Stres
Digital Kristi Poerwandari ; Penulis kolom “Psikologi” di Kompas |
KOMPAS, 14 Agustus 2021
Kita
kembali membahas soal peran internet dan media sosial. Dari sisi mana pun, termasuk
psikologi, banyak sekali terjadi perubahan akibat kehidupan yang sekarang
diperantarai oleh internet. Karena itu, kita perlu secara sadar mendiskusikan
sisi positif-negatifnya untuk dapat mengantisipasi apa yang perlu dilakukan. Penelitian
dan pengamatan terhadap kasus di lapangan menunjukkan cukup banyaknya dampak
negatif dari jauh berkurangnya kesempatan tatap muka dan makin banyaknya
kegiatan yang harus dilakukan dalam jaringan terhadap kesehatan mental
manusia. Di
sisi lain, internet telah menjadi bagian tak terpisahkan, sekaligus berperan
amat penting untuk keberlangsungan hidup kita. Yang perlu dibahas adalah
nuansa-nuansa dalam berbagai konteksnya sehingga kita dapat memaksimalkan
sisi positif dari kehadiran internet, dan memaksimalkan dampak negatifnya. Tekanan psikologis baru Survei
di berbagai belahan dunia menunjukkan penggunaan internet dan telepon pintar
yang amat tinggi. Setidaknya 70 persen orang dewasa menggunakan telepon
pintar, sementara pada remaja lebih banyak lagi persentasenya. Sekitar 44
persen partisipan mengaku mengecek informasi baru dari internet beberapa kali
sehari, dan kurang lebih 24 persen yang menghidupkan koneksi internetnya
sepanjang waktu. Steele,
Hall dan Christofferson (2019), melakukan tinjauan terhadap berbagai
penelitian tentang stres yang diakibatkan penggunaan internet dan perangkat
pintar. Setidaknya ada empat komponen stres digital yang masih sulit
dicarikan padanan istilah yang paling tepat di bahasa Indonesia. Ada availability stress (tekanan untuk harus
selalu ada dalam jaringan), approval anxiety (perasaan cemas terkait
kebutuhan untuk diterima), fear of missing out (rasa takut akan hilang atau
tertinggal), serta communication overload (berkelebihan beban komunikasi). Anak,
remaja, dan orang muda yang masih menjalani pendidikan mungkin kewalahan
karena digiring untuk berlebihan menggunakan internet. Selain di luar
pendidikan telah dibombardir beruntun oleh media sosial, sekarang siswa dan
mahasiswa harus mengikuti pelajaran dalam jaringan, mengerjakan tugas dan
mencari bahan dalam jaringan, serta menjalani ujian dalam jaringan. Tampaknya
otak jadi sulit untuk dapat sungguh-sungguh beristirahat. Bila
yang di atas lebih terkait dengan beban kerja otak yang melampaui apa yang
dapat ditanggung, tiga tekanan yang lain memiliki karakteristik sosial.
Internet terus menghadirkan informasi baru yang real-time, karena itu, kita
juga dituntut untuk berespons cepat, atau setidaknya, merasa harus demikian.
Kita seolah harus selalu cepat tanggap merespons pihak lain entah itu terkait
kerja maupun hubungan interpersonal. Agar dapat cepat tanggap, kita harus
selalu ada dalam jaringan. Bila tidak terhubung dalam jaringan, dapat muncul
perasaan bersalah atau kecemasan. Secara
lebih khusus, ada kecemasan terkait penerimaan dari pihak lain. Media sosial
dengan algoritmanya menghadirkan perasaan cemas dan tidak yakin mengenai
bagaimana orang lain akan menilai atau berespons terhadap kita. Maksudnya,
mengenai bagaimana orang lain memberi like atau dislike terhadap informasi,
foto, cerita, atau pesan lain di akun kita. Terkait
hal di atas, ada pembandingan sosial yang mau tidak mau muncul di pikiran.
Individu membandingkan diri dengan yang ditampilkan oleh orang lain di media
sosial. Sering muncul rasa kurang mengenai diri dalam kaitan dengan
penampilan fisik, hubungan interpersonal, hubungan cinta, hingga prestasi dan
keberhasilan di bidang-bidang lain. Karenanya, tidak jarang ada upaya-upaya
untuk ”memoles” atau ”merekayasa” tampilan agar terlihat lebih positif. ”Fear of missing out” Fear
of missing out (FOMO) menunjuk pada perasaan tertekan akibat konsekuensi yang
dapat secara nyata dialami, maupun sekadar disangka oleh individu akan
dialaminya. Ini ada kaitannya dengan kebutuhan untuk diterima dan diakui, serta
kebutuhan akan eksistensi diri. Kondisi
tidak terhubung dalam jaringan dapat menyebabkan individu khawatir kehilangan
kesempatan sosial. Ia juga cemas akan dilupakan oleh teman sebaya, menjadi
”tidak ada”. Akibatnya, dapat muncul perilaku yang merugikan diri sendiri.
Terus memaksa diri untuk mengecek gawai, misalnya, meski sudah kelelahan
sehingga mengalami gangguan tidur. Atau merasa terdesak untuk tetap membuka
media sosial saat mengemudikan mobil. Dengan
perempuan lebih disosialisasi untuk memfokus pada relasi, temuan-temuan
penelitian menunjukkan bahwa FOMO ini lebih banyak dialami oleh remaja
perempuan. Sementara itu, adiksi gaming lebih banyak dialami oleh laki-laki. Kesehatan psikologis Dampak
penggunaan internet dan media sosial dapat berbeda-beda dipengaruhi, antara
lain, oleh kualitas dan keseringan penggunaannya, jenis media, maupun
karakteristik penggunanya. Penggunaan
yang pasif, tetapi berlebihan (misalnya terobsesi untuk terus berselancar
mencari posting-an baru di Facebook), tampaknya memiliki dampak lebih negatif
daripada penggunaan yang lebih aktif, misalnya mem-posting informasi,
mengirim pesan. Dugaannya, yang aktif merasa lebih berdaya karena dapat
mengekspresikan diri dan membangun interaksi dengan orang lain. Karakteristik
kepribadian atau keberfungsian diri sebelumnya juga memiliki perannya. Ada
yang cepat merasa lelah dengan keramaian media sosial, sehingga sengaja
menjaga jarak untuk dapat menenangkan diri. Penelitian juga menunjukkan bahwa
yang telah memiliki masalah psikologis sebelumnya, misalnya sangat canggung
dalam hubungan interpersonal, ada dalam keluarga dengan banyak masalah, atau
mengalami depresi, kemungkinan akan menghadapi tantangan lebih besar dalam
beradaptasi. Internet
menjauhkan kita dari alam, dan menyulitkan kita memenuhi kebutuhan dasar akan
keterhubungan dengan orang lain. Kebijakan di bidang pendidikan dan lapangan
kerja perlu memastikan tetap adanya pertemuan-pertemuan tatap muka langsung
serta waktu istirahat yang mencukupi meski kita belajar atau bekerja dari
rumah. Kita perlu memiliki badan dan jiwa yang sehat untuk dapat membangun
bangsa yang kuat. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar