Rasa Iri Tanpa Kedengkian
Rene L Pattiradjawane ;
Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS,
29 Juli 2015
Kunjungan perkenalan Presiden Joko Widodo ke Singapura
harus menjadi momentum penting bagi Indonesia, sekaligus memproyeksikan
kebijakan luar negeri presiden yang baru bekerja sepuluh bulan ini tentang
hubungan bertetangga baik ataupun komitmen Indonesia pada organisasi
antarbangsa ASEAN. Diharapkan Presiden RI ini juga melanjutkan kunjungan
keliling ke negara ASEAN lainnya.
Kenapa? Karena dalam perubahan geopolitik kawasan Asia
Tenggara menghadapi kebangkitan Tiongkok dan pembentukan kebijakan poros
dalam rangka perimbangan ulang kehadiran Amerika Serikat sebagai negara
adidaya di kawasan ini, berbagai perubahan penting terjadi. Tidak hanya menyangkut
perlombaan senjata di negara-negara Asia Tenggara, tetapi juga pembentukan
ulang pangkalan-pangkalan asing di kawasan ini.
Kita kembali kepada suasana Perang Dingin ketika ASEAN
baru terbentuk dan Perang Vietnam masih berkecamuk. Payung keamanan yang
disediakan AS di Asia sejak berakhirnya Perang Korea menjadi faktor
menguntungkan ASEAN membangun kerja sama tanpa terpengaruh pada keberpihakan
dalam persaingan blok kekuatan dan ideologi.
Ada beberapa faktor yang kerap dilupakan, yang menjadi
pertimbangan penting terbentuknya suasana kondusif regional yang memungkinkan
pertumbuhan ekonomi nasional dan regional berkembang sangat pesat, bahkan di
tengah gejolak krisis ekonomi dan keuangan dunia. Pertama, salah satu
semangat ASEAN adalah menjaga kebersamaan yang dibentuk melalui kerangka
multilateral di kawasan ketika menghadapi berbagai persoalan keamanan. Baik
di antara ASEAN maupun berhadapan dengan kekuatan di luar kawasan.
Semua keputusan penting menyangkut masalah politik,
ekonomi, ataupun keamanan dilakukan berdasarkan ”Jalan ASEAN” yang unik dan
tidak memiliki preseden pada organisasi multilateral lainnya di dunia. Cara
ini ternyata efektif mampu menghadirkan konsep Zona Perdamaian, Bebas, dan
Netral (ZOPFAN) yang selama ini dilupakan, tetapi tanpa disadari melestarikan
semangat yang membentuk pilar penting bagi arsitektur keamanan ASEAN.
Kedua, asas kebersamaan ASEAN, baik sebagai organisasi
regional maupun dalam tatanan hubungan bilateral, ternyata mampu
menumbuhkembangkan saling pengertian dan kepercayaan yang menjadikan
organisasi regional ini mampu menghadapi berbagai tantangan, seperti krisis
keuangan Asia 1997. Asas ini memperkuat keteguhan pentingnya hubungan
bertetangga dengan baik menjadi kawasan Asia Tenggara dengan kekuatan
populasi mencapai sekitar 600 juta orang, sangat kondusif bagi kerja sama
ekonomi regional dan multilateral.
Dalam hubungan bilateral dengan Singapura, banyak
persoalan muncul, tetapi tak menjadi hambatan serius mengancam hubungan kedua
negara. Ada rasa iri di Indonesia melihat Singapura yang wilayah dan populasi
penduduk sangat kecil dibandingkan negara ASEAN lain, dan menjadi tempat
pelarian berbagai kepentingan dari Indonesia (khususnya keuangan), tetapi
sangat kaya dalam skala global di berbagai bidang.
Namun, rasa iri ini tidak sampai menimbulkan kedengkian.
Bahkan, kedua pihak berusaha mencari kesamaan yang saling menguntungkan. Kita
menyambut secara antusias pemberian sertifikasi Teknis dan Pelatihan Kejuruan
Program Galangan Kapal ketika Presiden Jokowi bertemu dengan Presiden
Singapura Tony Tan Keng Yam. Singapura adalah salah satu di antara empat
negara Asia yang memiliki teknologi pembuatan kapal terbaik di dunia, yang
bisa mendukung Indonesia mengembangkan kembali kejayaan maritimnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar