Hak Anak dalam Mudik
Paulus Mujiran ;
Aktivis Lembaga Perlindungan Anak;
Direktur Yayasan Kesejahteraan
Keluarga Soegijapranata Semarang
|
JAWA
POS, 15 Juli 2015
PEMENUHAN hak anak dalam mudik mutlak diperlukan. Mudik
merupakan aktivitas sosial manusia yang terdiri atas orang dewasa dan
anak-anak menuju kampung halaman. Dalam perjalanan mudik, anak-anak kerap
mengalami situasi yang dapat mengganggu tumbuh kembang mereka. Karena itu,
dalam momen mudik, anak membutuhkan perlindungan khusus karena berpotensi
mendapat perlakuan salah, ancaman, penelantaran, bahkan kekerasan.
Dalam momen sebesar itu, pemenuhan hak anak sering
diabaikan. Anak-anak kerap menjadi penderita utama dalam mudik. Perjalanan
mudik yang mestinya menyenangkan sering berubah menjadi pelanggaran hak anak,
bahkan malapetaka, ketika mudik tidak dilakukan dengan persiapan yang
saksama.
Beberapa waktu lalu ada kisah sekeluarga pemudik melakukan
perjalanan dari Jakarta ke Jawa Tengah. Tidak pernah diduga sebelumnya, bayi
yang dalam gendongan orang tuanya sudah meninggal begitu memasuki Jawa
Tengah.
Secara umum, potensi pelanggaran hak anak terjadi pada
perjalanan mudik menuju kampung halaman maupun arus balik. Ada beberapa
peristiwa mudik yang perlu mendapat perhatian agar anak tetap diprioritaskan.
Pertama, pengabaian hak anak kerap terjadi pada moda angkutan umum masal
seperti bus, kapal laut, dan kereta api yang tidak menyediakan fasilitas
khusus untuk anak-anak. Berdesakdesakan penumpang lebih sering menguntungkan
orang dewasa.
Di sinilah perlunya mendidik penumpang untuk peka dan
peduli kepada anak-anak. Kedua, untuk pemudik bersepeda motor, anakanak
mengalami kondisi yang jauh lebih memiriskan. Anak-anak dipaksa menempuh
perjalanan ratusan kilometer tanpa pelindung dan pengaman yang memadai.
Anak-anak mengalami terpaan panas matahari di siang hari dan dinginnya malam
secara terusmenerus sepanjang perjalanan. Mereka juga rentan menjadi korban
kecelakaan lalu lintas.
Sampai hari ini, pemudik bersepeda motor menyumbang
70 persen kecelakaan lalu lintas. Dalam situasi semacam itu, anak berpotensi mendapat
kekerasan dari lingkungan. Ketiga, kebutuhan dasar anak yang tidak terpenuhi.
Anak yang masih dalam masa tumbuh dan berkembang memerlukan perhatian dari
orang tua. Meski dalam suasana puasa, kebutuhan makan, minum, dan kesehatan
pada anak yang menyertai orang tuanya dalam perjalanan mudik harus menjadi
prioritas utama.
Karena itu, mengampanyekan mudik ramah anak menjadi
keharusan. Pesepeda motor yang berpotensi membahayakan penumpang, terutama
anak-anak, harus dihentikan dan dialihkan dengan kendaraan lain. Tindakan
tegas harus dilakukan di kota tempat para pemudik berangkat. Pemudik yang
membawa anak-anak dianjurkan mempergunakan angkutan masal yang disediakan
pemerintah.
Idealnya tersedia fasilitas khusus bagi pemudik anak-anak,
khususnya di posko-posko mudik. Di samping posko-posko bagi para pemudik pun
harus didesain ramah anak seperti tersedianya tempat menyusui bagi bayi,
terdapat sarana prasarana permainan anak, serta kebutuhan-kebutuhan yang
diperlukan anak.
Indonesia sudah meratifikasi Convention on the Rights of
the Child yang dicanangkan PBB pada 1989. Di samping kita memiliki UU No
23/2002 yang direvisi menjadi UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
(UUPA). Semua mengatur hak anak seperti hak untuk hidup layak, hak untuk
tumbuh dan berkembang optimal, serta hak memperoleh perlindungan.
Namun, dalam kegiatan mudik, hak-hak dasar anak sering
dilanggar, termasuk oleh orang tua. Memaksa anak untuk pulang mudik dengan
sepeda motor merupakan tindak kekerasan kepada anak. Membiarkan anak naik
sepeda motor dalam perjalanan jauh penuh risiko kecelakaan tanpa perlindungan
juga merupakan pem biaran dan penelantaran kepada anak.
Pasal 63 UU Perlindungan Anak, ’’Setiap orang dilarang
membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa.’’ Pasal 77 ayat (2), ’’Setiap orang
dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam
situasi perlakuan salah dan penelantaran…’’ Di ayat b pasal yang sama
dikatakan, ’’Penelantaran anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit dan
penderitaan baik fisik, mental, maupun sosial dipidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).’’
Semangat utama Konvensi Hak Anak maupun UU Perlindungan Anak
tidak hanya bertumpu pada aspek yuridis. Di dalamnya juga terkandung upaya
penyadaran untuk mengedepankan kepentingan terbaik anak. Karena itu,
mengampanyekan mudik yang aman dan melindungi anak sangat penting dilakukan.
Kita berharap pemenuhan hak anak benar-benar mendapat
perhatian secara saksama, khususnya saat mudik menjelang Lebaran tahun ini.
Korban yang berjatuhan, terutama anak-anak yang tidak berdosa, harus ditekan
seminimal mungkin. Dan orang tua, petugas kepolisian, maupun pemudik sendiri
harus menyadari betapa pentingnya memenuhi hak anak dalam mudik.
Mudik yang aman dan nyaman tentu akan menjadi kebahagiaan
semua, termasuk anak-anak. Negara harus berperan untuk mengampanyekan mudik
yang aman dan nyaman bagi anak. Karena itu, tindakan tegas terhadap para
pemudik yang membahayakan keselamatan anak-anak diperlukan. Mudik harus
dikelola dengan paradigma baru. Yakni, lebih melindungi anak. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar