Desa Tahun Pertama
Ivanovich Agusta ;
Sosiolog Pedesaan IPB
|
KOMPAS,
13 Juli 2015
Pergantian rezim mengakibatkan
pengembangan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat baru dimulai. Sisa
waktu anggaran 4-5 bulan ini mengancam penyerapan dana, penyusutan target,
hingga penghilangan manfaat pembangunan bagi warga desa. Maka, prioritas desa
harus disusun ulang. Penyesuaian tahun pertama pemerintahan baru juga perlu
selaras dengan tahun-tahun berikutnya.
Di tingkat kabupaten/kota dan
provinsi, perihal desa dikelola badan pemberdayaan masyarakat (BPM). Sebagian
wilayah juga memisahkan pengelolaan pemerintahan desa dan kelurahan ke dalam
sekretariat daerah.
Dulu, semua lembaga di daerah
memiliki acuan sama, yaitu Kementerian Dalam Negeri. Persoalannya kini mereka
punya dua acuan: Kemendagri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT).
Dualitas pemerintah pusat yang
kerap menelurkan kebijakan-kebijakan yang tak selaras telah menahan berbagai
inisiatif pemerintah daerah. Khawatir melanggar administrasi negara,
pemerintah daerah menunda penyiapan pelaksanaan UU No 6/2014 tentang Desa
hingga kini.
Bara konflik Kemendagri dan
Kemendesa PDTT harus disiram habis. Perlu ditandatangani nota kesepahaman
kerja sama penerbitan peraturan menteri, surat edaran direktur jenderal,
hingga susunan panduan teknis ke desa. Sesuai PP No 43/2014, khusus untuk
pengembangan kawasan di pedesaan, juga melibatkan Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas).
Andai penyatuan kebijakan
antar-kementerian terwujud, dualitas pengelolaan desa berbalik jadi
keunggulan. Ranah kebijakan publik meluas melebihi kementerian lain: mencakup
9 eselon satu Kemendesa PDTT dan 1 eselon satu Kemendagri, bisa ditambah 1
eselon satu Bappenas.
Pada tahun pertama pengelolaan
desa, produksi kebijakan perlu dimaksimalkan untuk menentukan aturan main
atas desa. Operasionalisasi yang diamanatkan UU No 6/2014 mencakup aturan
main penataan desa, pemilihan kepala desa, kesekretariatan desa, atribut pemerintah
desa. Berikutnya pengelolaan keuangan
dan kekayaan desa, penyusunan peraturan desa, pengambilan keputusan melalui
musyawarah desa. Topik lainnya pengembangan badan usaha milik (BUM) desa,
kerja sama antardesa, dan laporan pemerintahan desa.
Dengan kaidah pemberdayaan,
kekuasaan pemerintah disalurkan melalui prosedur aturan main, justru guna
mencipta ruang keleluasaan pemerintahan desa untuk bekerja. Aturan main juga
dimunculkan untuk membuka ruang warga desa memberdayakan diri. Keberhasilan
kebijakan desa harus didukung data yang lengkap dan akurat. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumpulkan
data potensi desa sejak 1970-an untuk tiga tahunan. Adapun survei tahunan
anggaran pendapatan dan belanja desa sejak 2009. Kemendagri memiliki data
online sangat rinci dari 41 persen desa. Yang menarik, data satuan keluarga
dan desa itu tetap dimiliki pemerintah desa. Profil desa dan kelurahan ini
kerap menjadi konfirmasi data desa saat berhadapan dengan pemerintah, swasta,
dan LSM.
Kemendesa PDTT menyediakan situs
bagi desa. Pemerintah desa bebas mengunggah struktur organisasi, peraturan
desa, data pokok, hingga absensi perangkat.
Sayang, meski mengambil obyek yang
sama, data desa dikelola lembaga secara terpisah. Maka, saatnya kini data
desa disatukan. Atau, pengelolaan terpisah, tetapi basis data tersebut saling
berkomunikasi melalui web service.
Kedua alternatif tersebut menghindarkan pengambilan data secara dobel,
sekaligus mengembangkan data desa bersama-sama dari pusat sampai desa.
Dana untuk desa di Kemendagri dan
Kemendesa PDTT sangat besar sehingga sulit terserap sepenuhnya selama sisa
lima bulan anggaran. Maka perlu mengalihkan sebagian dana pusat kepada BPM di
provinsi dan kabupaten/kota. Agar pemerintah daerah turut berbagi beban
kegiatan dengan pemerintah pusat, contohnya pelatihan dan monitoring kepada
pemerintah desa serta lembaga kemasyarakatan.
Dana pemerintah pusat perlu segera
dicairkan agar berguna bagi desa, sebaliknya dana desa (DD) serta alokasi
dana desa (ADD) harus dijaga agar tetap berdiam di dalam desa. DD adalah
alokasi langsung pemerintah pusat untuk desa sebesar Rp 20 triliun. Adapun
ADD bernilai 10 persen dana perimbangan daerah bagi desa, tahun ini berjumlah
sekitar Rp 50 triliun.
Sayang, sejak 2007 dibutuhkan
waktu mingguan hingga bulanan untuk menyampaikan dana ke desa. Artinya, dana
sampai ke desa Juni hingga November. Konsekuensinya pemerintah desa kehabisan
waktu menggunakan hingga melaporkannya. Akibatnya, banyak sisa dana ditarik
lagi ke daerah atau pusat. Kini perlu kebijakan terobosan agar DD dan ADD
terus bermukim di desa, dan berhak digunakan untuk pembangunan tahun depan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar