Ketika
Anak Berduka Kristi Poerwandari ; Penulis kolom “Psikologi” di Kompas |
KOMPAS, 31 Juli 2021
Untuk
cukup banyak kita, situasi saat ini menjadi situasi sangat sulit karena kita kehilangan
mata pencarian atau penghasilan menurun drastis. Keluarga atau orang dekat,
bahkan kita sendiri, mungkin terinfeksi, dengan gejala serius, bahkan ada
anggota keluarga yang meninggal. Suasana sangat tegang mencekam. Apa yang
terjadi pada anak? Besar
kemungkinan anak juga merasakan kecemasan dan ketegangan yang dirasakan orang
dewasa, bahkan bisa jadi mereka menghayati keterkejutan dan rasa tak berdaya
lebih tinggi. Ini karena anak tidak
sepenuhnya mengerti apa yang terjadi, dan belum dapat mengambil keputusan
untuk dirinya sendiri. Anak masih sepenuhnya bergantung pada perilaku dan
keputusan orang-orang dewasa terdekatnya. Yang dialami anak Individu
satu dan yang lain menghayati dan dapat merespons berbeda terhadap situasi
yang sama. Sebagian anak menunjukkan tanda-tanda yang jelas mengalami tekanan
dan trauma. Yang lain mungkin tidak memperlihatkannya sehingga orang dewasa
di sekitarnya menganggapnya baik-baik saja. Tanda-tanda
yang ditampilkan anak dapat berbeda. Pada anak usia prasekolah, ada yang
jelas menunjukkan rasa takut, mudah menangis dan menjadi rewel, destruktif,
atau terus bergerak gelisah. Sebagian kembali ke tahapan perkembangan
sebelumnya, misalnya kembali mengompol, tidak dapat mengendalikan buang air
besar, atau menuntut untuk terus menempel pada orang dewasa. Anak
usia sekolah dan remaja mungkin sulit berkonsentrasi dalam mengikuti
pelajaran, apalagi di kelas daring. Anak kehilangan minat beraktivitas,
mengeluh merasa sakit, terlihat tegang, sedih, merasa bersalah. Remaja sering
merasa terisolasi dan sangat sedih, bisa jadi apabila tak tertahan akan
melukai diri atau melakukan percobaan bunuh diri. Mungkin
saja anak atau remaja jadi mengalami kesulitan tidur dan mimpi buruk. Bila
tersedia di lingkungan, bukan tidak mungkin remaja mulai mengonsumsi alkohol
atau mencoba menggunakan obat-obatan terlarang. Ada
anak yang sebelumnya telah melewati sejarah hidup yang sulit, misalnya hidup
serba berkekurangan, mengalami diskriminasi dan kekerasan, serta ada dalam
lingkungan yang tidak stabil dan mengancam. Anak-anak ini menghadapi
tantangan yang lebih berat daripada anak lain pada umumnya. Namun, karena
sejak sebelumnya telah berulang mengalami berbagai hal menyakitkan, dari
tampak luar mereka mungkin terlihat biasa-biasa saja. Respons
anak menghadapi situasi sulit sangat dipengaruhi perilaku orang dewasa di
sekitarnya. Pada usia berapa pun, anak memerlukan pemahaman, dukungan, dan
keyakinan bahwa orang-orang dewasa di sekitarnya peduli dan dapat menjadi
tempat bersandar. Mendampingi anak Mungkin
ada dari pembaca yang kehilangan saudara terdekat, dan sekarang harus
bertanggung jawab atas keponakan, cucu, atau kerabat berusia anak atau remaja
yang kehilangan orangtuanya. Bagaimana pengaturannya? Apakah yang kehilangan
orangtuanya itu akan tinggal bersama keluarga kita? Ataukah tinggal bersama
kerabat lain, tetapi menjadi tanggung jawab bersama dari orang-orang dewasa
di keluarga luas? Tentu
tidak mudah memberikan pendampingan. Di satu sisi kita berbelas kasih dan
ingin melakukan yang terbaik untuk anak-anak dan keluarga besar. Di sisi
lain, kita sendiri mungkin cemas dengan kondisi keuangan keluarga inti, cemas
dengan kesehatan diri, dan pusing dengan berbagai tanggung jawab lain. Kita
dapat tampil menjadi sosok yang tegang, tidak sabar, dan mudah marah.
Sementara itu, sang anak dan remaja yang berduka juga berada dalam situasi
psikis sangat sulit, yang memengaruhi perilaku dan penyesuaian dirinya. Bagaimanapun,
untuk dapat mendampingi anak dengan efektif, hal yang pertama-tama perlu kita
lakukan adalah mengelola stres kita sendiri. Caranya dapat berbeda-beda,
mungkin memastikan asupan makanan sehat, berolahraga, memiliki waktu tenang
untuk diri sendiri, atau memiliki sahabat atau orang dekat untuk berbagi
perasaan. Jadi, ketika berhadapan dengan anak, kita dapat menunjukkan sikap
positif karena telah dapat mengelola emosi kita sendiri. Apabila
ada orang baru yang bergabung di keluarga kita, yang perlu dilakukan adalah
meminimalkan tekanan di lingkungan rumah kita sendiri. Kita perlu menyiapkan
keluarga inti agar dapat menunjukkan penerimaan dan penyesuaian terhadap
perubahan yang ada. Anak
dan remaja yang berduka dan harus bergabung dengan keluarga baru perlu
memperoleh perasaan aman dan diterima. Jangan sampai mereka merasa bahwa keluarga
barunya terpaksa atau terganggu dengan kehadiran mereka. Pendidikan
diberikan dengan cara positif, bukan dengan cara menyuruh, merendahkan,
menghina dan menghukum, melainkan dengan ajakan dan keteladanan. Anak dan
remaja dapat belajar bertanggung jawab sesuai karakteristik usianya tanpa
dibeda-bedakan, apakah mereka anak kandung, anak angkat, atau orang yang
tinggal menumpang. Yang
umumnya akan membantu adalah menghadirkan aktivitas rutin, seperti kembali
bersekolah (meski dalam jaringan), atau aktivitas keluarga bersama, misalnya
makan pagi dan makan malam bersama. Kita
dapat mengajak anak dan remaja belajar nilai-nilai kebersihan, kebersamaan,
saling menolong, kejujuran dan banyak lagi lainnya lewat tugas-tugas rumah
tangga, seperti menyiapkan makanan, membersihkan rumah, membuang sampah, atau
berbagi ruangan dan barang. Orang
dewasa perlu membuka diri dan menunjukkan dukungan agar anak dan remaja
merasa aman untuk bercerita. Akan baik apabila kita dapat menyisihkan waktu
berkualitas setiap hari untuk memudahkan anak bercerita. Dapat pula
dianggarkan waktu rutin, misalnya, di akhir minggu untuk menekuni hobi,
berolahraga, atau berkreasi bersama. Semua
di atas diharapkan dapat membantu anak melewati proses berdukanya dan
menyiapkan masa depannya yang tetap cerah bahagia. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar