Derivatif
yang Produktif
Setiawan Budi Utomo ; Pejabat di Bank Indonesia,
Sekretaris Working Group Perbankan Syariah
Sumber : REPUBLIKA,
18 Juni 2012
Transaksi
derivatif dalam pasar keuangan acap kali diidentikkan dan dikonotasikan sebagai
perilaku spekulatif yang memicu ketidakstabilan keuangan karena implikasinya
pada perekonomian yang cenderung bubble
di mana penggelembungan tidak berkorelasi dengan pertumbuhan produktivitas
sektor riil. Persepsi umum mengenai derivatif tersebut mungkin sah-sah saja
karena secara teori maupun praktik yang lazim memang demikian.
Derivatif
dalam dunia keuangan di kenal sebagai kontrak bilateral atau perjanjian
penukaran pembayaran yang nilainya diturunkan atau berasal dari produk yang
menjadi ‘acuan pokok’. Kekhawatiran mengenai dampak transaksi derivatif yang
umumnya cenderung spekulatif dan kontraproduktif sudah lama disampaikan banyak
pihak. Pada 1995-an, misalnya, majalah terkemuka Amerika, Newsweek, menulis tentang
bahaya transaksi ini.
Kekhawatiran
Newsweek adalah perkembangan kuantitas dan kualitas transaksi yang tidak
terkira, jauh me lampaui nilai transaksi riil (ini bisa terjadi karena sebuah
derivasi dapat di transaksikan berulang-ulang oleh banyak orang dan dengan
berbagai jenis transaksi tanpa batas). Dengan tren yang tidak berubah,
perekonomian berpotensi kolaps.
Kondisi
demikian memicu depresi besar yang berdampak luas. Jika fenomena Depresi Besar
(Great Depression) tahun 1930-an
saja, di mana perekonomian belum sebesar dan terintegrasi seperti sekarang,
telah memicu Perang Dunia II, boleh jadi depresi besar berikutnya akan memicu
Perang Dunia III. Keuangan global telah mencatat beberapa kali terjadinya
krisis atau depresi ekonomi akibat ulah para spekulan selain peristiwa Depresi
Besar.
Transaksi
derivatif selalu menggiurkan karena menjanjikan hasil yang sangat fantastis
meski di balik risikonya yang tinggi sebagaimana prinsip high risk high return. Misalnya saja, bagaimana Bill Gates hanya
dalam waktu satu bulan, antara Agustus 2007 dan September 2007, mendapat
tambahan kekayaan sebesar 3,29 miliar dolar (sekitar Rp 32 triliun) tanpa kerja
karena harga saham Microsoft naik 6,58 dolar per saham di bursa saham New York.
George Soros, yang oleh PM Malaysia Mahathir Mohammad dituduh sebagai spekulan
penyebab krisis moneter 1997, dikabarkan mendapat keuntungan hingga 900 juta
dolar AS karena aksi borong dolarnya meski Soros sebenarnya hanyalah seorang highly paid professional atau front
runner dari para pemilik modal sebenarnya.
Transaksi
derivatif yang cendrung spekulatif dan kontraproduktif lebih merupakan praktik zero sum game dan tidak menciptakan
nilai tambah apa pun. Keuntungan salah satu pihak merupakan kerugian pihak yang
lain. Transaksi derivatif menjadi sangat berbahaya jika sifatnya spekulatif
(untuk mencari keuntungan) dan hal ini sudah dilarang oleh Bank Indonesia.
Delegasi
Indonesia di forum Industry Briefing on
Islamic Hedging & Liquidity Management Instruments, Morning Pre-Conference
Day, 3rd Annual World Islamic Banking Conference: Asia Summit (WIBC Asia 2012),
pada 4 Juni 2012 mengusulkan dan mendorong diratifikasinya oleh pasar keuangan
syariah internasional lima pilar penting untuk terciptanya instrumen derivatif
yang produktif. Yaitu, (1) struktur transaksi yang hanya boleh dimasukkan dalam
Tahawwut Master Agreement (TMA) untuk
tujuan lindung nilai, (2) transaksi untuk tujuan spekulasi tidak boleh dimasukkan
TMA, (3) transaksi harus merupakan transaksi yang sesungguhnya, (4) underlying assets yang dipergunakan
instrumen hedging harus halal, dan
(5) tidak boleh adanya pembebanan bunga (riba).
Di
Indonesia telah tersedia aturan mengenai transaksi derivatif, yaitu dalam
Peraturan Bank Indonesia, antara lain PBI No 7/31/PBI/2005, PBI No 10/
38/PBI/2008 yang diperbarui dengan PBI No 11/14/PBI/2009. Menurut peraturan
ini, bank dapat melakukan transaksi derivatif, baik untuk kepentingan sendiri
maupun untuk kepentingan nasabah. Dalam transaksi derivatif, bank wajib melakukan
mark to market dan menerapkan
manajemen risiko sesuai ketentuan yang berlaku.
Bank
hanya dapat melakukan transaksi derivatif yang merupakan turunan dari nilai
tukar, suku bunga, dan/atau gabungan nilai tukar dan suku bunga. Transaksi
dimaksud diperkenankan sepanjang bukan merupakan produk yang menggabungkan
antara dua atau lebih instrumen keuangan yang terkait dengan transaksi valuta
asing terhadap rupiah.
Bank
juga dilarang memelihara posisi atas transaksi derivatif yang dilakukan oleh
pihak terkait dengan bank serta dilarang memberikan fasilitas kredit dan atau
cerukan (overdraft) untuk keperluan
transaksi derivatif kepada nasabah, termasuk pemenuhan margin deposit dalam rangka transaksi margin trading. Bank juga dilarang melakukan margin trading valuta asing terhadap rupiah, baik untuk kepentingan
sendiri maupun nasabah.
Dalam
kaitan stance, Departemen Perbankan
Syariah yang sebelumnya Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonsia berdasarkan
opini Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) telah mengeluarkan surat kepada industri
perbankan syariah mengenai persyaratan produk hedging syariah. Sementara itu, DSN-MUI juga cenderung mengatur
kesyariahan instrumen derivatif yang produktif terbatas untuk tujuan hedging.
Bahkan
dalam kaitan penggunaan instrumen hedging
syariah, skema yang berbasis komoditas murabahah
atau pun tawarruq cenderung lebih
berhati-hati secara syariah demi kemaslahatan ekonomi dengan memberikan batasan
yang relatif cukup ketat.
Rumusan mengenai fatwa, kebijakan regulasi,
dan akuntansi syariah terkait lindung nilai syariah saat ini sedang dalam
finalisasi Working Group Perbankan
Syariah antara DSN-MUI, Bank Indonesia, dan Dewan Standar Akuntansi Syariah
Ikatan Akuntan Indonesia. ●
Terimakasih sharingnya, sangat bermanfaat
BalasHapusuntuk pembahasan mengenai derivatif mungkin link berikut bisa menjadi tambahan referensi anda
https://www.krishandsoftware.com/blog/1917/pengertian-derivatif-beserta-jenis-dan-manfaatnya/