. Ini harus membuat MK introspeksi diri
dan mengevaluasi secara intenal, dengan mempertanyakan kejujuran nuraninya,
apakah memang setiap putusan yang dijatuhkannya bukan “pepesan kosong.” Atau
apakah putusan benar-benar sebagai bagian dari perjuangan menegakkan
kebenaran dan keadilan?
Pengajar STF Driyarkara
Franz Magnis Suseno menyebut, secara moral politik, alasan utama orang
menuntut agar negara diselenggarakan berdasarkan atas hukum demi kepastian
hukum, tuntutan perlakuan yang sama, legitimasi demokrasi, dan tuntutan akal
budi.
Pandangan Magnis Suseno
itu sejatinya sebagai penegasan, hukum dibuat supaya difungsikan dengan
benar, bukan digunakan untuk membenarkan kepentingan politik atau hajat
eksklusif yang tidak benar. Negara hukum tidak akan sampai ternoda dan
teperdaya terus, bila setiap elemen peradilan, khususnya MK, tidak
mengeksplosikan interpretasi dan klaim kebenaran.
Hakim-hakim MK harusnya
tidak menjadi penghancur. MK harus berkerja dalam jalur yang benar. Jangan
sampai membenarkan yang salah. Para pengawal konstitusi ini mestinya menjadi
pejuang keadilan. Hakim-hakim MK harusnya menajdi pengayom atau pelindung
atas tertib dan keadaban hidup bermasyarakat dan bernegara melalui putusan
yang dijatuhkan.
Setiap keputusan harus
menyuarakan kebenaran dan keadilan. Selama ini memang masih gampang
ditemukan, hukum yang dibuat oleh negara yang seharusnya memberi kemanfaatan,
kepastian, dan keadilan, ternyata didesain oleh kalangan hakim menjadi alat
menghancurkan negara hukum dan pencari keadilam.
Hukum di tangan para
penegaknya malah banyak dibengkokkan hanya untuk kaum berduit dan
kekuatan-kekuatan politik. Hakim bermental “perusak” itu sangat mungkin
melindungi politisi nakal.
Di tangan hakim yang
demikian itu, mustahil muncul tumbuh kembangnya negarawan. Sebab para
pemegang palu keadilan tersebut mempermainkan hukum. Hukum di genggaman hakim
seperti itu bukannya dijadikan instrumen yang memberi garansi perlindungan
para pencari keadilan atau pecinta demokrasi, tetapi justru digunakan untuk
menciptakan ruang nyaman penjahat politik yang serakah.
Terbukti
Selama ini, terbukti
secara umum, tidak sedikit oknum hakim yang takut perubahan. Mereka menabrak
integritas moral, kode etik profesi, keadilan, dan kejujuran. Mereka ingin
tetap berada dalam menikmati belenggu kemapanan tradisi penyalahgunaan
profesi.
Mereka tetap bermental
moral hazard yang menghancurkan sistem yuridis dan independensi. Padahal
mereka sebenarnya paham bahwa yang dilakukannya merupakan kriminalisasi
profesi sangat serius.
Terkadang di tangan hakim
itu, independensi dijadikan alat memayungi kepentingan subjektifnya. Padahal
kekuasaan kehakiman yang di antaranya ada independensi, pada hakikatnya
diikat dan dibatasi rambu-rambu etik. Konferensi “International Commission of
Jurists” mengatakan, pembatasan liberalisme profesi dirumuskan bahwa
“Independence does not mean that the judge is entitled to act in an arbitrary
manner.”
Para pilar peradilan itu
dari golongan intelek yang dipercaya memegang jabatan strategis mestinya menyadari
mereka berpengaruh besar dan bisa mengubah arah perjalanan bangsa lewat
peradilan. Apalagi mereka banyak menyalahgunakan profesi yang potensial
menghancurkan dan bahkan bisa membuat konstruksi negara hukum hancur.
Sekarang kembali pada
nurani hakim-hakim MK. Sudah saatnya mereka menyadari bahwa keistimewaan yang
diberikan negara lebih disbanding realitas kehidupan rakyat Indonesia yang
mayoritas masih di bawah garis kemiskinan. Banyak orangmasih pengangguran.
Hakim MK wajib menyadari,
negeri ini sudah memberi perhatian istimewa lewat kesejahteraan eksklusif.
Mestinya mereka mengapresiasi dengan cara menunjukkan kerja yang terbaik,
menjaga independensi. Pemberian negara kepada hakim dalam bentuk peningkatan
kesejahteraan terus menerus harusnya disikapi dengan bekerja jujur, adil, dan
terus memperkuat integritas moralnya.
Pasal 45 ayat (1) UU
Mahkamah Konstitusi menyatakan, “Mahkamah Konstitusi memutus perkara
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai
dengan alat bukti dan keyakinan hakim.” Rumusan pasal tersebut dapat
dipahami, antara alat bukti dan keyakinan hakim MK menjadi unrur saling
mempengaruhi dan menguatkan.
Putusanyang dijatuhkan
harus mencerminkan suatu proses penelitian, penelaahan, dan pengajian yang benar-benar
terukur. Jadi, bukan putusan yang mengikuti kepentingan sektoral dan
kelompok. Dalam ranah inilah, idealnya hakim MK yang menangani permohonan
dari masyarakat mana pun benar-benar tidak mengabaikan rasionalitas dan
objektifitas permohonan yang diajukan. ●
|
BIG MATCH
BalasHapusPertandingan Champion akan segera Dimulai
Yuk mari Menonton Bersama di Livestreaming hasilbola.vip
Dan saya akan tampilkan Prediksi Liga Champion 100% Akurat
Yuk Mari Di Lihat Prediksi Bola Liga Champion Tersebut.
Prediksi Bola Crvena Zvezda vs Tottenham 07 November 2019
https://hasilbola.vip/prediksi-liga-champion/baca/2882/crvena-zvezda-vs-tottenham-07-november-2019/
Prediksi Bola Bayer Leverkusen vs Atl Madrid 07 November 2019
https://hasilbola.vip/prediksi-liga-champion/baca/2877/bayer-leverkusen-vs-atl-madrid-07-november-2019/
Saya akan berikan Bonus Tips Prediksi Bola Akurat Silakan di coba langsung
Terima Kasih bagi yang menyukai komentar saya