Merevitalisasi Pendidikan Keluarga
Supriyono ;
Guru Besar Universitas Negeri Malang;
Ketua Umum Ikatan Akademisi
Pendidikan Nonformal dan Informal
|
KOMPAS,
13 Juli 2015
Sebuah direktorat baru telah lahir
di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Direktorat
Pembinaan Pendidikan Keluarga. Kelahiran direktorat ini berdasarkan
Permendikbud Nomor 11/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai tindak lanjut Peraturan Presiden No 14/2015
yang mengatur struktur organisasi Kemendikbud.
Kehadiran direktorat ini
dimaksudkan untuk menguatkan peran orangtua sebagai pendidik pertama dan
utama dalam keluarga. Sebuah gagasan yang sangat menjanjikan untuk perbaikan
sistem penyelenggaraan pendidikan nasional.
Ki Hajar Dewantara menempatkan
keluarga sebagai salah satu dari Trisentra kelembagaan pendidikan, di samping
sekolah dan masyarakat. Lembaga keluarga atau yang secara spesifik disebut
sebagai lembaga perkawinan merupakan lembaga sosial tertua usianya, terkecil
bentuknya, dan terlengkap fungsinya.
Terbentuknya keluarga pada
masyarakat Indonesia setidaknya untuk memenuhi empat norma yang berlaku:
agama, hukum, moral, dan sosial. Berkeluarga harus memenuhi syarat dan rukun
sebagaimana ditetapkan ajaran agama masing-masing, memenuhi ketentuan hukum
positif UU Perkawinan. Secara moral menikah dan berkeluarga merupakan cara
terbagus, khususnya untuk penyaluran hasrat seksual, mendapatkan keturunan,
dan mendapatkan kasih sayang. Secara sosial merupakan suatu kepatutan sosial.
Secara konvensional keluarga merupakan lembaga pendidikan paling alamiah
karena prosesnya tanpa didramatisasi atau didesain secara rumit sebagaimana
terjadi pada lembaga pendidikan profesional. Materinya meliputi seluruh bidang
kehidupan, metodenya sebagaimana keadaan yang sesungguhnya, dan evaluasinya
dilakukan secara langsung.
Dalam keluarga juga tak mungkin
terdapat komersialisasi jasa pendidikan. Para orangtua memberikan pendidikan
dan fasilitas pendidikan tentulah tak mengharapkan imbalan materi, selain
didorong kewajiban moral. Suasana demikianlah yang tak dimiliki lembaga
pendidikan profesional semacam sekolah dan kursus. Secara alamiah pada
keluargalah kepribadian dan kultur manusia dibentuk. Tak sulit membuat contoh
kasus atas pengaruh dominan proses pendidikan di keluarga dalam membentuk
kepribadian seseorang.
Keluarga benar-benar dimitoskan
sebagai sebuah kelembagaan sosial, khususnya kelembagaan pendidikan paling
sempurna. Bisakah mitos kelembagaan yang sakral dan fungsi lengkap keluarga
bisa dipertahankan melalui Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga
Kemendikbud? Ini pekerjaan rumah yang harus segera dikerjakan secara
sistematis, masif, terstruktur.
Fasilitasi
dan moderasi
Adalah tidak mungkin saat ini
keluarga mampu memberikan layanan pendidikan bagi semua anggota keluarganya
sesuai kebutuhan belajar yang diperlukan. Karena tuntutan ekonomi, kemajuan
ilmu dan teknologi, serta dampak revolusi komunikasi dan teknologi informasi,
satuan pendidikan keluarga tidak mampu lagi memenuhi fungsinya sebagai
lembaga pendidikan secara utuh, sebagaimana yang diharapkan.
Kebutuhan pendidikan dan sistem
pendidikan yang ada sekarang amat beragam dan kompleks sehingga jelas para
orangtua dan senior anggota keluarga tidak akan mampu secara swadaya memenuhi
kebutuhan akan pendidikannya. Akibatnya, upaya pendidikan dalam keluarga jadi
terabaikan dan telantar, baik yang terjadi pada masyarakat rural, suburban,
maupun urban. Untuk itu perlu upaya reformasi sistem pendidikan keluarga
secara tepat. Peran sebagai fasilitator dan moderator pendidikan anak adalah
yang paling tepat.
Keluarga sebagai salah satu pusat
pendidikan dan pilar kehidupan bermasyarakat sangat penting diselamatkan,
bahkan harus dikembangkan ke arah keadaan dan aksi sosial yang sesuai dengan
tuntutan dan kondisi zaman, juga terhadap keandalannya dalam segenap fungsi
yang seharusnya dimiliki.
Masalah nyata yang kini tengah
kita hadapi ialah belum semua orangtua, calon orangtua, dan warga senior
masyarakat memahami dan mampu melaksanakan peran dan fungsinya sebagai
pendidik di lingkungannya sendiri. Orangtua atau yang dituakan memang harus
memahami fungsi dan peranan pendidikan keluarga dalam kerangka sistem
pendidikan nasional. Kehadiran Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga
semoga mampu mengembalikan peran keluarga sebagai lembaga pendidikan yang
unggul. Semoga. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar