Menanti Polri Profesional
Edi
Saputra Hasibuan ;
Komisioner Kompolnas
|
KORAN SINDO, 01 Juli 2015
Polri setiap 1 Juli
merayakan Hari Bhayangkara. Tahun ini Polri merayakan Hari Bhayangkara yang
ke- 69. Di usia yang sudah matang ini, tentu sudah banyak capaian prestasi
lembaga penegak hukum tersebut. Salah satunya kemampuan Polri melakukan
pencegahan terorisme dan seringkali membongkar jaringan narkoba
internasional. Sangat membanggakan. Prestasi lain dapat dilihat dalam tugas
pengamanan berskala besar seperti pengamanan pilkada, mudik Lebaran, Natal,
tahun baru, serta pengamanan Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika yang baru
berlangsung.
Kendati demikian,
dalam penegakan hukum kinerja Polri menurut sebagian masyarakat masih dinilai
belum memuaskan. Polisi dinilai masih banyak meninggalkan pekerjaan rumah
kepada masyarakat, terutama dalam kasuskasus hukum yang besar. Salah satunya
penanganan kasus korupsi di berbagai polda di seluruh Indonesia masih perlu
sentuhan pimpinan Polri agar bisa lebih baik. Secara umum jumlah penanganan
kasus korupsi yang dilakukan kepolisian cukup besar.
Pada 2014 Polri menyelesaikan
kasus korupsi lebih dari 1.000 kasus. Pada 2015 ini jumlah kasus korupsi yang
ditangani Polri sudah lebih dari 500 kasus. Walau polisi sudah bekerja keras,
penanganannya masih saja diragukan masyarakat. Penilaian miring tadi cukup
beralasan mengingat tidak sedikit kasus korupsi di kepolisian tidak dilakukan
penahanan dan masih sering terjadi intervensi terhadap penanganan kasus
korupsi.
Sebagai dampaknya,
banyak masyarakat yang curiga terhadap Polri yang masih tebang pilih. Kita
ingin penanganan kasus korupsi di kepolisian dilakukan secara mandiri dan
profesional. Kemudian Polri dalam tugasnya sebagai pemelihara Kamtibmas,
pasukan berseragam cokelat ini seringkali dinilai kecolongan hingga berimbas
terjadi bentrokan dan konflik antara masyarakat dan masyarakat atau
masyarakat dengan aparat keamanan.
***
Kekecewaan masyarakat
belum bisa terobati lantaran kinerja polisi dalam penegakan hukum belum
memperlihatkan perubahan besar. Ada kesan di mata masyarakat, penanganan
berbagai kasus oleh polisi terkait sejumlah masalah hukum masih banyak yang
belum memberikan keadilan. Masyarakat menilai seringkali polisi berpihak
dalam menangani kasus hukum yang ditangani satuan reserse.
Sejujurnya, kasus
reserse di kepolisian paling banyak dikeluhkan oleh masyarakat mulai dari
polsek, poles, hingga polda di seluruh di Indonesia. Menurut data Komisi
Kepolisian Nasional (Kompolnas) 2014, fungsi reserse mendapat pengaduan 1.034
kasus. Sebanyak 90% berkaitan dengan persoalan kerja reserse yang belum
sepenuhnya bagus dan mendapat kepercayaan yang baik dari masyarakat.
Dalam pengaduan
masyarakat ke Kompolnas selama ini, ada yang menilai reserse memberikan
pelayanan buruk, diskriminatif, polisi melakukan rekayasa kasus, dan ada pula
menuduh polisi koruptif. Bila kita ingin Polri semakin mendapat kepercayaan
masyarakat, salah satu yang harus kita perbaiki adalah masalah penegakan
hukum yang dilakukan aparat kepolisian dalam hal ini pelayanan reserse.
Penilaian beragam dari
masyarakat itu bisa jadi karena masih lemahnya pengawasan di internal dan
eksternal kepolisian. Sebagai dampaknya, polisi reserse dengan mudah
melakukan penyimpangan karena lolos dari pengawasan. Melihat kondisi ini,
sudah barang tentu kita mendorong peningkatan pengawasan Polri untuk menjawab
keluhan masyarakat selama ini.
Tentu sangat baik dan
semakin kuat apabila Polri memerankan pengawas internal yang betul-betul
independen dalam kinerjanya serta membuka ruang seluas-luasnya bagi pengawas
eksternal melaksanakan tugasnya. Hal ini kita butuhkan agar kinerja dan
profesionalisme Polri semakin baik pada masa mendatang.
***
Selain masalah
peningkatan dalam bidang pengawasan, hal lain yang juga tak kalah penting
adalah peningkatan anggaran Polri dan peningkatan sumber daya manusia (SDM)
untuk menjamin profesionalisme Polri. Idealnya, Polri juga sulit kita dorong
untuk profesional apabila dalam tugasnya tidak didukung dengan anggaran yang
cukup. Pada 2014 anggaran yang diterima Polri tercatat Rp40,1 triliun dan
pada 2015 anggarannya naik jadi Rp51,6 triliun.
Sekitar 67% di antara
anggaran itu digunakan untuk gaji anggota Polri yang jumlahnya 440.000
personel, 28% operasional, dan sisanya untuk pengadaan sarana dan prasarana
Polri. Dalam catatan saya setiap mengunjungi Polda di Indonesia, selain kasus
korupsi banyak kasus yang ditangani reserse, tidak didukung anggaran negara yang
memadai. Anggaran penyidikan yang dibiayai negara baru bisa dipenuhi sekitar
35%. Sisanya tidak jelas pembiayaannya.
Sebagai dampaknya,
tidak sedikit kasus yang dibiayai pelapor atau terlapor. Posisi Polri dalam
kondisi seperti ini sulit. Satu pihak kepolisian tidak boleh menolak
pengaduan masyarakat dengan alasan anggaran sudah habis. Ironis bukan?
Masalah lain yang dihadapi Polri juga tidak sedikit adalah masalah
kesejahteraan terhadap anggota Polri. Pemberian Tunjangan Kinerja (Tunkin)
dan tunjangan polisi penjaga perbatasan juga belum sepenuhnya diperhatikan.
Kami menyarankan, ini
sudah seharusnya menjadi perhatian.. Dalam catatan kami, tunjangan kinerja
Polri baru diberikan sekitar 26% dari jumlah gajinya setiap bulan. Bila
dibandingkan dengan TNI, kabarnya sudah lebih dari 50%. Jika gaji bintara
Polri saat ini sekitar Rp2,3 juta per bulan ditambah dengan tunjangan kinerja
sebesar Rp500.000 (26%). Jadi, total gaji yang diterima bintara Polri itu
menjadi Rp2,8 juta per bulan. Angka ini tentu saja masih jauh dari ideal bagi
seorang bintara.
Apalagi, tugasnya di
wilayah perbatasan dan daerah konflik. Selain tugasnya berat, biaya hidupnya
juga cukup tinggi. Melihat semua permasalahan tersebut, kita harapkan lewat
Hari Bhayangkara ke-69 ini, mari kita jadikan momen ini untuk mendorong Polri
bekerja semakin profesional dan kinerjanya semakin mendapat kepercayaan
masyarakat Indonesia. Semoga. Dirgahayu Polri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar