Kehebohan Pelantikan Bos Intelijen
Erwan
Widyarto ; Mantan
Wartawan Jawa Pos
|
JAWA
POS, 10 Juli 2015
PELANTIKAN Letnan Jenderal (pur) Sutiyoso sebagai kepala
Badan Intelijen Negara (BIN) telah dilakukan Rabu (8/7), bersamaan dengan pelantikan
Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sebagai panglima TNI. Sejumlah kehebohan
menyertai pelantikan Sutiyoso ketimbang pelantikan Gatot Nurmantyo.
Kehebohan pertama, pelantikan Sutiyoso sebagai kepala BIN
dinilai sebagai bentuk balas budi atas dukungan Partai Keadilan dan Persatuan
Indonesia (PKPI) terhadap pasangan Jokowi-JK dalam pemilihan presiden yang
lalu. Sehingga penunjukan Sutiyoso yang juga ketua umum PKPI sebagai calon
tunggal dituding sebagai bagi-bagi kue kekuasaan semata. Namun, hal ini langsung
ditepis oleh Sutiyoso dengan menyebut track record-nya sebagai orang yang
lama berkecimpung di dunia militer, khususnya intelijen. Dan, kehebohan
pertama ini pun mereda begitu Sutiyoso menyerahkan jabatan ketua umum PKPI ke
Bupati Kutai Timur Isran Noor (Jawa Pos, 21 Juni 2015).
Kehebohan kedua, saat dilantik sebagai kepala BIN, pria
yang akrab disapa Bang Yos ini masih tercatat sebagai komisaris di Lippo
Karawaci bersama Soerjadi Soedirja dan Adrianus Mooy. Lippo adalah bendera
kelompok bisnis James Riady. Nama yang sempat ramai dikaitkan dengan
pencapresan Jokowi meski kemudian tuduhan ini dibantah. Kehebohan ketiga,
undangan pelantikan kepala BIN yang dikeluarkan Sekretariat Negara keliru
memanjangkan singkatan BIN. Dalam foto undangan yang beredar cepat secara
viral di media sosial, tertulis kepanjangan BIN adalah Badan Intelijen
Nasional.
Seperti biasa, bantahan segera beredar. Foto undangan yang
salah itu dituding sebagai ulah seseorang dengan memanfaatkan perangkat olah
digital Photoshop. Seolah-olah, tidak ada kesalahan di dalam undangan resmi
kenegaraan tersebut.
Namun, kehebohan menjadi reda. Duduk persoalan menjadi
terang ketika beredar siaran pers dari Djarot Sri Sulistyo, deputi bidang
protokol, pers, dan media Sekretariat Presiden.
Dalam penjelasannya itu, Djarot dengan lugas mengakui
bahwa ada kesalahan teknis penulisan pada undangan. Ditegaskannya,
Kementerian Sekretariat Negara setelah menyadari adanya kesalahan teknis
penulisan pada undangan pelantikan kepala BIN dan panglima TNI secepatnya
menarik dan menggantinya dengan penulisan yang benar.
’’Penulisan yang benar adalah Kepala Badan Intelijen
Negara, sesuai dengan undangan yang telah kami kirimkan kembali pada tamu/
pejabat yang diundang,’’ tulis siaran pers tersebut.
Dengan jantan, Kementerian Sekretariat Negara pun memohon
maaf atas hal tersebut. Kementerian Sekretariat Negara pun berjanji akan
berupaya secara maksimal untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas
layanan administrasi di lingkungan lembaga kepresidenan.
Dalam ingatan kita, pelantikan kepala BIN tidak pernah
seheboh penggantian Marciano Norman oleh Sutiyoso sekarang ini. Ketika Letjen
TNI Marciano Norman menggantikan posisi Jenderal Pol (pur) Sutanto pada 19
Oktober 2011, pemberitaannya tidak seheboh saat ini. Padahal, bisa saja
pemberitaan menjadi heboh, misal dengan menyorot kekayaan Marciano Norman
berupa batu mulia senilai Rp 2,42 miliar sebagaimana yang dilaporkan pada
laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
Lalu, apa sebenarnya hikmah yang bisa kita petik dari
kehebohan pemberitaan mengenai pelantikan Sutiyoso sebagai kepala BIN ini?
Pertama, kehebohan harus dimaknai tingginya perhatian dan harapan masyarakat
terhadap profesionalisme BIN. Sorotan terhadap latar belakang kepala BIN yang
pernah menjabat ketua umum partai politik muncul karena kekhawatiran
”keberpihakan” BIN terhadap kelompok tertentu.
Ini harus dimaknai bahwa masyarakat tidak menginginkan BIN
dimanfaatkan oleh kelompok tertentu. Artinya, BIN harus benarbenar
profesional. Janji Sutiyoso yang akan membangun BIN menjadi institusi yang
lebih modern dalam menjaga negara dengan membangun intelijen yang tangguh dan
profesional harus benarbenar dibuktikan.
Kedua, kehebohan pelantikan Sutiyoso harus dimaknai pula
sebagai keberhasilan brand awareness. Bahkan, dengan mengedepankan cara
berpikir positif, kesalahan pengetikan kepanjangan BIN pada undangan
pelantikan merupakan ”pencitraan” gratis. Dengan kehebohan salah kepanjangan
itu, masyarakat jadi tahu kepanjangan BIN yang benar. Jadi, tidak perlu
sosialisasi lagi mengenai apa kepanjangan BIN.
Kehebohan bisa jadi juga relevan dengan sosok Sutiyoso
yang dikenal sebagai orang yang suka bicara ceplas-ceplos. Oleh karena itu,
setelah menjadi kepala BIN, pria kelahiran Semarang ini dihadapkan pada tantangan
untuk mengubah sikap seperti itu. Sikap ceplas-ceplos, blakblakan, tentu
berseberangan dengan naluri alamiah intelijen.
Masyarakat tentu berharap jangan sampai informasi yang
rahasia menjadi terbuka gara-gara keceplosan bicara. Kecuali kalau memang ingin
meneguhkan guyonan seputar intelijen Melayu yang selalu mengaku bahwa dirinya
adalah seorang intel.
Selamat bertugas Bang Yos. Banyak pekerjaan menanti di
depan Anda. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar