Tes
Wawasan Kebangsaan dan Akal Sehat Negara Ibnu Syamsu Hidayat ; Pengacara di Themis Indonesia |
KOMPAS, 28 Agustus 2021
Tes
wawasan kebangsaan menguji akal sehat lembaga-lembaga negara. Selain itu, TWK
sebagai syarat dalam alih status pegawai KPK selalu menarik diperbincangkan. Hal
ini diawali dengan keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
menyatakan bahwa 75 pegawai KPK tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Serentak publik menilai bahwa keputusan KPK tersebut hanyalah akal-akal KPK
untuk membuang pegawai-pegawai yang berintegritas tinggi dalam upaya
pemberantasan korupsi. Dukungan
publik mulai muncul deras, masyarakat mulai menyuarakan hashtag
#beranijujurpecat, penggalangan dukungan masyarakat dengan terselenggaranya
ribuan acara nonton bareng film dokumenter yang berjudul KPK The Endgame
buatan Watchdog Indonesia, disertai dengan diskusi publik untuk menyuarakan
penolakan tes wawasan kebangsaan dalam proses alih status pegawai KPK. Memperjuangkan
hal yang benar pasti akan dilakukan oleh setiap orang yang memiliki naluri
kebenaran. Dengan berbagi tugas, 75 pegawai KPK tersebut mulai menggalang
dukungan. Mereka ada yang melapor ke Ombudsman RI terkait proses pelaksanaan
TWK tersebut; ada yang mengadu ke
Komnas HAM terkait dugaan pelanggaran HAM dalam proses alih status pegawai
KPK; ada juga yang datang ke lembaga-lembaga keagamaan: Muhammadiyah, PGI;
dan mereka juga melaporkan kepada Dewan Pengawas KPK terkait dugaan
pelanggaran dalam alih status pegawai KPK. Mahkamah Konstitusi Lembaga
negara yang pertama kali diuji nalar sehatnya adalah Mahkamah Konstitusi
(MK). Beberapa lembaga yang konsentrasi dalam isu antikorupsi mengajukan judicial review terkait Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Selain itu, pimpinan KPK periode 2014-2019
juga mengajukan judicial review,
uji formil UU No 19 Tahun 2019. Mahkamah
menolak uji formil revisi UU KPK dan menerima beberapa permohonan uji
materiil UU KPK tersebut, misalkan mengubah kewenangan Dewan Pengawas KPK,
menyatakan bahwa alih status pegawai KPK tidak boleh merugikan pegawai KPK. Ada
hal unik dalam putusan MK. Walaupun MK tidak mengabulkan uji formil, MK dalam
pertimbangannya, salah satunya adalah mahkamah meragukan keterangan, bukti
yang diberikan oleh DPR terkait bukti kehadiran anggota DPR pada saat sidang
paripurna pengesahan revisi UU KPK. Artinya, secara tidak langsung MK
mengakui indikasi bahwa pengesahan UU tersebut saat persidangan tidak kuorum. Uniknya,
MK tidak membenarkan alasan pemohon bahwa pengesahan UU KPK tersebut tidak
kuorum. Alasan MK, karena hanya berdasarkan pada pemberitaan media, surat
kabar dan foto, bukan didasarkan pada absensi resmi. Oleh karena itu dapat
simpulkan, MK malu untuk mengakui secara langsung bahwa revisi UU KPK
tersebut cacat formil. Temuan Ombudsman RI Ombudsman
RI melalui siaran pers mengumumkan hasil temuannya terhadap aduan dugaan
pelanggaran administrasi dalam pelaksanaan TWK. Dalam laporannya, Ombudsman
RI menyatakan bahwa telah terjadi penyalahgunaan kewenangan dan kesalahan
administrasi dalam proses alih status pegawai KPK atau pada saat proses TWK
pegawai KPK tersebut. Ombudsman
RI menemukan kejanggalan dalam proses alih status pegawai KPK. Pertama, bahwa
dalam kerja sama kontrak perjanjian antara KPK dan BKN sebagai penyelenggara
TWK terjadi perjanjian mundur atau back date. Nota
kesepahaman Sekjen KPK dengan Kepala BKN ditandatangani pada tanggal 8 April
2021, sementara kontrak ditandatangani 20 April 2021. Namun, nota kesepahaman
tersebut dibuat mundur tiga bulan ke belakang, yakni tanggal 27 Januari 2021.
Artinya, KPK dan BKN dalam hal pengadaan barang dan jasa terkait alih status
pegawai KPK tidak melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa kontrak
swakelola. Kedua,
dalam proses penyusunan regulasi, terjadi penyalahgunaan kewenangan, berita
acara pengharmonisasian regulasi alih status pegawai KPK, justru yang hadir
bukan Sekjen KPK dan pejabat kesekjenan bagian perundang-undangan Kemenkumham,
justru yang hadir adalah Menteri PAN-RB, Menteri Hukum dan HAM, Kepala BKN,
lima unsur pimpinan KPK, Ketua KASN, dan Kepala LAN. Padahal,
didasarkan pada Permenkumham Nomor 23 Tahun 2018, rapat harmonisasi aturan
internal sebuah lembaga cukup dipimpin oleh dirjen peraturan
perundang-undangan. Artinya, rapat cukup dihadiri oleh pejabat pimpinan
tinggi setara dengan kepala biro atau sekjen. Tidak
cukup di situ, Ombudsman menemukan kejanggalan lain. Walaupun rapat itu
dihadiri para menteri dan pimpinan lembaga, berita acara rapat itu justru
ditandatangani oleh Kepala Biro Hukum KPK dan direktur di Ditjen PP
Kemenkumham. Padahal, dua orang itu tidak ikut rapat harmonisasi. Ketiga,
BKN sebagai penyelenggara TWK tidak berkompeten dalam pelaksanaan TWK alih
status pegawai KPK. BKN tidak memiliki alat ukur, instrumen, dan asesor. Akan
tetapi, dalam pelaksanaannya, BKN menggunakan instrumen dari Dinas Psikologi
TNI Angkatan Darat sesuai dengan keputusan Panglima TNI tentang penelitian
personel bagi PNS/TNI di lingkungan TNI. Dengan
demikian, pada penutupnya, Ombudsman memberikan koreksi dan meminta kepada
KPK agar 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan
tersebut diangkat sebagai aparatur sipil negara. Menolak koreksi Ombudsman Alih-alih
menjalankan hasil laporan Ombudsman RI, KPK dalam siaran persnya, yang
diwakili Nurul Ghufron, menyatakan bahwa KPK menolak hasil laporan Ombudsman
RI terkait polemik TWK ini. KPK menganggap bahwa proses TWK yang dilakukan
kepada pegawai KPK tersebut telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Bahkan,
KPK menuduh Ombudsman RI telah masuk dalam urusan internal dapur KPK. KPK
berpendapat bahwa urusan alih status pegawai merupakan ranah internal
lembaga, bukan ranah pelayanan publik sebagaimana kewajiban Ombudsman
mengawasi pelayanan publik. KPK juga menilai bahwa Ombudsman selayaknya
menolak aduan yang diajukan oleh pegawai KPK tersebut. Pinang
dibelah dua, persis apa yang dilakukan KPK terhadap temuan Ombudsman, BKN
pada tanggal 13 Agustus 2021 menyatakan menolak atau keberatan terhadap
laporan Ombudsman RI. BKN berkirim surat kepada Ombudsman RI yang intinya
keberatan atas tindakan koreksi yang menyatakan bahwa KPK dan BKN melakukan
malaadministrasi dalam proses alih status pegawai KPK melalui TWK. BKN
dalam konferensi persnya menyatakan memiliki kompetensi dalam menjalankan
sistem TWK dan memiliki kewenangan menyelenggarakan asesmen. Hal ini sesuai
dengan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan BKN Nomor 26 Tahun
2019 tentang Pembinaan Penyelenggaraan Penilaian Kompetensi Pegawai Negeri
Sipil. Padahal,
pegawai KPK pada saat proses TWK tersebut masih berstatus pegawai KPK, belum
aparatur sipil negara. Karena itu, alasan BKN memiliki kewenangan melakukan
TWK yang merujuk pada UU ASN dan Peraturan BPN tentang Pembinaan
Penyelenggaraan Penilaian Kompetensi Pegawai Negeri Sipil merupakan bukti
nyata penyalahgunaan kewenangan. Temuan Komnas HAM Pada
16 Agustus 2021, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merilis hasil
investigasi terkait proses penyelenggaraan TWK. Temuan Komnas HAM menyatakan
terjadi 11 pelanggaran HAM yang sengaja dan terencana dilakukan terhadap
seluruh pegawai KPK, terutama kepada 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus
TWK. Sebelas
pelanggaran tersebut meliputi: penyelenggaraan TWK terbukti melanggar hak
atas keadilan dan kepastian hukum, hak perempuan, hak untuk tidak
didiskriminasi, hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak atas
pekerjaan, hak atas rasa aman, hak atas informasi, hak atas privasi, hak atas
kebebasan berkumpul dan berserikat, hak untuk berpartisipasi dalam
pemerintahan, dan hak atas kebebasan berpendapat. Artinya,
temuan Komnas HAM tersebut sejalan dengan temuan Ombudsman RI. Temuan yang
sama-sama menyatakan bahwa proses alih status pegawai KPK melalui TWK
tersebut bermasalah. Dari
sini, masyarakat dapat menilai secara obyektif lembaga-lembaga negara mana
yang menjalankan fungsi akal sehatnya dalam menyelenggarakan kelembagaan
negara, dan mana yang tidak. Selain itu, fenomena beda pandang antarlembaga
negara tersebut semakin meyakinkan masyarakat akan adagium ”becik ketitik,
ala ketara”. Artinya, kebaikan itu tidak akan hilang walaupun ditutupi,
tetapi suatu yang jahat walaupun disembunyikan akan tetap terbongkar dan akan
kelihatan. ● Sumber : https://www.kompas.id/baca/opini/2021/08/28/tes-wawasan-kebangsaan-dan-akal-sehat-negara/ |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar