Krisis Ekonomi atau Sudden Shift
Rhenald
Kasali ; Pendiri
Rumah Perubahan @Rhenald_Kasali
|
KORAN
SINDO, 09 Juli 2015
Bagi sebagian orang perlambatan
ekonomi kali ini adalah krisis. Sementara bagi GoJek dan Uber, inilah era
baru. Era sudden shift. Sebab pada
era baru ini telah terjadi pemenggalan tren dan kita harus menangani masa
depan dengan intuisi baru. Ceritanya begini. Produk-produk tradisional
seberapa pun laku dan modernnya, kelak akan digantikan dengan produk-produk
yang lebih baru atau cara model bisnisnya berbeda, lebih mudah dicapai,
efisien, mampu mengolah data besar, dan seterusnya.
Persoalannya adalah siklus
pergantian yang semakin lama menjadi semakin cepat saja. Kita tengah berada
di 3/4 papan catur menuju benteng lawan sehingga pergerakan perubahan akibat
teknologi ini cepat sekali. Kalau dulu kita memutar lagi rekaman dalam bentuk
kaset. Kini alat pemutarnya, radio cassette sudah tidak diproduksi lagi.
Sebagai gantinya, muncul CD.
Sayangnya, usia CD jauh lebih pendek
lagi. Anak-anak kita menggantinya dengan musik digital. Dulu didengar melalui
iPod buatan Apple. Kini cukup lewat smartphone. Soal musiknya, sebagian kecil
dari mereka membelinya dari situs-situs resmi dan berbayar, sebagian lainnya
mengunduh secara bebas dari berbagai sumber. Gratis.
Meski tidak berbayar, jangan
salah, kualitas suaranya sangat OK. Jadi inilah era freemium. Meski free, kualitasnya premium. Para artis
mulai malas menuntut para pembajak. Bahkan komedian Pandji Pragiwaksono malah
membuat lagu yang judulnya: Bajak Lagu Ini. Dia tahu percuma melawan
teknologi. Lagian cara cari uang selebriti sudah berubah, mulai dari dapur
rekaman ke panggung hiburan berbayaran mahal.
Dari kaset ke CD, lalu musik
digital, dari hak cipta malahan minta dibajak agar menjadi terkenal dan
banyak undangan manggung. Ini adalah contoh tentang produk tradisional yang
digusur produk modern atau business model baru. Di film pun begitu. Dari
video cassette recorder, kemudian muncul laser disc yang ukurannya minta ampun,
tapi kini anakanak kita lebih suka streaming berkat makin majunya teknologi
internet.
Dulu kita menyimpan data pakai
disket. Kemudian disket digantikan dengan USB flashdisk dan sebentar lagi USB
bakal digantikan dengan cloud computing. Kita merasa lebih aman menyimpan
data dalam ”awan virtual” ketimbang USB. Tetapi kini bukan cuma produk yang
berbeda, melainkan business model. Ya, usaha boleh sama tapi kalau cara
menjangkaunya berbeda, jangan harap kita bisa menangani persaingan dengan
cara lama.
Lihat saja Seven Eleven menempuh
cara berbeda dengan Indomaret, Uber berbeda dengan Bluebird taxi, dan Garuda
Indonesia berbeda dengan Lion Air. Di Kenya, bank central melakukan langkah
progresif lewat Mpessa yang membuat bank-bank konvensional kalang kabut. Uang
terus diinovasi, membuat banyak cabang bank terpaksa dikurangi.
Karakter
Perusak
Mengapa business model baru atau pendatang baru berpotensi menjadi
perusak? Barangkali Anda pernah mengalami hal ini. USB hilang, tertinggal
atau terselip entah di mana. Celaka dua belas kalau data di USB tadi adalah
rahasia perusahaan. Lebih celaka lagi kalau di USB itu adalah bukti-bukti
”kenakalan” Anda.
Kalau ada yang iseng mengupload ke dunia maya, hidup Anda bakal
berakhir. Kasusnya ada di mana-mana. Karena itu lebih aman menyimpannya di
”awan virtual”—meski ada juga yang bisa membobol datanya. Sejumlah artis
pernah mengalaminya. Begitulah teknologi memang mempunyai karakter perusak,
istilahnya disruptive. Ia membunuh
yang lama, menggantinya dengan yang baru, yang lebih cepat, dan efisien.
Kita menerimanya dengan lapang
dada. Justru diuntungkan oleh hadirnya produk-produk baru tadi. Jadi,
contoh-contoh yang saya sebut tadi mungkin perubahan yang relatif mudah.
Perubahan kadang membuat perasaan kita terbelah. Contoh paling aktual adalah
tukang-tukang ojek pangkalan vs GoJek.
Jangan salah, GoJek bukan sekadar
tukang ojek versi baru, melainkan ojek dengan business model yang berbeda dengan teknologi. Jadi yang menjadi
lawan tukang-tukang ojek pangkalan tadi sesungguhnya adalah teknologi. Ini jelas
bukan pertarungan seimbang. Para pemimpin juga terbelah. Beda gubernur atau
wali kota, beda betul respons kebijakan yang diambilnya.
Di satu sisi kita diuntungkan oleh
hadirnya GoJek, tapi di sisi lain tercekat karena melihat sebagian korbannya
adalah orang-orang yang kita kenal cukup dekat. Tapi ini belum akhir dari
pertarungan. Rekan saya dalam waktu dekat akan memasarkan kendaraan roda tiga
yang tarifnya lebih murah dari ojek, karena berbahan bakar listrik amat murah
dan dilengkapi dengan perangkat apps yang canggih pula. Bisa jadi para tukang
ojek beralih ke kendaraan hemat energi yang harganya juga murah.
Kembali ke GoJek, kebetulan tak
seberapa jauh dari rumah saya ada pangkalan ojek. Saya kenal dengan sebagian
wajah dari tukang ojek tersebut. Beberapa di antaranya pernah saya mintai
tolong. Saya kenal dengan tukang ojek yang oleh sesama koleganya dipanggil
Pak Tua. Usianya sudah lanjut, tapi ia harus menjadi tukang ojek untuk
menafkahi istri dan dua cucunya.
Anak-anaknya merantau entah ke mana.
Lama tak ada kabarnya. Sayangnya, motor yang dikendarai sudah tua dan pajak
STNK-nya sudah mati lama tak dibayar sehingga dia tak bisa masuk dalam
jaringan GoJek. Saya kenal dengan Mang Gendut. Badannya subur. Ia menjadi
tukang ojek dan bercita-cita tiga anaknya tak boleh bernasib sama dengan
dirinya.
Ia ingin anak-anaknya menjadi
sarjana. Masih banyak sosok seperti Pak Tua atau Mang Gendut di
pangkalan-pangkalan ojek lain. Motornya tak mulus lagi dan kemampuannya
memakai apps tidak ada. Mereka benar-benar gaptek.
Membayangkan nasib mereka, saya
tiba-tiba jadi miris menyongsong era ASEAN
Economic Community (AEC) yang resmi berlaku pada akhir tahun 2015. Sebab
kelak yang menyerbu negara kita bukan hanya teknologi dan produk-produknya,
tetapi juga modal raksasa dan serombongan manusianya. Apa jadinya?
Selalu
Ada Jalan
Maaf, saya tak sedang risau dengan
perusahaan-perusahaan besar kita. Saya yakin mereka akan sanggup bersaing di
era AEC. Tapi, mereka pun risau karena tak paham bisnisnya sedang terancam
gejala sudden shift. Tapi yang saya
pikirkan adalah bagaimana dengan orang-orang kecil seperti Pak Tua dan Mang
Gendut tadi. Namun, selalu ada jalan bagi mereka yang mau berubah.
Mungkin kendaraan roda tiga
berbahan bakar listrik yang bisa dicicil selama dua tahun nanti bisa jadi
jalan keluar. Selain investasinya ringan, aman, dan biaya bahan bakarnya juga
murah sekali. Lagi pula sekali jalan bisa diisi tiga penumpang, anti cucuran
hujan pula. Kalau baterainya habis bagaimana? Jangan takut, sekarang ada power bank.
Di Pasar-pasar tradisional kita
sejak lama posisinya terus tergeser oleh pusat-pusat belanja modern dengan
Hypermarket. Bagaimana mungkin pasar tradisional yang berantakan, kumuh,
becek, dan berbau, bisa bersaing dengan pusat belanja modern atau Hypermarket
yang rapi, bersih, sejuk ber-AC, dan tidak berbau? Di beberapa kawasan
perumahan, juga di kota-kota satelit, kita dengan mudah menemukan cara-cara
lain yang berbeda.
Pedagang sayur kini sudah lebih
mampu mencicil mobil dan mereka pakai aplikasi teknologi pula. Datang bila
dibutuhkan, terima order pula. Di sana kita masih bisa menemukan kehangatan.
Ada tegur sapa. Kita kenal penjualnya, dan penjualnya pun mengenal kita.
Kalau hari itu Anda lupa membawa dompet, tenang saja. Anda bisa membayarnya
besok atau lusa.
Kalau Anda repot membawa begitu
banyak barang belanjaan, jangan takut. Penjualnya siap mengantar. Gratis.
Kehangatan dan kedekatan semacam ini tak bakal bisa kita jumpai di
pusat-pusat perbelanjaan modern atau Hypermarket. Jadi, selalu ada jalan kalau
kita mau berubah. Jangan terlalu cemas Pak Tua dan Mang Gendut. Sebentar lagi
mereka akan menemukan jalan keluar.
Tetapi perubahan bagi pelaku usaha
lama hanya dipandang sebagai krisis ekonomi, apalagi mundurnya penjualan
terjadi ramai-ramai. Padahal yang benar di luar sana, dampak teknologi telah
menimbulkan pergeseran. Nama kerennya, sudden
shift. Bergeser tiba-tiba.
Pergi ke tetangga sebelah. Pada
era ini model usaha ”ikan-ikan teri” bisa menjepit model usaha ”ikan kakap”.
Karakter perubahan itu menyangkut 3S: Surprise,
Speed, dan Sudden Shift. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar